Who is The Greatest

9:33 Kemudian tibalah Yesus dan murid-murid-Nya di Kapernaum. Ketika Yesus sudah di rumah, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: “Apa yang kamu perbincangkan tadi di tengah jalan?” 9:34 Tetapi mereka diam, sebab di tengah jalan tadi mereka mempertengkarkan siapa yang terbesar di antara mereka. 9:35 Lalu Yesus duduk dan memanggil kedua belas murid itu. Kata-Nya kepada mereka: “Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya. ” 

Pernah dengar istilah pecking order?[1] Istilah yang digunakan untuk menjelaskan hierarki dalam dalam dunia unggas, khususnya ayam. Bahwa ordo/perkastaan ayam diurutkan berdasarkan dari tingkah laku mematuk. Ayam yang lebih kuat dan besar biasanya lebih agresif terhadap ayam subordinat dan demikian juga ayam subordinat akan mematuk ayam yang lebih lemah. Tingkah laku matuk mematuk ini menjelaskan dominasi ayam mana yang berada di urutan atas dan mana yang di bawah.

Menunjukkan dominasi dan kuasa demi menjadi yang utama bukanlah ciri kepemimpinan Kristen. Dalam Markus 9:33-35, dikisahkan dalam perjalanan menuju Kapernaum, Tuhan Yesus mendengar percakapan antara murid-murid. Setibanya di rumah, Yesus bertanya apa yang mereka perbincangkan. Kata “perbincangkan” terdengar lebih lembut dibandingkan dengan catatan Markus yang menyatakan bahwa sebenarnya murid-murid bertengkar (ESV: argued). Bertengkar karena apa? Karena memperebutkan siapa yang paling terbesar di antara mereka.

Mengapa mereka meributkan siapa yang paling terbesar di antara mereka?

Dalam benak murid-murid, Yesus adalah mesias yang dinantikan orang Yahudi untuk membebaskan mereka dari penjajahan Roma, Yesus sebagai mesias politik. Ketika kelak Yesus berkuasa, mereka berharap posisi, jabatan dan kuasa. Mereka berebut mencari posisi yang paling strategis dan yang paling dekat dengan kuasa.

Tetapi murid-murid salah mengerti siapa dan mengapa Yesus datang ke dunia. Yesus adalah mesias yang dinanti-nantikan, tapi bukan sebagai mesias politik. Justru jauh lebih besar dan mulia daripada itu. Yesus datang untuk membebaskan umat dari belenggu yang lebih kekal dan mematikan yaitu dosa. Ironisnya murid-murid gagal paham mengerti hal ini.

Perihal rebutan kuasa, minggu ini kita dikejutkan dengan pemberitaan kudeta militer di Myanmar. Para pemimpin sipil seperti Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint ditangkap. Setelah 24 tahun berhasil keluar dari dominasi kuasa Junta militer tetapi tahun ini kembali terjadi alih kuasa dengan paksa oleh Junta militer. Kudeta disinyalir karena tuduhan pemilu curang dan salah seorang jenderal senior mengancam perebutan paksa karena merasa tidak dihargai. Para pemimpin yang rakus kuasa dan hormat hanya akan menimbulkan penderitaan bagi orang-orang yang dipimpinnya.

Mungkin dalam konteks pelayanan kita di kampus dan sekolah, boleh dibilang hampir tidak pernah terjadi saling ribut berebut posisi puncak seperti koordinator umum atau koordinator bidang. Yang ada malahan kita cenderung menolak posisi-posisi tersebut dengan berbagai alasan. Tapi ada hal-hal yang ternyata kita ributkan. Wujudnya dalam bentuk kita menuntut orang lain untuk lebih “menghormati” kita.

Tuhan Yesus sebagai guru yang bijak mengajarkan murid-murid apa itu hakekatnya seorang pemimpin, “… Jika seorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya.”  “… if anyone would be first, he must be last of all and servant of all.” Menjadi yang terakhir dan pelayan, apa artinya ini?

Meminjam penjelasan Paulus akan siapa Yesus dalam Filipi 2:7, “… melainkan telah mengosongkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” Yesuslah epitome dari kepemimpinan yang melayani. Paulus mengatakan bahwa Tuhan Yesus dalam segala keilahiannya malah memilih menjadi hamba dan merendahkan diriNya. Kita tahu bahwa tahta Yesus di tempat yang maha tinggi sungguh mulia, Yesus yang tidak terbatas kemudian menjadi terbatas, Yesus yang kekal kemudian menjadi terbatas dengan waktu dan tempat.

Pemimpin bagi yang terkecil

Setelah menasihati murid-murid, Markus mencatat bahwa Tuhan Yesus mengambil seorang anak kecil untuk duduk di pangkuan Yesus. Gesture yang dilakukan oleh Tuhan Yesus punya makna penting bagi murid-murid yang mendengarkan pada saat itu. Anak kecil pada zaman Tuhan Yesus adalah kelompok marginal, kelompok yang rentan dan rapuh, the lowly one. Artinya tindakan Yesus itu mau mengatakan siapapun yang mau memimpin, ia harus melayani yang terkecil, yang paling rendah, yang paling rapuh dan terabaikan.

Tentu Yesus sendiri sudah mempraktikkannya, dapat kita lihat dari beberapa interaksi Yesus dengan orang-orang yang terpinggirkan, misalnya:

  • Interaksi Yesus dengan orang kusta dan sakit penyakit.
  • Interaksi Yesus dengan perempuan Samaria
  • Interaksi Yesus dengan Zakheus.

Semua orang-orang ini adalah orang-orang yang terpinggirkan, orang yang dianggap tidak “besar” dan dianggap tidak perlu atentsi khusus. DL Moody pernah mengatakan bahwa pemimpin besar bukan terletak seberapa banyak hamba yang dia punya melainkan seberapa banyak orang yang dia layani.

Tuhan memanggil kita menjadi pemimpin dalam konteks kita masing-masing. Ada yang memimpin kelompok kecil, ada yang memimpin sie di PMK dan persekutuan sekolahnya. Kita diminta untuk memimpin dalam kerendahan hati dan sikap melayani bukan jadi tuan yang otoriter dan memaksakan kehendak. Patut diingat, kita melayani Tuhan secara langsung ketika kita melayani orang lain inilah kepemimpinan sejati.

[1] Unggas, P., 2021. Pola Tingkah Laku Unggas. [online] Belajar Unggas. Available at: <https://belajarunggas.blogspot.com>

BAGIKAN: