Jangan Buang Suara Anda

Tanggal 9 Agustus 1974 merupakan hari istimewa dalam sejarah kepemimpinan negara. Mengapa begitu? Presiden AS Richard Milhous Nixon mengakui perbuatan jahatnya dalam sebuah skandal yang disebut skandal Watergate. Perbuatannya seperti menyadap, melemahkan lawan-lawan politiknya, serta melindungi para pencuri, telah memancing kemarahan dan desakan publik agar Nixon mundur sebagai Presiden AS. Itulah kali pertama dalam sejarah kepemimpinan AS di mana seorang presiden mendapat pemakzulan (impeachment). Yang tak kalah menariknya, sumber informasi kejahatan Nixon bukanlah penyelidikan polisi atau aparat hukum, melainkan hasil investigasi wartawan The Washington Post, Bob Woodward dan Carl Bernstein. Skandal Watergate ini, menurut banyak pihak, dianggap telah mengubah budaya politik di AS dan juga negara demokrasi lainnya di dunia, termasuk Indonesia.

Kasus Watergate menjadikan peran media massa dan masyarakat sangat penting dan berdaya dalam mengawasi dan mengontrol jalannya pemerintahan. Pemerintahan bukanlah seperti kekuatan alien (red: asing) yang memerintah kita, tepat seperti yang dikatakan oleh Presiden USA, Franklin D. Roosevelt, “Let us never forget that goverment is ourselves and not an alien power over us. The ultimate rulers of our democracy are not a President and senators and congressmen and government officials, but the voters of this country”. Di sisi lain, kita dapat mengambil pelajaran bahwa kebijakan publik itu perlu pengawasan yang ketat dari masyarakat luar. Kita tak bisa hanya mengandalkan kekuatan aparat negara karena seringkali kekuasaan bahkan penggunaan aparat hukum tidak untuk melayani kepentingan publik tapi untuk melindungi kekuasaannya sendiri.

Setiap beberapa tahun sekali, rakyat Indonesia menghadapi momen pesta demokrasi yaitu Pemilu Kepala Daerah (Pemilukada) dan juga Pemilu Legislatif dan Presiden (Pileg dan Pilpres). Pemilu harus kita lihat bukan sekedar kegiatan rutin, namun sebagai kesempatan untuk rakyat terlibat dalam mengawasi dan mengevaluasi jalannya pemerintahan dengan memilih para wakil dan pimpinan di negeri ini. Kesempatan bagi rakyat untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab untuk mengusahakan kesejahteraan bangsanya. Pemilukada, Pileg, dan Pilpres menjadi jalan masuk, bagi rakyat membangun negerinya.

MEMILIH PEMIMPIN

Tuhan Yesus mengajarkan dengan jelas cara dan kualitas pemimpin yang seharusnya kita pilih. “Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Markus 10:42-45).

Ada 3 (tiga) prinsip penting yang Tuhan Yesus ajarkan tentang kepemimpinan publik.

Pertama, kita harus memilih pemimpin yang bermoral dan etis untuk mencapai tujuan kepemimpinannya. Pemimpin itu tidak menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Dalam bagian ini, Tuhan memberikan contoh perbandingan dengan cara kepemimpinan secara umum, yang memerintah rakyatnya dengan tangan besi atau menjalankan kekuasaan dengan otoriter (keras). Tidak demikian dengan pemimpin yang lahir dan mencintai rakyatnya. Seorang pemimpin sejati adalah dia yang mendengar suara rakyatnya dan berjuang untuk melayani rakyat. Bukan mengorbankan rakyat demi memenuhi hasrat kekuasaan dan keserakahannya.

Kedua, pemimpin yang memiliki kualitas karakter yang melayani. Saat ini ada banyak orang yang ingin memimpin, dan berambisi menjadi pemimpin rakyat. Mereka merasa mampu untuk mewakili atau memperjuangkan aspirasi rakyat, namun tanpa rekam jejak pelayanan kepada masyarakat yang jelas. Lalu, kita juga perlu mempertanyakan apa yang menjadi motivasinya? Apakah uang, kekuasaan, kepopuleran atau kepentingan rakyat? Tuhan Yesus menegaskan, barangsiapa yang ingin menjadi besar, maka ia harus menjadi pelayanmu. Barangsiapa yang ingin menjadi terkemuka ia harus menjadi hamba untuk semua orang. Semua ini berkaitan dengan rekam jejaknya. Bukan menjadi pemimpin dulu baru melayani tetapi justru sebaliknya.

Yang terakhir, Tuhan Yesus menegaskan tentang siapa sebenarnya seorang pemimpin itu, Pemimpin adalah hamba untuk semua orang. Ini suatu pernyataan luar biasa tentang kepemimpinan. Oswald Sanders pernah berkata, “True greatness, true leadership, is achieved not by reducing men to one’s service but in giving oneself in selfless service to them.” Tuhan Yesus sendiri telah memberikan teladan kepemimpinan seorang hamba yang rela menderita. Saat ini yang terjadi di Indonesia justru malah kebalikannya. Para calon itu hanya mau susah payah ketika berebut kursi, tetapi saat duduk di kursi, langka ditemukan pemimpin yang siap menderita, yang mau melayani kepentingan rakyat banyak.

KETERLIBATAN KITA SECARA PRAKTIS

Ada banyak cara untuk kita terlibat dalam Pemilu. Mulailah dengan memastikan apakah nama kita atau rekan-rekan Kelompok Kecil atau persekutuan tercatat dalam daftar pemilih. Kita dapat juga terlibat dengan menjadi influencer positif melalui media sosial kita, atau bahkan menjadi panitia pemilihan, saksi atau relawan.

Belasan tahun terakhir, provinsi Sumatera Utara terkena kasus korupsi dari gubernur, wakil gubernur, sampai yang terakhir adalah daerah seluruh anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara mengelola anggaran setiap tahunnya hampir 8,5 Triliun. Bayangkan jika selama ini anggaran yang seharusnya hak rakyat dan untuk kesejahteraan rakyat, dikorupsi oleh orang-orang yang dipilih rakyat. Sebagai catatan, Provinsi Sumatera Utara dalam Pemilukada tahun 2013 adalah provinsi dengan tingkat golput tertinggi (lebih dari 50%) di Indonesia. Kiranya sejarah ini dapat menjadi pelajaran bagi kita semua untuk menggunakan hak suara bagi bangsa kita tercinta.

BAGIKAN: