Mengatakan Kebenaran di dalam Kasih

Beberapa waktu lalu saya dan istri sedang mencari video lagu rohani anak-anak di Youtube untuk anak kedua kami. Hasil pencarian awal kami sangat mengejutkan karena lagu pertama yang kami temukan sangat riang iramanya, indah tariannya, baik syairnya tetapi ternyata berasal dari gereja sesat yang hadir pertama kali di Cina pada tahun 1989. Melalui diskusi agak panjang, akhirnya kami putuskan untuk tidak memperlihatkan lagu tersebut kepada anak kami karena meskipun lagu tersebut tidak secara langsung menyampaikan inti iman gereja sesat tersebut tetapi kami hendak mengantisipasi agar tidak menjadi jalan masuk untuk berkompromi dengan ajaran gereja tersebut.

Pengalaman kami tersebut menunjukkan bahwa ajaran sesat masih terus bertahan dan bermunculan sampai sekarang. Dalam Lukas 17 ayat 1, Tuhan Yesus telah menegaskan, “Tidak mungkin tidak akan ada penyesatan, …” di mana penggunaan double negative emphasis menunjukkan adanya kepastian. Oleh karena itu umat Tuhan tidak perlu terkejut dengan kenyataan mengenai terus bermunculannya pengajaran sesat. Kemajuan teknologi informasi semakin memudahkan penyebaran berbagai ajaran sesat tersebut. Namun pengajaran menyimpang dan sesat yang tersebar itu sering kali berasal dari dalam kalangan gereja seperti yang tercatat di dalam sejarah gereja ratusan tahun yang lalu termasuk pada masa sebelum reformasi gereja yang dilakukan oleh Martin Luther. Adanya reformasi menunjukkan upaya perlawanan terhadap ajaran sesat. Sikap seperti apakah yang dibutuhkan dalam menghadapi ajaran sesat?

Dalam kaitan dengan berbagai ajaran menyesatkan yang bisa mengombang-ambingkan banyak orang dengan kerohanian kanak-kanak Paulus berkata, “ … tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala” (Ef. 4:15).

Hal pertama yang dapat kita renungkan dari ayat ini mengenai bagaimana sikap kita dalam menghadapi penyesatan adalah mengetahui kebenaran. Kita hanya bisa menyebut bahwa ada ajaran yang menyimpang dan sesat ketika kita mengetahui kebenaran. Jika kita tidak mengetahui kebenaran maka ajaran menyimpang justru akan dianggap sebagai kebenaran. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk terus belajar dan memperlengkapi diri dengan kebenaran Alkitab. Hal yang menyulitkan adalah bahwa para pengajar berbagai pengajaran sesat sering kali justru memulai serangannya dengan menggunakan ayat Alkitab untuk dasar bersama sehingga tidak dicurigai sebagai ajaran sesat. Setelah itu, mereka akan perlahan mempertanyakan dan menyerang pengertian yang selama ini diyakini untuk digantikan dengan pengertian baru yang sesat. Oleh karena itu, kita perlu belajar membaca dan menafsir Alkitab secara bertanggung jawab dalam aspek literer, historis, dan teologis sehingga tidak sembarang kutip ayat. Terbukalah untuk membaca buku-buku rohani, mengikuti pembinaan-pembinaan PA dan doktrinal yang bertanggung jawab dalam aspek-aspek di atas.

Kedua, mengatakan kebenaran. Frasa “teguh berpegang kepada kebenaran” lebih tepat diterjemahkan sebagai “mengatakan kebenaran” (berasal dari kata Yunani avlhqeu,w di mana kata ini juga terdapat dalam Galatia 4:16). Hal ini menunjukkan bahwa kebenaran bukan hanya untuk dipegang seorang diri untuk bertahan terhadap ajaran sesat melainkan juga untuk diperkatakan kepada orang lain dalam menolong sesama ataupun mengoreksi ajaran sesat. Tantangan yang dihadapi adalah bahwa kita berpotensi untuk mengalami penolakan ketika mengatakan kebenaran sebagaimana yang Paulus katakan, “Apakah dengan mengatakan kebenaran kepadamu aku telah menjadi musuhmu?” (Gal. 4:16). Orang yang baik dan ramah lebih mudah mendapatkan penerimaan ketimbang orang yang menyatakan kebenaran. Kita akan dianggap jahat karena merusak kedamaian dan kebersamaan. Namun demikian orang-orang yang menolak tersebut justru tidak konsekwen karena mereka sedang memaksakan kebenaran mereka yaitu kedamaian dan kebersamaan kepada orang yang berkata benar. Orang-orang ini justru tidak siap menerima perbedaan. Hanya dengan mengetahui kebenaran-lah maka kita dapat mengenali perbedaan sehingga kita masih bisa membangun kebersamaan dalam arti menghargai mereka dan tidak membenci orang yang berbeda pandangan dengan kita. Oleh karena itu, kita harus tetap berani menyatakan kebenaran di tengah perbedaan dan penyimpangan.

Ketiga, mengatakan kebenaran di dalam kasih. Frasa “di dalam kasih” lebih sesuai untuk menerangkan frasa “mengatakan kebenaran” ketimbang “bertumbuh” sebagaimana dalam terjemahan interlinear-nya yaitu “Speaking the truth however in love, we should grow up into Him in all things who is the head, Christ.” Kasih harus menjadi motivasi kita dalam menegakkan kebenaran. Tanpa kasih, kita akan jatuh kepada pembenaran diri, kesombongan, persaingan, dan dominasi. Ada kutipan di internet: We can win an argument but lose a soul. Inilah yang harus kita waspadai sehingga bukan diri kita yang menjadi fokus dalam menyatakan kebenaran agar kita lebih unggul dan pihak lain lebih buruk, kita menang dan dia kalah. Kasih akan menolong kita untuk bijak dalam menghadapi penolakan, yaitu kita tidak larut di dalam kekecewaan dan amarah melainkan berduka karena mereka menolak hal yang baik bagi mereka. Kasih juga akan menolong kita dalam memikirkan cara untuk menyatakan kebenaran. Theodore Roosevelt berkata, “People don’t care how much you know until they know how much you care.” Ketika orang lain mengetahui bahwa kita mengasihi dia maka, di dalam anugerah Tuhan, dia akan menerima kebenaran yang kita sampaikan.

Keempat, Kristus adalah tujuan kita saat mengatakan kebenaran di dalam kasih. Inilah yang memperjelas bahwa motivasi kita adalah kasih yaitu agar orang yang mendengarkan kebenaran melalui kita mengalami pertumbuhan rohani sehingga semakin serupa dengan Kristus. Kasih seperti inilah yang membuat kita bisa membedakan apakah kita semata-mata mencari penghargaan dalam menyatakan kebenaran dan mencari penerimaan sehingga menyembunyikan kebenaran. Namun keserupaan dengan Kristus bukan hanya untuk mereka yang mendengarkan perkataan kebenaran melainkan untuk kita juga. Itulah mengapa Paulus mengatakan, “di dalam segala hal kita bertumbuh …” yaitu saya, anda, mereka, dan kita semua orang-orang kudus sebagai tubuh Kristus (Ef. 4:12). Mengatakan kebenaran di dalam kasih bukan hanya untuk menghadapi ajaran sesat melainkan terutama untuk membangun kerohanian sesama anggota tubuh Kristus. Tujuan mulia inilah yang membuat mengapa reformasi gereja harus terjadi dan terus terjadi yaitu dengan kembali bertekun dalam mengetahui dan memperkatakan kebenaran Alkitab di dalam kasih maka kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Kristus. Menegakkan ajaran yang benar bukan sekadar perkara keagamaan dan akademik melainkan perkara rohani yang akan mempengaruhi segala hal di dalam hidup kita karena what you believe determines how you live. Karena kita hidup bukan hanya di hadapan manusia melainkan juga di hadapan Allah, kiranya kebenaran Alkitab yang kita pegang dan katakan menolong kita dan sesama untuk hidup di hadapan Allah.

Amin.

BAGIKAN: