Firman Allah Tidak Boleh Terbelenggu

“Karena pemberitaan Injil inilah aku menderita, malah dibelenggu seperti seorang penjahat, tetapi firman Allah tidak terbelenggu.”

Kalimat di atas adalah kata-kata yang dirangkai rasul Paulus dalam suratnya yang kedua untuk Timotius (2 Timotius 2:9). Ketika itu ia sedang dipenjara di Roma untuk yang kedua kalinya, di mana ia mendapatkan perlakuan yang jauh lebih buruk. Sekarang ia dibelenggu dalam penjara bawah tanah yang dngin  dan sukar dikunjungi (2 Timotius 4:12, 16-17). Dan ia tahu hanya ada satu jalan keluar dari sana, yaitu kematian melalui hukuman mati (2 Timotius 4:6-8).

Selain dari ancaman maut itu, Paulus juga menghadapi setumpuk masalah yang berat dan menyusahkan.

Pertama, banyak sekali jemaat di Asia Kecil yang menyangkal dan tidak mau lagi mengakui Paulus dan ajarannya (1:15). Kemungkinan kemurtadan besar ini terjadi karena pemenjaraan Paulus  dipandang sebagai pertanda akhir kisah agama Kristen. Padahal dulu ketika Paulus menginjili di di sana, terjadi pertobatan besar-besaran.

Kedua, Paulus kesepian dan tidak ada seorang pun yang membantu ketika sidang pembelaannya yang pertama. Rekan-rekan sepelayanannya sedang pergi atau diutusnya ke daerah lain. Ada pula yang keluar dari pelayanan karena mencintai dunia. Hanya Lukas yang masih tinggal (4:9-12).

Ketiga, musuh-musuhnya giat menyengsarakan dia. Diantaranya, seorang tukang tembaga bernama Aleksander (4:14-15).

Keempat, Kaisar Nero, yang sangat benci orang Kristen, sedang berada di tampuk kekuasaan. Kaisar sinting itu membakar kota Roma untuk kenikmatan dirinya, lalu mengkambing-hitamkan orang Kristen sebagai pembakar kota besar itu. Segera sesudah itu, ia menangkapi dan menyiksa orang-orang percaya dengan menyalibkan mereka, membungkus mereka dengan kulit hewan dan melepaskan anjing-anjing pemburunya untuk menerkam mereka, dan dengan membakar mereka hidup-hidup sebagai obor manusia untuk menerangi permainan di tamannya. Aniaya dan penderitaan besar mengancam jemaat yang telah Paulus bangun dan peliharan dengan susah payah.

Dan yang kelima, Timotius, orang yang ia harapkan menjadi penggantinya dalam pemberitaan Injil, adalah seorang yang memiliki sifat penakut, disamping usianya yang relatif masih muda dan  fisiknya yang sering didera penyakit. Itulah sebabnya Paulus harus menuliskan surat untuk menasihati Timotius akan pentingnya keberanian di hadapan penderitaan demi Kristus.

Ketika maut sedang mengintip di ambang pintu dan masalah-masalah membebani, apa yang menjadi perhatian rasul Paulus? Biasanya, seseorang yang menjelang hukuman mati akan dikuasai keinginan-keinginan pribadi, misalnya ingin bertemu orang-orang yang disayangi, ingin menikmati makanan kesukaan, menuliskan wasiat pribadi, dan hal-hal lain yang sejenis. Atau mencari cara melarikan diri. Bagaimana dengan Paulus? Bila kita meneliti surat 2 Timotius, jelas cuma satu hal yang mengisi benaknya : Injil, harta yang indah itu, terus terpelihara dan diberitakan dari generasi ke generasi (2 Timotius 1:14; 2:2; 4:1-2).  Itulah sebabnya ia masih menyempatkan diri menulis surat 2 Timotius ini; ia mau Timotius bersedia dan berani memelihara dan meneruskan berita Injil.

Apa yang menyebabkan ia seperti itu?

Saya melihat salah satu penyebabnya, ialah apa yang nampak dari kata-katanya dalam ayat 9 pasal 2 dari surat 2 Timotius yang telah saya kutip di awal tadi, “…tetapi firman Allah tidak terbelenggu.¨ Di hati rasul tua itu membara satu tekad :  firman Allah tidak  boleh terbelenggu. Mulai dari saat ia rebah ke tanah di hadapan Kristus yang menampakkan diri padanya dalam perjalanan menuju Damsyik, hingga saat ia rebah ke tanah dan mati ketika pedang algojo romawi menebas lehernya, tekad itu terus menyala dengan kobaran yang kian besar. Sebagai hasilnya, firman Allah tetap terpelihara dan tersebar luas, tanpa terhentikan lewat pelayanannya. Dan ia tidak membiarkan penjara, hukuman mati, jemaat yang murtad, rasa sepi dan tiadanya rekan sepelayanan, musuh, Kaisar Nero yang sinting, ataupun kelemahan Timotius membelenggu firman Allah.

Teman-teman, saya melihat kita perlu memiliki tekad yang sama dengan rasul Paulus dalam BIBLE MOVEMENT di PMK-PMK kita saat ini.

BIBLE MOVEMENT, salah satu keunikan PMK, adalah suatu gerakan mempelajari, menaati dan mengajarkan Alkitab. Wujudnya bisa bermacam-macam: Penyelidikan Alkitab (PA) secara pribadi, studi Alkitab lewat eksposisi atau PA kelompok di persekutuan besar (Persekutuan Jumat, Retreat, pembinaan-pembinaan khusus, dan lain-lain.), studi alkitab dalam kelompok kecil (Kelompok Kecil, Kelompok Tumbuh Bersama, Kelompok PA, atau kelompok diskusi). Alkitab menjadi dasar dan petunjuk segala hal lainnya yang ada dalam PMK.

Saya beranggapan bahwa ketika kita berkata bahwa di PMK kita ada BIBLE MOVEMENT, maka seharusnya di PMK kita itu tampak ada suatu dinamika firman yang kuat dan berkesinambungan, atau kalau dalam kalimat rasul Paulus “firman Allah tidak terbelenggu¨, firman Tuhan dipelajari, diaplikasikan dalam hidup dan diajarkan dengan penuh kesungguhan, dari waktu ke waktu tanpa henti, baik secara pribadi, dalam kelompok besar maupun kelompok kecil. Generasi demi generasi di kampus-kampus kita menekuni, menaati dan membagikan firman Allah dengan segenap daya upaya yang ada. Dan tentunya, juga ada dinamika firman Allah yang kuat dalam hati dan pikiran masing-masing pribadi yang terlibat di dalamnya, sehingga terus bertumbuh mengenal Tuhan dan makin menyerupai Dia. Inilah BIBLE MOVEMENT yang sesungguhnya.

Di banyak kampus saat ini, saya melihat dinamika tersebut telah melemah, bahkan ada kampus yang bisa dibilang tidak ada lagi dinamika firman Allah di dalamnya. Ini terjadi karena banyak diantara kita, secara sadar atau tidak, telah membuat atau membiarkan firman Allah terbelenggu.

Sebagai pribadi, kita tidak atau kurang mencintai firman Tuhan. Ketidakmampuan kita menggali kebenaran firman. Kemalasan kita untuk membaca dan mempelajari firman. Begitu banyak hal yang harus kita kerjakan, termasuk banyak sekali kegiatan persekutuan dan pelayanan, sehingga ¡§tidak sempat¡¨ merenungkan ataupun firman Tuhan yang telah didapat, hingga akhirnya menguap atau tinggal sebagai pengetahuan saja.  Dan tidak memiliki kerinduan untuk membagikan kebenaran firman Tuhan yang telah kita nikmati.

Dalam acara-acara kelompok besar, kita tidak mengadakan atau tidak memberikan porsi yang cukup untuk ekposisi dan PA kelompok, karena lebih suka bentuk acara lainnya. Kalau pun ada, seringkali tidak dipersiapkan dengan baik. Ketika eksposisi atau PA kelompok diadakan, banyak yang tidak mengikutinya; atau mungkin ikut, tapi hati dan pikirannya tidak ikut, melanglang buana entah ke mana. Perhatian dan penghargaan terhadap pelayan-pelayan yang memimpin PA kelompok (PPA) atau membuat bahan PA kelompok (PBPA) kurang diberikan. Banyak fakta menunjukkan hal ini. Misalnya ketika persiapan PA kelompok untuk Persekutuan Jumat atau acara lainnya kurang beres, karena PPA tidak hadir atau tidak maksimal persiapan pribadinya, pengurus/panitia bersikap biasa-biasa saja, tetapi jika check-out MC dan pemusik tidak beres, pengurus/panitia pasti resah setengah mati dan bisa marah-marah. PPA dan PBPA tidak diberi apresiasi yang cukup dibanding dengan pengkotbah, MC atau pemusik, padahal pelayanan PPA dan PBPA langsung bersentuhan dengan pribadi-pribadi yang dilayani. Kita juga bisa melihat pada akhir suatu kamp atau retreat, para Pembicara, MC dan Pemusik diminta berdiri serta diberi berbagai macam apresiasi dan tepuk tangan yang gegap gempita, sedangkan PPA atau PBPA disebutkan namanya pun tidak. Kurangnya perhatian dan penghargaan tersebut pada akhirnya membuat PA kelompok tidak memberi hasil yang baik.

Bagaimana di kelompok kecil? Kuantitas dan kualitas PA dalam kelompok kecil terlihat menurun. Seringkali saya menjumpai Pemimpin KK yang tidak melakukan PA Pribadi dan hanya mengulang apa yang pernah ia dapatkan dalam KK-nya dulu, padahal sudah ikut training PA berkali-kali. Kalaupun PA Pribadi ketika persiapan untuk pimpim KK, itu dilakukan seadanya saja. Anggota KK juga tidak serius dalam persiapan atau pelaksanaan serta penerapan PA dalam KK-nya. Bahkan banyak juga yang berusaha melarikan diri supaya tidak usah pusing-pusing ber-PA. Ketika sudah menikmati kekayaan firman Tuhan lewat PA yang berkualitas, sedikit pula yang mau membagikan kepada orang lain di luar kelompok. Dan yang lebih menyedihkan lagi, tidak sedikit KK yang hanya mengisi pertemuan-pertemuannya dengan sharing ataupun sekedar bertemu dan bersenang-senang, dengan jalan-jalan dan makan-makan.

Selain itu, ada juga faktor-faktor eksternal, misalnya perkuliahan dan praktikum yang padat dan berat, aturan-aturan dari pihak kampus, godaan dari UKM atau kegiatan ekstrakurikuler lainnya, sikap negatif dari teman-teman non-Kristen, atau tentangan orang tua, yang menghambat BIBLE MOVEMENT, tetapi kita tidak cukup berjuang mengatasinya.

Itulah sejumlah hal yang saya lihat telah kita biarkan “membelenggu” firman Allah di kampus kita. Mungkin masih banyak hal lainnya yang bisa teman-teman tambahkan, jika mau mengevaluasi dengan jujur diri dan kampus kita.

Menyadari ini semua, bagaimanakah kita seharusnya bersikap?

Jelas kita semua harus berjuang agar hal-hal tersebut tidak lagi menghambat BIBLE MOVEMENT  di kampus-kampus kita. Jangan biarkan ada yang membelenggu firman Allah di  kampus-kampus kita. Jangan biarkan kondisi pribadi, kelompok besar, kelompok kecil ataupun faktor-faktor eksternal membelenggu firman Allah.

Lalu bagaimana caranya?

Mengenai detail bagaimana cara mengatasinya, harus kita pikirkan sesuai dengan apa yang memang sedang kita hadapi atau alami di  kampus kita masing-masing. Tetapi ada satu hal yang harus kita semua lakukan, yaitu yang sudah saya sebutkan di atas tadi, kita harus memiliki tekad yang sama seperti yang dimiliki rasul Paulus : firman Allah tidak boleh terbelenggu di kampus-kampus kita.  Tekad ini harus meresap dan membara dalam hati dan pikiran kita semua, sehingga mendorong kita semua berjuang dan terus berjuang sampai di kampus-kampus kita ada dinamika firman Allah yang kuat dan berkelanjutan. Ada BIBLE MOVEMENT  yang sesungguhnya di PMK-PMK kita. Dan tidak hanya di PMK-PMK kita, tetapi juga merambah ke luar, hingga banyak orang lain di luar PMK yang juga bisa mengalami dinamika firman Allah dalam diri mereka, menikmati segala kekayaannya dan mengenal Dia yang telah berfirman.

Oleh karena itu, teman-teman marilah kita berdoa dan berupaya untuk memiliki tekad itu. Mula-mula pada diri kita pribadi. Kemudian pada tiap-tiap pengurus, tiap-tiap pelayan, dan tiap-tiap jemaat di PMK-PMK kita. Dan tentunya, sesudah itu, kita harus berjuang bersama, mengatasi berbagai hal yang selama ini membelenggu firman Allah di kampus-kampus kita, sampai kita bisa berkata seperti rasul Paulus, “tetapi firman Allah tidak terbelenggu.”

BAGIKAN: