Adakah Satu Jalan Terpendek?

Dinamika zaman yang sangat menekankan kecepatan dan efisiensi waktu kita kenal melalui berbagai aplikasi yang menolong masyarakat dalam mencari rute terpendek dan efisien baik dalam waktu dan biaya sehingga dapat mengoptimalkan produktivitas kehidupan manusia. Berbagai macam aplikasi itu merupakan penerapan dari ilmu matematika, yaitu Matematika Diskrit yang mengkaji elemen- elemen himpunan bilangan bulat yang tidak saling berkesinambungan. Teori graf adalah bagian ilmu matematika diskrit yang dikembangkan untuk menentukan model-model terstruktur dalam berbagai situasi riil kehidupan tersebut. Lalu, model algoritma Dijkstra yang dikembangkan pada tahun 1959 oleh Edsger Wybe Dijkstra, ilmuwan komputer berkebangsaan Belanda, merupakan salah satu model algoritma populer dalam pemecahan persoalan terkait masalah optimasi pencarian lintasan terpendek. Dari penerapan ilmu matematika ini manusia dibentuk untuk berfikir secara sistematis dan menekankan optimalisasi yang efisien.

Namun, pemikiran manusia yang ingin mencari jalan yang mudah dan tidak perlu repot serta disukai oleh banyak orang sudah ada di dalam natur manusia yang berdosa ini. Kesulitan, penderitaan, sakit, atau ketidakpastian ingin dihindari manusia secara intensional. Jikalau ada yang mudah mengapa harus mencari yang sulit? Seperti pengajaran Tuhan Yesus di bukit mengenai dua jalan (Matius 7:13-14), ada jalan yang luas, yang populer sehingga banyak orang yang masuk melalui pintunya yang lebar. Dan ada satu jalan yang sempit serta sulit diikuti, sehingga hanya sedikit orang yang menemukan jalan itu.

Konteks bacaan Yohanes 14:1-14 bukanlah mengenai orang-orang yang belum mengenal Yesus sebagai Kristus atau Mesias, melainkan pada permasalahan alternatif ‘rute terpendek’ yang mereka harapkan dapat Yesus berikan kepada mereka. Yesus selalu saja menampilkan suatu sikap yang di luar ekspektasi para murid, sikap yang terbalik dari harapan orang banyak, bahkan menjungkirbalikan tradisi yang sudah lama mendarah daging dalam budaya Yahudi. Kekristenan mempercayai bahwa di dunia ini, bawah kolong langit ini, jalan keselamatan hanya ada 1 jalan saja, yaitu melalui iman kepada Yesus Kristus yang telah menggantikan manusia untuk mati karena dosa dan menyatakan kemenangan atas maut dengan bangkit dari kematian (baca: Kisah Para Rasul 4:12).

Persoalan bagi murid adalah mengapa Yesus memilih jalan penderitaan, jalan yang dipandang sebagai ‘rute’ terjauh dan mengeluarkan biaya yang mahal yaitu nyawa-Nya. Dalam Yohanes 13:36 Yesus menegur Petrus (yang juga sebenarnya murid lainnya) bahwa jalan yang Ia tempuh saat itu tidak akan dipahami mereka, tetapi suatu saat mereka akan memahaminya. Bahwa Tomas pun mengatakan ketidakyakinannya akan jalan yang Yesus tawarkan itu (Yohanes 14:4). Para murid gelisah, karena Yesus harus berpisah dengan mereka sedangkan mereka mengharapkan Yesus menjadi Mesias, yang adalah Raja keturunan Daud yang dinubuatkan, yang telah lama dinantikan untuk membebaskan mereka dari Kerajaan Romawi, dan mengembalikan kejayaan kerajaan Daud. Bukan mengikuti Yesus yang malah pergi ke Yerusalem, menyerahkan diri dan menanggung banyak peneritaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala, dan ahli-ahli Taurat, hingga pada akhirnya mati. Para murid kecewa dengan rutenya Tuhan Yesus, karena tidak logis, tidak sistematis, dan malah miris!

Reaksi para murid waktu itu adalah sebenarnya reaksi kita, orang-orang percaya, para murid Tuhan Yesus zaman ini. Kita memakai ‘algoritma Dijkstra’ religius, untuk memilih rute terpendek, optimal, dan efisien, yang sudah tentu akan menyenangkan kita dengan dalih pastinya akan menyenangkan hati Tuhan. Kita percaya pada Tuhan Yesus sebagai satu-satunya jalan keselamatan, satu-satunya kebenaran sejati, dan satu-satunya pemberi hidup kekal, tetapi tidak percaya rute yang ditempuh oleh Tuhan Yesus, tidak percaya akan tindakan dari rencana kekal dari Allah Bapa. Kedua murid yang lain, Filipus dan Yudas yang bukan Iskariot, (Yohanes 14:8 dan 22) menyingkapkan bahwa selama ini para murid belum sepenuhnya mengenal Yesus dan Bapa, belum mempercayai janji Bapa dan Yesus kepada mereka, juga kepada kita.

Kita seringkali kecewa pada Tuhan karena apa yang telah kita gumulkan atau mohonkan kepada- Nya tidak dijawab Tuhan. Tidak sesuai dengan ekpektasi kita, tidak seperti yang Tuhan telah janjikan (berdasarkan pengertian kita sendiri), bahkan sepertinya semakin kita rasakan sulit menjalaninya. Meminta teman hidup sudah sekian lama, tetapi masih saja kronis menjomblo, karir stagnan, gaji tidak naik, penyakit dalam tubuh tidak kunjung sembuh, kebutuhan hidup semakin bertambah, dan lain sebagainya. Sepertinya benar bahwa mengikuti jalan Tuhan itu sempit dan tidak popular dan pada akhirnya kita mencari alternatif lain yang lebih menguntungkan kita, lebih populer, dan bahkan ternyata bertentangan dengan kehendak dan ajaran Tuhan. Sebelum lebih lanjut, saya mengatakan sekali lagi bahwa konteks nats ini adalah perkataan Tuhan Yesus bagi para murid, bukan mereka yang menolak Yesus. Keselamatan dan hidup kekal sudah orang percaya peroleh dari Allah. Saat menjalani keselamatan di dunia kita mengalami pergumulan, kegelisahan, kekecewaan, dan keraguan. Keselamatan dalam Kristus Yesus tetap kekal.

Lalu bagaimana kita harus memperbaiki sikap yang salah itu? Seperti yang Tuhan Yesus katakan: Jangan gelisah hati kita, percaya — yang berarti sepenuhnya berserah – pada Allah dan kepada Yesus (Yohanes 14:1). Memang selama kita tinggal di dalam dunia yang berdosa dan di dalam tubuh dengan natur keberdosaan ini, kita mengalami kekuatiran, kegelisahan, ketidaktenangan hati. Perkataan ini bukan berarti tidak boleh gelisah, justru saat itu para murid sudah dalam keadaan gelisah. Jadi perkataan jangan itu berarti, berhentilah. Berhentilah gelisah, jangan larut dalam kegundahan hati yang kuatir. Tenangkanlah hati. Lalu kembalilah memandang Allah dan menyerahkan diri kita sepenuhnya (percaya) kepada-Nya.

Kedua; lalukanlah dengan setia pekerjaan yang Tuhan Yesus lakukan (Yohanes 14:12). Kita beriman dengan sepenuhnya percaya kepada Yesus Kristus, berarti juga kita melakukan perbuatan pekerjaan yang diteladani dan diperintahkan Tuhan Yesus bagi kita (baca juga 1 Yohanes 2:6). Orang percaya adalah ciptaan baru di dalam Kristus Yesus. Kita dibentuk oleh Allah, menjadi berbeda dengan dunia, yaitu gambar-rupa Kristus, bukan serupa dunia. Diberi perintah untuk melakukan pekerjaan baik yang sudah Allah sediakan (Efesus 2:10). Setialah dalam panggilan Allah pada kita, yang adalah murid, dengan mengasihi Allah dan mengasihi saudara seiman serta manusia lainnya. Menjalankan mandat budaya dan mandat Injil dengan giat, bagi kemuliaan Allah dan bagi kerajaan-Nya di bumi ini. Jelas ini tidak mudah dan penuh dengan kesesakan atau penderitaan. Namun, justru melalui jalan penderitaan ini kita akan semakin serupa dengan Kristus (Galatia 4:19; Filipi 3:10).

Ketiga; yakinlah bahwa ada Roh Kudus, Sang Penolong, Sang Penasihat, Parakletos, Yohanes 14:16, 26) yang telah diutus Bapa dan Yesus, menyertai kita, yang memimpin kita ke dalam kebenaran (Yohanes 16:13), menginsafkan dunia akan dosa, akan kebenaran, dan akan penghakiman (Yohanes 16:8). Roh Kebenaran akan menyertai kita di jalan ini. Kita tidak ditinggal sendirian. Providensia-Nya selalu nyata dalam hidup para murid Kristus di dalam dunia yang terkutuk ini.

Jadi jelaslah, tidak ada jalan yang lebih dekat dan mudah, sesuai dengan yang kita pikirkan dan yang dunia tawarkan. Yesuslah satu- satunya jalan itu yang menyatakan satu-satu kebenaran yang sejati, yang memimpin kepada hidup yang kekal.

BAGIKAN: