Bible Movement

Salah satu momentum terpenting dalam perjalanan Gereja kembali kepada otoritas Alkitab adalah gerakan reformasi abad ke 16. Sebetulnya gerakan reformasi ini tidak jauh berbeda dengan pembaharuan yang dicatat oleh Kitab Suci. Misalnya seperti pembaharuan pada zaman raja Yosia (2Raj. 23:4-20), masa pasca pembuangan oleh Imam Ezra (Neh. 8), dan sebagainya.

Pembaharuan biasa terjadi dengan latar belakang yang sama yaitu adanya penyimpangan atau penyelewengan dan kemerosotan institusi agama yang berkuasa serta kebutuhan akan adanya penataan kembali terhadap hal-hal yang essensial. Yosia melakukan pembaharuan bagi bangsa Israel yang sebelumnya diperintah oleh Amon, ayahnya, yang beribadah kepada berhala-berhala, meninggalkan Tuhan dan tidak hidup menurut kehendak Tuhan (2Raj. 21:21,22). Begitu pula Ezra berhadapan dengan bangsa Israel pasca pembuangan yang menyadari akan segala penyimpangan dan dosa yang dilakukan nenek moyang mereka (Neh 9: 2). Itulah pula yang terjadi pada abad ke 16 di Eropa. Alistair McGrath menyebutnya ‘jeritan untuk pembaharuan’. Pengakuan akan kebutuhan untuk pemeriksaan yang mendalam atas lembaga-lembaga, praktik-praktik dan paham-paham dari gereja Eropa. Pada masa itu ada seorang Uskup Agung bernama Antoine du Prat yang tidak pernah hadir dalam upacara ibadah di katedralnya kecuali pada waktu ibadah penguburannya sendiri. Hal ini membuktikan bahwa kependetaan atau keuskupan bukanlah jabatan yang indentik dengan pelayanan tapi lebih indentik dengan kuasa. Terdapat kebutuhan yang sangat mendesak untuk menangkap kembali vitalitas dan kesegaran iman Kristen.

Apakah sesungguhnya hal esensial yang diperjuangkan oleh para reformator? Daniel Lucas Lukito dalam artikelnya yang berjudul ‘Esensi dan Relevansi Teologi Reformasi’ menegaskan, bahwa perubahan sosial, politik, ekonomi bukanlah faktor yang utama dan mendasar dalam gerakan Reformasi karena asal usul dan maksud reformasi itu sendiri bersifat religius dan teologis. Gereja mau kembali direvitalisasikan atau dihidupkan kembali supaya kembali pada sumber pemberi hidupnya yaitu Allah dan firmanNya. Karena itulah bicara tentang inti gerakan reformasi, berarti bicara tentang esensi Teologi Gerakan Reformasi yang kita kenal dengan motto yang sangat tegas: SOLA SCRIPTURA. Memang Teologia Reformasi mengembangkan ajaran tentang kedaulatan Allah atau di sisi lain mengembangkan akan ajaran keajaiban kasih karunia. Tetapi bila ditelusuri, sesungguhnya benang merah dari reformasi sendiri tidak bisa dilepaskan dari ajaran atau prinsip yang berakar pada Alkitab (the Scriptural Principle). Alkitab menjadi satu-satunya otoritas terakhir yang menentukan kepercayaan, tindakan dan kehidupan Kristen.

Apabila religiositas dan teologia yang menjadi inti gerakan reformasi, apakah reformasi tidak peduli dan tidak berdampak kepada pembaharuan sosial, politik dan ekonomi masyarakat? Jawabannya seharusnya adalah sangat berdampak. Pertama, Alkitab yang menjadi sumber pengajaran dan perjuangan gerakan reformasi adalah Firman dari Allah yang peduli keadilan sosial, kebenaran dan damai sejahtera. Kedua, sejarah menunjukkan bahwa kebenaran Alkitab yang digali dan diperjuangkan oleh gerakan reformasi merambah ke segala bidang.

Kalau begitu, pertanyaannya adalah bagaimana proses gerakan reformasi boleh berdampak pada segala bidang? Daniel Lucas menyorot kepada pentingnya pendidikan Kristen bagi anggota jemaat. Gereja harus menerapkan pendidikan dan pengajaran yang sederhana kepada para anggotanya seperti yang pernah dijalankan oleh Calvin sendiri, karena tradisi reformasi yang paling menonjol adalah perhatian yang serius terhadap pendidikan Kristen bagi anggota jemaat.Dalam hal ini, kita patut bersyukur bahwa inilah yang telah dan sedang terus dikerjakan Perkantas melalui persekutuan Kristen di sekolah dan kampus-kampus, yaitu membina siswa dan mahasiswa untuk memahami dan menghidupi pengajaran iman Kristen melalui gerakan mempelajari dan mentaati kebenaran Alkitab (Bible Movement).

Perkantas dapat dikatakan adalah perpanjangan tangan (membantu) gereja untuk membina siswa dan mahasiswa, sesungguhnya punya tugas panggilan yang sangat signifikan dalam pembaharuan gereja dan masyarakat. Karena suatu saat para siswa dan mahasiswa itu akan terjun menjadi profesional di pelbagai bidang pekerjaan. Dengan cara yang sederhana dan makin lama makin mendalam kita bimbing mereka untuk belajar Alkitab dengan benar dan menerapkannya dalam segala segi kehidupan mereka. Sehingga ketika mereka lulus, mereka tahu bagaimana terus mempelajari Kitab Suci dan menggumulkan penerapannya dalam pekerjaan dan profesi serta pelayanan mereka.

Sekali lagi kita bersyukur dengan misi dan strategi pelayanan siswa dan mahasiswa yang berfokus kepada Penginjilan, Pemuridan, Pelipat Gandaan dan Pengutusan, memiliki kegiatan utama mempelajari Alkitab dalam kelompok kecil ataupun acara persekutuan bersama. Memperingati Hari Reformasi 31 Oktober 1517, mari kita teguhkan pelayanan dan perjuangan kita, memperjuangkan Bible Movement di persekutuan sekolah dan kampus.

Rasul Paulus berkata: “Sebab itu kamu harus bertekun dalam iman, tetap teguh dan jangan mau digeser dari pengharapan Injil, yang telah kamu dengar dan yang telah dikabarkan di seluruh alam di bawah kolong langit, dan yang aku ini, Paulus telah menjadi pelayannya.” (Kol 1:23). Sola Scriptura!

BAGIKAN: