Aku Telah Mengutus Mereka ke Dalam Dunia

Tak sedikit orang Kristen yang menganggap “misi” di dalam Kekristenan hanya berlaku bagi “orang-orang terpilih” dengan “panggilan atau tugas tertentu” dari Allah. Namun, pernyataan Yesus di dalam doa-Nya untuk murid-murid-Nya (Yoh 17:1-26) memberikan perenungan mendalam mengenai misi Kristiani.

Pertama-tama, misi adalah sebuah pengutusan untuk memperlihatkan sesuatu kepada seseorang. Di dalam doa-Nya, Yesus menyebutkan diri-Nya sebagai “pribadi dengan misi”. Ia adalah Sang Anak yang diutus Bapa (4, 8, 23-25) untuk menunjukkan Allah, Bapa yang kudus, kepada dunia dan murid-murid-Nya (6-12). Ia ­menyatakan nama dan segala firman yang disampaikan Bapa kepada mereka (6-8). Namun, Yesus tidak berhenti sampai di situ saja. Sama seperti Allah mengutus Yesus ke dalam dunia, demikian pula Yesus mengutus murid-murid-Nya ke dalam dunia (18). Dengan kata lain, setiap murid Yesus memiliki misi yang sama dengan Yesus: pengutusan dari Bapa untuk memperkenalkan satu-satunya Allah yang benar dan Yesus Kristus, Anak-Nya, yang diutus-Nya (3) kepada dunia yang tidak mengenal-Nya (25).

Uniknya, misi Yesus menghasilkan sukacita sejati di dalam hidup murid-murid-Nya. Yesus menjelaskan dalam doa-Nya bahwa Ia “mengatakan semuanya ini — pengutusan murid-murid-Nya (14-19) — supaya penuhlah sukacita-Ku di dalam diri mereka” (supaya mereka dengan sepenuhnya merasakan kegembiraan-Ku”, BIMK) (13). Artinya, setiap murid Yesus memang diciptakan untuk mengalami sukacita yang utuh dan Ilahi, yaitu sukacita yang Yesus miliki saat Ia telah menyelesaikan misi-Nya di dunia (1-5), hanya ketika mereka mengerjakan misi Yesus. Timothy Keller menyimpulkan dengan sederhana, “The lack of joy in your life is due to the lack of mission”. Setiap murid Yesus yang bersukacita mempunyai misi di dalam hidupnya, dan misi itu adalah misi Yesus. Inilah kunci sukacita sejati seorang murid Yesus sekalipun dunia membenci mereka (14) dan “yang jahat” (“the evil one”, NET) (15) menyerang.

Di sisi lain, misi Yesus dikerjakan dalam kekudusan murid-murid-Nya. Bukanlah sebuah kebetulan jika Yesus mengawali dan mengakhiri pengutusan murid-murid-Nya (18) dengan pengudusan mereka (15-17, 19). “Kuduskanlah/kekudusan” dapat dipahami sebagai “sesuatu yang dipisahkan dari yang lain untuk tujuan tertentu”. Sebelumnya, Yesus menyatakan murid-murid-Nya adalah orang-orang yang “berada di dunia, namun bukan dari dunia” (15-16). Berikutnya, Yesus mengutus mereka dengan menguduskan mereka dalam kebenaran, yaitu dalam firman Allah (17) dan diri-Nya (19). Dengan demikian, setiap murid Yesus harus mengingat bahwa segenap hidupnya yang “berbeda dari dunia” dan telah “dikuduskan”  (karakter, perbuatan, perkataan, cara pandang/pola pikir, perasaan, dsb.) adalah kesempatan dimana misi Yesus dapat dikerjakan: kapanpun, dimanapun, dan kepada siapapun.

Selain itu, setiap murid Yesus tidak dapat mengerjakan misinya seorang diri. Berulang kali dalam bagian akhir doa-Nya (20-26), Yesus mengatakan “Aku di dalam mereka” (21, 23, 26) dan “mereka juga berada bersama-sama dengan Aku dan Bapa” (21, 24) sama seperti “Bapa berada di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa” (21-23). Bukan hanya itu, Yesus juga mendoakan agar mereka semua “sempurna menjadi satu” (21, 23). Bagi Yesus, ada keterkaitan erat antara pengutusan, pengudusan, kesatuan dalam “Bapa dan diri-Nya” (21), serta kesatuan murid-murid (seluruh “orang-orang yang percaya kepada-Ku”, 20). Hal ini menegaskan bahwa setiap murid Yesus tidak pernah diutus seorang diri ke dalam dunia. Kesatuan dalam Tuhan dan sesama murid adalah landasan agar misi Yesus dapat tercapai, yaitu supaya dunia tahu dan percaya bahwa Bapa yang telah mengutus Yesus (21, 23).

Jikalau demikian, bagaimana murid-murid, yang adalah manusia berdosa, dapat mengenal dan bersatu dengan Bapa yang kudus dan adil (11, 25)? Bagaimana kemuliaan dan kasih yang Bapa berikan kepada Yesus bisa ada di dalam murid-murid (24-26)? Tepat setelah Yesus mengatakan semuanya ini, Yesus ditangkap, disalibkan, mati, dikuburkan, dan bangkit (Yoh 18-21). Yesus menyelesaikan misi dari Bapa-Nya: menyatakan Allah dan menyelamatkan setiap orang yang percaya kepada-Nya dari hukuman dosa. Melalui pengorbanan Yesus (“Aku menguduskan diri-Ku bagi mereka supaya mereka pun dikuduskan”, 19), setiap murid-Nya sekarang mengenal Bapa, Allah yang benar (3), menjadi milik Allah dan diperhitungkan telah menuruti firman Allah (6-8), menjadi satu di dalam Bapa dan Yesus (20-23), mendapat kemuliaan yang Bapa berikan kepada Yesus (22), dan memiliki Bapa yang mengasihi mereka sama seperti Bapa mengasihi Yesus (23-26). Yesus menggenapi misi-Nya supaya setiap murid yang diutus-Nya dapat mengerjakan misinya di dalam dunia. Inilah sumber kekuatan misi Kristiani; bukan kebaikan, kecakapan, atau keberhasilan seorang murid, melainkan kekudusan dan kesatuan dengan Bapa melalui Yesus.

Saat ini, pandemik COVID-19 menjadi latar yang mendesak setiap murid Yesus untuk melanjutkan misi-Nya. Bukan hanya dampak kesehatan, sosial, dan ekonomi yang meresahkan, namun juga dosa, kebingungan, serta kegelisahan, di dalam berbagai bentuknya, semakin mewarnai dunia ini: keluarga, sahabat di sekolah atau kampus, rekan kerja, tetangga, masyarakat, bahkan gereja sekalipun. Sebagai murid Yesus, mari mendengar dan meresponi pengutusan dari-Nya: “Sama seperti Engkau telah mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku telah mengutus mereka ke dalam dunia”.

BAGIKAN: