The True Offering

Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. (Roma 12:1 TB)

Ayat ini terkenal sekali. Di satu gereja, nats ini menjadi pengantar tetap sebelum mengumpulkan persembahan. Semoga saja liturgos membacanya tidak sambil lalu, pun jemaat yang kerap mendengarnya. Sebab ayat indah ini bukan bicara sedangkal “kolekte” (persembahan uang), tetapi penyerahan seluruh hidup, totalitas tanpa batas. Tepat bila Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) memberikan judul perikop Persembahan yang Benar.

Seperti surat Paulus yang lain, sang Rasul selalu membagi suratnya menjadi 2 bagian: doctrinal dan practical. Pengajaran yang benar diikuti laku hidup yang senada. Dalam surat Roma, Paulus menyampaikan doktrin padatnya dalam 11 pasal pertama, dan 5 pasal berikutnya tentang nasihat hidup praktis. Roma 12:1 bagai engsel pembuka bagi kesaksian hidup Kristen di 5 pasal yang mengikutinya. Tidak mungkin orang Kristen bisa hidup benar dalam persekutuan (ps.12), masyarakat dan negara (ps.13), gereja (ps.14-15), misi (ps.16), tanpa didahului penyerahan hidup yang total untuk Tuhan.

Kebenaran ini mendorong Paulus menasihati (BIS: minta dengan sangat, NIV: urge, NLT: plead, NET: exhort) jemaat untuk mempersembahkan (Yunani: paristēmi: mengabdikan) hidup kepada Allah. Paling tidak, ada 2 alasan yang mendasari Paulus mendesak jemaat ketika ia menggunakan konjungsi “karena itu” di awal ayat. Rujukan pertama tepat 1 ayat di atasnya. Paulus menutup sesi doktrinnya dengan pujian megah dan pengakuan gagah: “Sebab, segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia. Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!” (11:36). Secara gamblang, segalanya milik Tuhan. Apa yang kita labeli milik kita, sesungguhnya milik-Nya, sehingga pantas kita gunakan untuk-Nya dan bertanggung jawab pada-Nya. Manajemen hidup Kristen bukan tentang ownership tapi stewardship, kita tak lebih dari penatalayan tiap berkat yang dianugerahkan Tuhan. Kedua, urgensi ini merujuk ke alasan fundamental: “demi kemurahan Allah” (BIS: karena Allah sangat baik kepada kita, NLT: because of all he has done, NIV: in view of God’s mercy [dalam Bahasa Yunani dalam bentuk jamak: mercies]) adalah risalah dari pengajaran keselamatan 11 pasal awal, yang dapat disimpulkan: “kita yang harusnya mati karena dosa kita, tetapi Kristus yang mati supaya kita hidup”, tak ada cara hidup yang lebih berkenan selain sikap berterima kasih, mempersembahkan segala-galanya dalam hidup kita untuk Tuhan yang telah menebus kita. Satu catatan menyebutkan struktur bahasa Yunani di ayat ini adalah present, aktif, indikatif. Artinya, desakan ini penting dilakukan sekarang, terus menerus, sebagai cara hidup yang aktif dan nyata disaksikan. Amanat ini tidak dilihat dalam kacamata tuntutan tetapi kasih. Bagaimana mungkin kita tidak memberikan segala-galanya untuk Allah yang telah memberikan segala-galanya untuk kita?

Kata “tubuh” dalam ayat ini berarti seluruh hidup, diri dan daya kita (Matthew Henry Bible Commentary: all we are, all we have, all we can do). Paulus menggunakan kata “tubuh” sesuai latar belakang Yahudi yang memandang tubuh sebagai perwakilan seluruh hidup manusia (tubuh [ay.1] aspek jasmaniah dan akal budi [ay. 2] aspek batiniah). Ini mengingatkan kita tentang Hukum Terutama yang pernah Yesus ajarkan: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu” (Mat. 22:37-40). Tidak ada dikotomi dalam kehidupan Kristen yang tidak untuk Allah: Senin sampai Jumat buat kantor, Sabtu dan Minggu buat Allah; 10% uang untuk Allah, 90% untuk hidup. Sepatutnya 24/7 hidup kita adalah milik Tuhan, 100% harta kita punya-Nya (Mzm. 24:1). Mempersembahkan hidup bukan soal hitung-hitungan kepemilikan, tetapi spirit pengabdian penuh. Jumlah dan bentuknya bisa beda-beda. Janda miskin memberikan 2 pesernya (Mrk. 12:41-44), Maria memberikan minyak narwastunya (Yoh. 12:1-8), anak kecil memberikan bekal makan siangnya 5 roti 2 ikan (Yoh. 6:1-14), semuanya berkenan kepada Tuhan karena inilah “segala-galanya” versi mereka. Kita bisa buat versi kita masing-masing, ada orang yang mengabdikan hidupnya menjadi pelayan Tuhan penuh waktu; ada birokrat Kristen yang menghabiskan hati pikirannya melayani publik dan membuat peraturan demi kesejahteraan rakyat; ada praktisi hukum Kristen yang berjuang mati-matian demi tegaknya keadilan, kebenaran; ada pengusaha Kristen yang memberikan sebanyak-banyaknya harta demi misi pekerjaan Tuhan; ada guru Kristen yang membagikan hidupnya demi pendidikan dan karakter generasi masa depan; ada siswa dan mahasiswa Kristen yang belajar sungguh-sungguh demi mempersiapkan diri jadi pemimpin yang berkualitas, juga belajar menyisihkan uang sebagai bentuk disiplin persembahan pada Tuhan. Daftar ini dapat terus diperpanjang sesuai panggilan Tuhan dalam hidup kita masing-masing. Sedih bin miris, kala kita mengingat cerita berhala di Perjanjian Lama, ada orang bahkan bangsa yang rela hati mempersembahkan seluruh harta, emas dan perhiasannya sebagai persembahan pada allah yang salah, patung tuangan. Sedang kita yang mengaku punya Allah yang maha benar namun masih hitung-hitungan seribu dua ribu dalam membaktikan hidup.

Kalau dulu umat memberikan kurban persembahan yang mati, kini Tuhan menanti persembahan hidup kita selagi hidup. Hidup dalam arti yang sesungguhnya, sebagaimana berkali-kali diulang Paulus dalam surat Roma: bukan hanya bicara masih bernyawa, tetapi hidup yang dihidupi di dalam Kristus, mati bagi dosa. Inilah yang membuat persembahan kita dikatakan kudus (Ibrani: qadosy: terpisah, tidak tercemar [ay.2]) dan berkenan kepada Allah. Standar penyembahan ini yang disebut Paulus di akhir kalimat sebagai ibadahmu yang sejati (BIS: seharusnya demikian, NIV: true and proper worship, NLT: truly the way to worship him, NET: reasonable service, Yunani: logiken latreia: ibadah yang logis). Memang begitu sepantasnya, sewajarnya. Kemurahan hati Allah kita balas dengan kemurahan hati mempersembahkan habis-habisan bagi-Nya dengan cara-Nya, sehingga hidup kita menjadi bau harum yang menyenangkan-Nya. Dan menyenangkan Allah harusnya menjadi hal yang paling menyenangkan bagi kita.

BAGIKAN: