Justru Untuk Saat-saat Seperti Ini

”…Kita juga mestinya semuanya yang hadir  di sini sebagai pimpinan, sebagai penanggung  jawab, kita yang berada di sini ini bertanggung  jawab  kepada 260  juta  penduduk  Indonesia. Tolong  digarisbawahi,  dan perasaan  itu tolong kita sama. Ada sense of crisis yang sama…” Jokowi

Di bulan ini, bangsa kita akan kembali merayakan hari kemerdekaannya yang ke 75 tahun. Dalam menyambut HUT kemerdekaannya, bangsa kita menghadapi tantangan yang tidak biasa dan belum pernah dialami sebelumnya. Sejak 11 Maret 2020 hingga sampai sekarang, nyawa manusia terus berjatuhan. Bukan karena melawan penjajah. Bukan karena melawan pemberontakan atau perlawanan persenjataan lainnya. Melainkan karena pandemi virus Covid-19. Berdasarkan data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 tanggal 28 Juli 2020, korban yang meninggal telah mencapai 4,838. Tidak hanya nyawa yang berjatuhan, tetapi dampak Covid-19 di berbagai lini telah nyata merusak dan menghacurkan bidang-bidang kehidupan bangsa, di bidang ekonomi, kesehatan, keamanan, dan lainnya. Kutipan awal tulisan di atas merupakan kutipan dari pidato yang disampaikan oleh Presiden Jokowi kepada sidang kabinet paripurna di Istana Negara. Dalam keseluruhan pidatonya, Presiden begitu emosional menyampaikan pidatonya. Mengapa? Karena sense of crisis yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Sebagai bagian dari bangsa ini, bagamana kita sebagai keluarga besar Perkantas di komponen siswa, mahasiswa dan alumni memiliki sense of crisis dari apa yang sedang terjadi? Mari merefleksikan kondisi bangsa yang sedang terjadi saat ini dengan belajar dari Kitab Ester, yang merupakan satu kitab yang tidak ada satupun kata “Tuhan” tertulis di dalamnya. Namun, hal tersebut tidak membuat kitab ini kehilangan otoritas-Nya. Bahkan kitab ini justru sangat sentral menceritakan ancaman besar yang akan diterima umat Allah dan dunia karena peristiwa yang akan menggagalkan rencana agung Allah tentang keselamatan yang datang dari Israel. Bercermin dari kitab Ester, bagaimana sikap kita sebagai orang percaya? Mari membaca Ester 4:1-17.

Kondisi Bangsa Menuntut Tanggung Jawab Kita.

Dalam Ester 3:8-15 menceritakan Haman seorang yang telah dinaikkan serta kedudukannya ditetapkan di atas semua pembesar yang ada di hadapan raja. Ia mengajukan kepada raja Ahasyweros untuk memunahkan, membunuh dan membinasakan semua orang Yahudi dari yang muda sampai kepada yang tua, bahkan anak-anak dan perempuan-perempuan, serta merampas harta milik mereka. Hal itu menjadi sebuah undang-undang dalam kerajaan Ahasyweros yang merupakan bangsa yang berkuasa saat itu. Undang-undang yang telat diputuskan tersebut membuat Mordekhai sangat sedih dan berkabung (ayat 1). Bukan hanya karena menimpa diri dan keluarganya tetapi menyangkut keselamatan satu bangsa, yaitu bangsa Yahudi, bangsanya sendiri. Mordekhai mengekspresikan kedukaannya dengan datang ke pintu gerbang istana raja (ayat 2). Tidak hanya Mordekhai yang berkabung, juga seluruh orang Yahudi di tiap-tiap daerah setelah mendengar berita itu, meratap dan berpuasa atas undang-undang tersebut. Mungkin yang terpikir oleh mereka, yang terbaik yang dapat dilakukan merespon berita saat itu dengan berkabung dan berpuasa karena tidak bisa berbuat banyak untuk membatalkan undang-undang tersebut.

Akan tetapi Mordekhai sangat tahu peran penting Ester, sebagai ratu memiliki peran vital untuk menyelamatkan bangsa (ayat 14). Setelah Ester mengetahui dari Mordekhai tentang undang-undang yang dibuat oleh Haman, Ester tampak enggan untuk mengambil resiko untuk menghadap raja, oleh karena akan melawan undang-undang dan resikonya hukuman mati (Ayat 10-11). Apa yang membuat Ester akhirnya mengambil resiko dengan berani dan bertindak menghadap raja? Mordekhai mengatakan hal ini: “Jangan kira, karena engkau di dalam istana raja, hanya engkau yang akan terluput dari antara semua orang Yahudi. Sebab sekalipun engkau pada saat ini berdiam diri saja, bagi orang Yahudi akan timbul juga pertolongan dan kelepasan dari pihak lain, dan engkau dengan kaum keluargamu akan binasa. Siapa tahu, mungkin justru untuk saat yang seperti ini engkau beroleh kedudukan sebagai ratu.” (ayat 13-14).

Ester diingatkan oleh Mordekhai tentang posisinya sebagai ratu yang sangat vital perannya untuk menolong orang Yahudi dari undang-undang tersebut. Mordekhai dan orang Yahudi lainnya, sudah melakukan yang terbaik yang dapat mereka lakukan. Ester memiliki tanggung jawab lebih terhadap bangsanya karena statusnya sebagai ratu. Dia yang memiliki akses kepada raja. Dia yang dekat dengan orang-orang yang membuat  undang-undang. Sebagai orang Yahudi yang memiliki posisi tinggi, dia bertanggung jawab untuk melindungi bangsanya. Seperti kata Mordekhai “Siapa tahu, barangkali justru untuk saat-saat seperti ini engkau telah dipilih menjadi ratu!” (BIS Ester 4:14c).” Perkataan pak Jokowi di awal mirip seperti Mordekhai, “… Tolong  digarisbawahi,  dan perasaan itu tolong kita sama. Ada sense of crisis yang sama…”. Penghayatan akan peran vitalnya yang diingatkan Mordekhai membuat Ester berani dan bertindak sekalipun resikonya tinggi. Semakin banyak atau besar kapasitas peran yang dipercayakan kepada kita. Semakin besar tanggung jawab yang dituntut untuk kita lakukan. Ester pun dengan berani melangkah sekalipun resikonya besar (ayat 16). Akhirnya kita menyaksikan buah tindakan Ester, kisah selanjutnya menceritakan bagaimana melalui permohonannya, bangsa yang akan melahirkan Juru Selamat dapat lepas dari pembunuhan massal.

Bangsa kita menyambut HUT yang ke 75 tahun dan sedang dalam pergumulan yang nyata di saat-saat kondisi seperti ini. Sebagai orang percaya apa tanggung jawab yang bisa kita lakukan? Tanggung jawab yang kita lakukan dapat menyebabkan dua dampak besar. Pertama berdampak pada generasi kita saat ini dan kedua berdampak kepada generasi selanjutnya di masa yang akan datang. Mordekhai, Ester dan seluruh orang Yahudi lainnya pasti mengetahui dampak undang-undang itu di generasi mereka, tetapi juga tahu bahwa undang-undang tersebut akan berdampak bagi masa depan bangsanya. Tindakan mereka secara khusus Ester dan Mordekhai dipakai sebagai alat untuk menyelamatkan generasi mereka dan generasi masa depan. Saat ini, ketika kita mengerjakan tanggung jawab kita baik sebagai siswa dan mahasiswa dalam proses sebagai pelajar maupun Alumni dalam berbagai panggilan di bidang profesi tempat Tuhan telah memanggil kita. Mari kita mengerjakan tanggung jawab kita dengan maksimal yang berdampak pada generasi sekarang maupun yang akan berdampak pada generasi yang akan datang.

Dalam Kondisi Apapun, percaya kepada Allah Yang Berdaulat.

Sebelum Haman duduk dalam posisinya dan memiliki kekuasaan, Tuhan Allah sedang bekerja melawan rencana kejahatannya. Dalam Ester 1:12, sangat mengherankan ratu Wasti sangat berani menolak titah raja untuk datang ke pesta. Kejadian tersebut menjadi cikal bakal Ester menjadi ratu pengganti yang kelak posisinya berperan sebagai alat untuk menyelamatkan bangsa Yahudi. Tidak hanya itu, Ester 5:14 dinyatakan bahwa Haman sangat ingin membunuh Mordekhai dengan menyulakannya di sebuah tiang. Namun, di hari yang sama, dalam Ester 6:1 dikatakan bahwa “Pada malam itu juga raja tidak dapat tidur. Maka bertitahlah baginda membawa kitab pencatatan sejarah, lalu dibacakan di hadapan raja.” Sangat mengherankan kenapa raja malam itu tidak dapat tidur? Yang lebih mengherankan lagi adalah ketika raja tidak bisa tidur, dia justru malah membaca kitab pencatatan sejarah? Hal-hal yang tampak kebetulan tetapi seperti ada yang mengaturnya. Dan seperti kita ketahui, dari catatan yang dibaca, raja menemukan bahwa Mordekhai pernah berjasa dalam menyelamatkan raja, tetapi belum pernah di anugerahkan sesuatu pun (Ester 6:3-4). Keesokan harinya, Allah yang berdaulat sedang bekerja melalui raja yang tidak bisa tidur dan menemukan catatan sejarah yang menyebabkan Mordekhai yang seharusnya disulakan tetapi malah memperoleh kehormatan.

Sekalipun dalam kitab ini tidak ada kata “Tuhan” di dalamnya tetapi Allah sedang bekerja melawan setiap kejahatan, meskipun itu kejahatan yang sangat terencana. Allah berdaulat. Allah berkuasa. Kita cukup percaya kepada kedaulatan-Nya yang akan melindungi dan membela umatNya serta melawan kejahatan. Sesungguhnya kejahatan itu sudah terkalahkan.

Iblis yang tadinya berencana agar tiang yang dipancang menjadi alat yang dipakai untuk mengalahkan kebenaran. Namun yang terjadi justru sebaliknya, tiang pancang itu, Salib digenapi oleh kebangkitan Yesus dari antara orang mati, menjadi alat kemenangan Allah yang sempurna atas kejahatan dan dosa. Kita yang percaya kepada-Nya telah menang atas kejahatan. Kita dipihak Allah yang berperang melawan dosa dan kejahatan apapun di dunia ini.

Menyambut hari kemerdekaan bangsa kita yang ke 75 tahun, mari sebagai siswa, mahasiswa, dan alumni, kita mengerjakan dan melakukan tanggung jawab kita dengan terus berserah dan percaya kepada Allah yang berdaulat dalam keadaan apapun yang sedang terjadi. Jika kita hanya berfokus kepada mengerjakan tanggung jawab kita tanpa percaya kepada kedaulatan Allah, maka di saat-saat kesulitan dan berat, kita akan kehilangan harapan dan memungkinkan kita berhenti. Juga jika kita hanya fokus kepada kedaulatan Allah tanpa mengerjakan tanggung jawab kita. Itu menunjukan iman kita yang mati kepada Allah yang kita percayai. Biarlah keduanya kita lakukan, secara khusus dalam kapasitas panggilan yang Tuhan nyatakan terhadap kita bagi bangsa Indonesia.

BAGIKAN: