Pemuridan yang Berbagi Kisah

Sejak kemajuan internet, informasi dan pengetahuan tidak lagi menjadi barang langka.  Sehingga pemanfaatan internet dan sosial media untuk pemberitaan firman Tuhan bukanlah hal yang baru. Bahkan kita juga dapat melihat berapa jumlah orang yang mengakses firman Tuhan yang kita bagikan di social media. Terkadang jumlahnya cukup fantastis ketimbang kita mengundang orang untuk datang ke ibadah kita. Namun, tidak tepat jika kita menjadikan angka-angka ini sebagai tolak ukur keberhasilan pelayanan kita. Sebab mengetahui firman hanyalah separuh jalan dari tujuan yang mau di capai, yaitu hidup yang diubah oleh firman. Oleh sebab itu pemuridan menjadi semakin relevan untuk melayani generasi sekarang ini. Pemuridan tidak pernah usang dimakan waktu dan cara inilah yang Yesus teladankan.

Pada permulaan pelayanan-Nya ketika Yesus sedang berjalan menyusur danau Galilea, Ia melihat dua orang bersaudara, yaitu Simon yang disebut Petrus,  dan Andreas, saudaranya. Mereka sedang menebarkan jala di danau, sebab mereka penjala ikan. Yesus berkata kepada mereka: “Mari, ikutlah Aku,  dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.” (Matius4:18-19)

Dalam pemuridan-Nya, Yesus tidak memberikan buku petunjuk untuk menjadi murid. Namun, Dia berbagi kisah dengan para murid. Yesus mengijinkan para murid masuk dan mengikuti kisah hidup-Nya (“Mari, ikutlah Aku…”) Yesus mengajak para murid melayani bersama, berdoa bersama, makan bersama, berjalan bersama, semua rutinitas dilakukan-Nya bersama para murid. Tidak ada yang Yesus tutupi dari murid-murid-Nya. Hal ini dilakukan-Nya bukan tanpa agenda. Ada yang ingin Yesus capai (“… kamu akan kujadikan…”) Selama masa tersebut sedikit demi sedikit Yesus membentuk hati para murid untuk semakin mengasihi Allah dan sesama. Setiap interaksi, nasihat, dan teguran, diharap dapat membentuk hati para murid untuk terpaut kepada Yesus. Sehingga para murid dapat siap untuk menjadi penjala manusia, melanjutkan pemuridan yang telah Yesus mulai. Oleh sebab itu Pemuridan lebih dari sekedar bahas bahan, lebih dari sekedar menambah pengetahuan akan firman atau kumpul-kumpul berbagi pergumulan, lebih dari sekedar berubahnya kebiasaan atau sekedar kelompok pertemuan, pemuridan adalah mengenai pertanyaan siapa atau apa yang paling kita cintai dan berkomitmen untuk menaati keinginan-Nya.

Kita mendapatkan hasil dari apa yang kita investasikan. Jika kita ingin hidup seseorang berubah maka, kita perlu menginvestasikan hidup kita juga bagi orang tersebut. Generasi muda yang kita layani di gereja ataupun persekutuan, bukanlah generasi yang buta sama sekali terhadap firman. Sebab mereka dapat mengaksesnya dengan mudah lewat smartphone mereka. Generasi muda membutuhkan orang yang mau membagi kisah hidupnya. Mereka tidak butuh orang yang tampil dengan sempurna. Sebab mereka tahu bahwa setiap manusia memiliki kelemahan. Mereka butuh orang yang mau jujur apa adanya di  hadapan mereka, memberikan kesempatan kedua bagi mereka saat gagal, dan mengapresiasi setiap perkembangan mereka. Mereka butuh mentor yang mau berbagi lika-liku kisah perjalan menjadi murid Yesus. Maka dari itu setiap interaksi yang terjadi dalam pemuridan sangatlah penting. Sebab itu merupakan kesempatan bagi yang memuridkan dan dimuridkan untuk saling belajar untuk menjadi murid sejati. Pemuridan bukanlah kelas mengajar satu arah tapi, tapi di dalamnya ada timbal balik.

Grant Skeldon dalam bukunya, the Passion Generation, mengatakan “The gospel travels at the speed of relationship.” Tidak akan ada pemuridan jika tidak ada relasi dan kehadiran. Penting bagi kita untuk mengusahakan segala cara untuk berelasi dan hadir di dalam kehidupan anak muda yang sedang kita muridkan. Jika mereka hadir di sosmed, maka kita perlu juga hadir di sana untuk menyapa mereka. Jika mereka tertarik akan bidang tertentu, maka kita perlu belajar mengerti ketertarikan mereka. Namun, sayangnya pelayanan seperti ini yang sering terlupakan. Lebih mudah bagi kita untuk melayani orang banyak sekaligus, ketimbang fokus berbagi kisah kepada segelintir orang. Mengajak orang berliturgi dipilih karena lebih aman dan terlihat efisien. Tidak perlu repot-repot meresikokan diri dengan membuka hidup kita bagi orang lain. Jika kita berinvestasi pada liturgi saja maka kita akan mendapatkan kekristenan liturgy. Tapi jika kita berinvestasi pada hidup seseorang maka kita akan mendapatkan bahwa kekristenan sanggup dihidupi. Hal inilah yang perlu kita lakukan. Menunjukan kepada generasi muda bahwa menjadi murid bukanlah hal yang mustahil. Mengajarkan kepada mereka bahwa kekristenan adalah hal yang relevan dan bisa untuk dihidupi. Pertanyaanya adalah wajah murid seperti apa yang sedang kita tawarkan pada generasi saat ini?

Meskipun pemuridan dapat dilakukan di mana pun dengan siapapun namun, keluarga adalah tempat pertama kita dapat melakukannya. Setiap hari kita membagi kisah hidup kita dengan keluarga kita. Jika kita orang tua, maka kita memiliki anak yang butuh diperhatikan. Jika kita seorang anak, maka kita memiliki saudara yang perlu sahabat dan teladan.

Di tengah lautan informasi dan filsafat yang menyesatkan kaum muda saat ini, pemuridan adalah cara terbaik menuntun mereka keluar dari kebingungan. Kiranya kita tidak melihat generasi ini dengan kecurigaan dan mulai memuridkan mereka.

BAGIKAN: