Kebaktian Kebangunan Rohani di Danau Tiberias “Itu Tuhan”

Kedalaman Kejatuhan Simon Petrus

Ada kalimat yang berbunyi: “You may lose a battle but don’t lose the war”. Bila Simon Petrus hidup pada zaman ini, dia pasti terhibur dengan nasihat ini. Nasihat yang sangat jujur tapi sangat memberi harapan karena Petrus telah gagal total dalam satu momen yang sangat krusial yaitu momen penderitaan Kristus. Petrus menyangkal tiga kali. Kokokan ayam dan tatapan Yesus menyadarkan Petrus bahwa ia telah gagal untuk setia kepada Tuhan dan dia menangis tersedu-sedu. (Luk. 22:60-62). Bayangkan Petrus pernah berkata: “Tuhan, aku bersedia masuk penjara dan mati bersama-sama dengan Engkau!” (Luk. 22:33). Dia yakin dia bisa setia sampai mati, tapi kenyataannya tidak. Petrus jatuh sangat dalam di titik di mana dia merasa paling kuat. Saya pikir tangisan sedu sedan Petrus punya banyak makna dan yang paling berat adalah rasa penyesalan dan kehancuran kepercayaan diri Petrus. Petrus sudah jatuh berkeping- keping. Hanya oleh kekuatan anugerah saja Petrus tidak bunuh diri seperti Yudas. Tuhan Yesus sebelum penyangkalan itu terjadi telah berkata: “Simon, Simon, lihat, Iblis telah menuntut untuk menampi kamu seperti gandum, tetapi aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu”. (Luk. 22:31,32). Perhatikan doa Tuhan Yesus. Yesus bukan berdoa supaya Simon tidak jatuh tapi berdoa supaya iman Simon tidak gugur. Kita tidak bisa mengerti sepenuhnya hikmat Tuhan, tapi bisakah kita mengartikan bahwa Tuhan mengizinkan, walaupun sangat menyakitkan, kegagalan Petrus untuk setia kepada Tuhan adalah supaya Petrus sadar akan kerapuhan tekadnya. Sekalipun Simon bertekad dengan tulus, tapi tekad manusiawi tidak cukup kuat untuk menghadapi tekanan Iblis dan dunia. Diri Petrus sudah hancur berkeping-keping. Yang tersisa hanyalah iman. Iman yang betul-betul hanya iman tanpa konfirmasi apapun. Bayangkan bila ada seorang pejabat Kristen kedapatan selingkuh dan korupsi. Kemudian kehilangan jabatan, ditinggalkan istri dan anak-anaknya. Jatuh miskin. Bisakah dia bangkit kembali? Atau bayangkan analogi fisik seperti ini: Seorang terjatuh ke dalam sumur, luka-luka dan patah tulangnya, mungkinkah dia keluar sendiri dari sumur itu? Sesungguhnya saat itu, Petrus telah jatuh sangat dalam, hanya sepercik iman yang membuatnya tetap bisa bertahan.

Kehebatan Kuasa Kebangkitan Yesus

Kisah kemuridan dan kerasulan Petrus bisa saja berakhir di pagi itu. Petrus menjadi orang yang “biasa-biasa” saja. Tapi bukanlah visi Tuhan Yesus bahwa Simon Petrus hanya bertahan hidup bersama komunitas sesama nelayan tapi kehendak Tuhan adalah Petrus betul-betul kembali bangkit untuk menjadi rasul, prajurit yang siap berperang dan mati bagi Kristus. Analogi untuk masa kini, kita bayangkan seorang staf Perkantas atau mahasiswa seminari Teologia kedapatan jatuh dalam dosa moral atau seorang calon pendeta didapati melakukan tidak senonoh. Habis “karier” mereka. Adakah harapan bagi mereka untuk bangkit dan kembali melayani Tuhan?

Dalam narasi perjumpaan Simon dengan Tuhan Yesus di Yohanes 21 kita membaca bagaimana Tuhan yang bangkit menyatakan diri secara khusus kepada Simon Petrus. Waktu itu Simon Petrus mengajak Thomas, Yohanes, Yakobus dan dua murid lain pergi menjala ikan. Mirip seperti peristiwa ketika mereka dipanggil Tuhan untuk menjala manusia (Luk. 5:1-11), semalam-malaman mereka tidak dapat apa-apa. Tapi kemudian atas perintah Yesus, ketika hari mulai siang mereka menebarkan jala lagi. Kali ini mereka mendapat banyak sekali ikan besar sejumlah 153 ekor. Mungkin saat itu para murid dan khususnya Simon Petrus merasakan sesuatu yang ajaib sedang terjadi. Tapi murid yang dikasihi Yesuslah yang pertama kali menyadari apa yang sedang terjadi. Tuhan yang bangkit menyatakan diri dan kuasaNya. Dalam kepekaannya Yohanes tahu untuk siapa keajaiban ini. Injil Yohanes menulis: “Maka murid yang dikasihi Yesus itu berkata kepada Petrus: “Itu Tuhan.” Ketika Petrus mendengar bahwa itu adalah Tuhan, maka ia mengenakan pakaiannya sebab ia tidak berpakaian, lalu terjun kedalam danau”. (Yoh. 21:7). Sebetulnya apa yang terjadi ketika Tuhan yang bangkit menyatakan diriNya kepada murid-murid? Dalam terang 1 Korintus 15:8-10, kita mengerti bahwa melihat dan mengenal Tuhan Yesus yang bangkit adalah mengalami anugerah keselamatan yang sangat besar. Paulus berkata: “Dan yang paling akhir dari semuanya Ia menampakkan diri juga kepadaku, sama seperti kepada anak yang lahir sebelum waktunya. Karena aku adalah yang paling hina dari semua rasul, sebab aku telah menganiaya Jemaat Allah. Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku.” Bila kuasa dosa mau menarik kita ke bawah, maka kuasa kebangkitan Kristus menarik kita dan memampukan kita hidup bagi Allah. “Sebab kematian-Nya adalah kematian terhadap dosa, satu kali dan untuk selama-lamanya, dan kehidupan-Nya adalah kehidupan bagi Allah. Demikianlah hendaknya kamu memandangnya: bahwa kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus.” (Rm. 6: 10-11). Perjumpaan Simon Petrus dengan Kristus yang bangkit adalah pengalaman anugerah kuasa kebangkitan yang hebat. Seperti Kleopas dan temannya yang hatinya berkobar-kobar ketika berjumpa dengan Yesus yang bangkit. (Luk. 24:32). Begitu pula hati Simon Petrus yang letih lesu dihidupkan kembali.

Di pagi itu Simon yang mengalami kuasa kebangkitan yang ajaib berani dengan penuh iman setulus hati berkata: “Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Dan menerima kembali tugas misi yang mulia dari Kristus: “Gembalakanlah domba-domba- Ku.” Kebangunan rohani telah terjadi di danau Tiberias.

Revive Us Again

Yohanes pasal 21 adalah pasal penutup yang menarik. Bila kita perhatikan Yohanes 20:30-31 dapat menjadi epilog penutup bagi Injil Yohanes. Tapi ternyata masih dilanjutkan dengan pasal 21. Mengapa? Ada banyak pendapat, tapi ada satu pendapat yang mengatakan bahwa sama seperti Injil Sinoptik ditutup dengan perintah misi, begitu pula Injil Yohanes. Pasal 21 menegaskan bahwa Injil bukan berhenti untuk para murid yang ‘oleh iman memperoleh hidup dalam namaNya’ tapi Injil Yesus Kristus diterima untuk diteruskan kepada domba-domba yang tersesat. Sama seperti Bapa mengutus Yesus, Yesus mengutus para murid. Kebangunan rohani pribadi di danau Tiberias kelak akan diikuti oleh kebangunan rohani massa yang besar di hari Pentakosta. “Keynote Speaker” pada waktu itu adalah Simon Petrus. Bila Tuhan yang bangkit tidak menjumpainya di Danau Tiberias, mungkin di hari Pentakosta itu Simon Petrus sedang termenung di tepi danau Tiberias. Di masa tuanya, Simon Petrus tidak lagi dengan sesal dan malu mengingat pengalamannya didepan sengsara Kristus. Bahkan dia menyatakan dengan penuh kerendahan hati: “aku.. saksi penderitaan Kristus..“ (1Pet. 5:1). Penderitaan Kristus bukan lagi momen ketakutan dan kegagalan baginya tapi penderitaan Kristus adalah momen demonstrasi kasih Allah yang amat besar, kasih yang tidak menyerah akan kelemahan dan kegagalannya. Kasih dan kuasa yang dialaminya dengan melimpah ketika Tuhan yang bangkit menjumpainya dengan penuh anugerah di danau Tiberias.

Kiranya secara pribadi kitapun mengalami perjumpaan pribadi dengan Kristus yang bangkit. Pergumulan kehidupan yang menekan kita dikalahkan oleh kuasa kebangkitan Kristus. Tidak ada kejatuhan dan tekanan yang tidak dapat ditebus oleh kuasa kematian dan kebangkitan Kristus. Dan seperti Petrus, dengan iman dan kasih yang baru kita mengikut dan melayani Tuhan, ambil bagian dalam pekerjaan Tuhan. Revive us again!

BAGIKAN: