Selama Hayat Masih Dikandung Badan

”But God, being rich inmercy, because of His great love with which He loved us, even when we were dead in our transgressions, made us alive together with Christ—by grace you have been saved— … so that in the ages to come He might show the surpassing riches of His grace in kindness toward us in Christ Jesus… For we are His workmanship, created in Christ Jesus for good works, which God prepared beforehand so that we should walkin them.” (Ephesians 2:4-5, 7,10)

Satu Hal yang Patut Kita Pikirkan

Saudaraku, ketika menuliskan renungan ini, saya sedang berada di Meulaboh, Aceh, mengunjungi isteri saya yang sedang bekerja pada sebuah LSM di kota yang porak poranda diterpa tsunami penghujung tahun 2004 yang lalu. Ini untuk yang ketiga kalinya saya kembali mengunjungi kota ini. Selain kembali menyaksikan puing-puing kehancuran, saya kembali mendengarkan tentang kisah-kisah kematian yang mengenaskan ketika tsunami terjadi di kota ini; satu-satunya hidup yang dimiliki oleh begitu banyak orang di kota ini, terenggut dalam sekejap mata. Melihat dan mendengarkan itu semua dalam masa mempersiapkan peringatan dan perayaan kematian serta kebangkitan Kristus, membuat satu pertanyaan muncul dibenak saya. Lewat tulisan ini, saya mengajak saudara untuk juga memikirkannya: “Apa yang telah dan sedang engkau lakukan dengan satu-satunya hidup yang telah Allah karuniakan padamu?”

Hidup Kita Dulu: Mati, Diperhamba dan Obyek Murka Allah

Efesus 2:1-10 menunjukkan kepada kita bahwa pertanyaan di atas penting sekali kita pikirkan. Mengapa? Karena keadaan hidup kita dahulu di luar Kristus adalah mati, karena pelanggaran- pelanggaran dan dosa-dosa yang telah diperbuat (2:1). Semua manusia telah mati, tidak ada yang terkecuali. Perhatikan bahwa di ayat 2 dan 3 Paulus menggunakan kata “kamu” dan “kami”, yang menunjukkan bahwa baik orang non-Yahudi maupun orang Yahudi, semuanya telah mati.

Dan bukan hanya mati, tetapi semua manusia juga mengalami dua hal buruk yang sangat mengenaskan. Yang pertama adalah diperhamba oleh sistem dan nilai-nilai duniawi yang melawan Allah, oleh iblis dan pengikutnya, serta oleh hawa nafsu daging dan pikiran jahat (2:2-3a). Dan yang kedua, semua manusia adalah obyek dari murka Allah karena menjalani hidup yang penuh dosa (2:3b, yunani: emetha tekna phusei orges dengan arti harfiah: were by nature children of wrath).

Demikianlah kondisi kita manusia: mati, diperhamba dan obyek murka Allah. Sebagai konsekuensi dosa-dosa kita, kita ”mati” terhadap kehidupan rohani atau hal-hal yang sifatnya rohani. Keadaannya sama seperti mayat atau jasad orang mati terhadap obyek-obyek disekitarnya.

Mayat tidak peka atau tidak dapat bereaksi terhadap apapun. Ia tidak dapat melihat, mendengar ataupun merasakan sesuatu. Suara seorang sahabat, bunyi musik bahkan alarm sekalipun, tidak dapat membangunkannya. Sekalipun ratusan bunga mawar dan melati menebarkan keharuman di sekelilinginya, mayat itu tidak bisa membauinya. Meskipun dunia disekitarnya sibuk beraktifitas, mayat itu tidak akan terpengaruh dan tetap terbujur kaku. Mayat itu tidak bisa melihat keindahan alam sekitarnya; tidak bisa mendengarkan suara sahabatnya; tidak bisa memandang surya dan bintang-bintang yang bersinar terang; dan tak terpengaruh oleh sungai yang mengalir deras atau pun laut yang bergelora.

Demikian halnya seorang berdosa dalam kaitannya dengan dunia rohani dan kekekalan. Tak satu pun keindahan dalam hidup kerohanian yang bisa ia lihat. Ia tidak bisa mendengarkan panggilan Allah. Ia tidak bergeming oleh kasih dan pengorbanan Sang Juruselamat. Dan ia sama sekali tidak memiliki ketertarikan terhadap kekekalan. Sama seperti mayat yang tidak punya kepedulian atau pun tidak melihat keindahan dalam hal-hal yang ada disekelilingnya.

Itulah fakta sesungguhnya akan kondisi kita manusia berdosa. Memang masih ada kehidupan, energi dan aktifitas.Ada pula rencana-rencana dan proyek- proyek besar, dan kita sangat aktif mengerjakannya. Akan tetapi dalam kaitannya dengan kerohanian, semuanya mati. Orang berdosa tidak dapat melihat keindahan di dalamnya. Tidak ada satu pun kuasa manusia yang dapat membangunkannya untuk meresponi Allah, sama seperti tidak ada satu pun kuasa manusia yang dapat menghidupkan kembali mayat orang yang sudah mati. Maka dibutuhkan satu kuasa untuk mengubahkan orang berdosa. Kuasa yang mampu membangkitkan orang mati dan kuasa itu hanya dimiliki oleh Allah yang maha kuasa.

Kasih Karunia Allah yang Besar: Memberi Kita Hidup Baru

Syukurlah, Allah yang maha kuasa itu bertindak. Kita yang dalam kondisi mati, diperhamba dan obyek murka Allah, dihidupkan kembali bersama- sama dengan Kristus (2:4-5). Secara khusus, perlu sekali kita memperhatikan mengapa Allah bertindak demikian. Paulus menuliskan bahwa Allah, yang kaya akan belas kasihan (bukan sekedar berbelas kasihan), karena kasih-Nya yang besar kepada kita, telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus. Jadi bukan karena sesuatu yang ada pada diri kita—karena yang ada pada diri kita hanyalah pelanggaran dan dosa yang mendatangkan murka Allah. Juga bukan karena sesuatu yang telah kita perbuat—karena kita adalah ”mayat” yang tidak dapat memberi respon sedikit pun kepada Allah.

Di ayat 8 dan 9, Paulus mempertegas hal tersebut dengan berkata, ”For by grace you have been saved through faith; and that not of yourselvelves, it is the gift of God; not as a result of works, so that no one may boast.” Lewat kalimat ini Paulus menegaskan bahwa keselamatan yang telah kita terima dalam Kristus Yesus itu tidak bersumber dari diri kita manusia, tetapi dari Allah. Itu adalah pemberian Allah dan bukan hasil usaha-usaha kita.

Jadi jelas, kalau sekarang kita telah memperoleh hidup baru, itu adalah anugerah besar dari Allah. Anugerah besar yang Ia berikan dengan memberikan Anak Tunggal-Nya, untuk mati menggantikan kita dan bangkit bagi kita. Suatu kematian yang penuh sengsara dan hina, serta suatu kebangkitan yang penuh kemenangan dan mulia. Itulah yang akan kita peringati dalam perayaan-perayaan Paskah di sekolah dan kampus pada bulan April ini.

Hidup Kita Sekarang: Hidup Sesuai dengan Tujuan-Nya

Dalam memperingati kematian dan kebangkitan Kristus itu, penting sekali bagi kita untuk memikirkan pertanyaan yang saya ajukan di awal tulisan ini, “Apa yang telah dan sedang engkau lakukan dengan satu-satunya hidup yang telah Allah karuniakan padamu?”

Ini penting sekali kita pikirkan sebab Allah mengaruniakan hidup baru itu kepada kita bukanlah tanpa tujuan. Ada tujuan-tujuan yang telah Allah tetapkan untuk kita capai dalam hidup yang telah dianugerahkannya kepada kita.

Yang pertama dituliskan dalam ayat 7, ”so that in the ages to come He might show the surpassing riches of His grace in kindness toward us in Christ Jesus.” (NAU). Jadi, hidup baru itu diberikan agar pada masa-masa sesudah pemberian anugerah itu kepada kita, Allah dapat mempertontonkan kepada dunia akan kekayaan yang tak terukur dari anugerah yang telah Ia berikan karena kasih-Nya bagi kita dalam Kristus. Dengan demikian, hidup yang kita jalani sebagai orang-orang yang telah menerima anugerah-Nya itu, haruslah dengan jelas mendemonstrasikan kasih karunia Allah yang besar itu. Nah, saudaraku, apakah hidupmu telah kau pakai untuk mempertontonkan kasih karunia Allah yang besar itu? Dapatkah orang-orang disekitarmu menyaksikan kasih karunia Allah yang besar itu lewat tingkah lakumu?

Tujuan yang kedua dituliskan dalam ayat 10,”For we are His workmanship, created in Christ Jesus for good works, which God prepared beforehand so that we should walk in them.” (NAU) Ayat ini menunjukkan tujuan Allah menjadikan kita ciptaan baru di dalam Kristus Yesus. Tujuannya disebutkan sebagai “good works”, pekerjaan-pekerjaan baik. Berdasarkan Efesus 1:4, 5, 6 dan 12, itu menunjuk pada hidup kudus yang harus kita jalani untuk mendatangkan hormat dan kemuliaan bagi Allah. Lalu disebutkan bahwa “good works” itu “God prepared beforehand” (telah dipersiapkan Allah sebelumnya). Dalam bahasa aslinya, frase ini mengandung ide bahwa Allah telah menetapkan terlebih dahulu dalam kekekalan guna memastikan bahwa tujuan itu dapat tercapai. Dan juga dipakai kata “walk in them”, berjalan di dalamnya. Kata ”walk” itu dalam Alkitab biasa dipakai untuk menunjukkan jalan hidup yang harus ditempuh. Jadi dikatakan dalam ayat tersebut bahwa Allah telah menetapkan kita yang dianugerahinya hidup baru dalam Kristus Yesus untuk menjalani ”good works” itu seumur hidup kita. Selama hayat masih dikandung badan—bukan hanya sesekali, bukan hanya jika lagi kepingin atau lagi sempat. Allah menghendaki kita menempuh jalan hidup yang kudus dan mendatangkan hormat dan kemuliaan bagi-Nya. Nah, saudaraku, apakah hidupmu telah kau pakai untuk melakukan ”good works” itu guna mendatangkan hormat dan kemuliaan bagi Allah?

Kiranya di kala memperingati kematian Kristus dan merayakan kebangkitan-Nya, saudara dapat sungguh-sungguh memikirkan pertanyaan-pertanyaan tersebut serta mengambil tindakan yang tepat. Dan pada akhir hidupmu, jawaban yang dapat engkau berikan adalah ”Ya, satu- satunya hidup yang telah Allah karuniakan bagi ku ini telah kupakai untuk mempertontonkan kasih karunia-Nya yang besar itu kepada dunia, dan telah kupakai untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan baik yang Allah telah tetapkan untuk kujalani selama hayat masih di kandung badan.”

Kiranya Allah, yang kaya akan belas kasihan dan yang mengasihi kita dengan kasih-Nya yang besar itu memampukan kita semua.Selamat memperingati serta merayakan kematian dan kebangkitan Kristus.

BAGIKAN: