Anugerah Dalam Penderitaan

“Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan, untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu.” (1 Petrus 1:3-4)

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyatakan perkembangan Covid-19 di Indonesia terus membaik. Setelah mengalami tren peningkatan kasus sejak Januari lalu, kasus konfirmasi harian COVID-19 terpantau terus menurun. Hingga sabtu 26 Februari 2022 rata-rata penurunan kasus harian selama seminggu ini mencapai 7,87%. Tentu kita semua berharap kondisi akan terus semakin membaik. Sebab mungkin ada beberapa diantara kita yang terkena dampak dari pandemi baik dalam relasi, bisnis, pelayanan, dan lain sebagainya. Pertanyaan yang kerap muncul ketika krisis terjadi ialah mengapa bisa terjadi? Sampai kapan ini berakhir? Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang membuat kita gelisah, cemas, bahkan takut menghadapi masa depan.

Perihal krisis dan penderitaan sudah ada sejak masa lampau, hal ini juga yang menjadi konteks surat 1 Petrus. Ketika Rasul Petrus menulis surat ini, perhatian utamanya adalah untuk memberikan pengharapan bagi orang-orang percaya yang telah dan sedang mengalami penderitaan sehingga mereka dapat tetap bertahan. Bahwasanya penderitaan berlangsung hanya sementara dan Allah selalu memelihara dalam kekuatan kuasaNya bagi orang percaya (1:5).

Pada masa itu, gereja atau umat kristen sedang mengalami krisis dan kehidupan yang tidak mudah. Orang percaya dalam surat 1 Petrus adalah mereka yang sudah menerima Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi. Mereka meyakini bahwa hidup ini adalah anugerah dari Allah yang tidak dapat tergantikan oleh apapun juga, sekalipun oleh kematian. Rasul Petrus mengajak orang percaya untuk meneladani kehidupan Yesus Kristus dalam penderitaan-Nya. Penderitaan orang percaya adalah fakta bahwa menjadi orang Kristen tidak berarti bebas dari penderitaan. Hal ini bukan karena Allah tidak sanggup memberikan keselamatan secara sempurna kepada umat-Nya, baik secara jiwa maupun fisik. Tetapi di balik semua itu, ada tujuan Allah yang harus dipahami oleh orang-orang percaya. Inilah inti berita dari surat 1 Petrus yaitu agar orang percaya yang tersebar di Asia Kecil yang sedang mengalami penderitaan dan aniaya dapat dikuatkan. Tidaklah mudah bagi orang percaya ketika diperhadapkan dengan berbagai aniaya, namun tetap bertahan dan berjuang untuk melayani Yesus.

Orang percaya juga diingatkan oleh Petrus agar tidak tawar hati ketika menghadapi masa-masa yang paling sulit dan menderita. Fokus utama orang percaya bukanlah pada penderitaan yang sementara ini, tetapi pada Yesus Kristus yang telah mengalami penderitaan terlebih dahulu dan pada pemeliharaan Allah bagi orang-orang percaya. Pujian kepada Allah yang telah menyatakan karya-Nya di kayu salib dan melalui kebangkitan-Nya tetap Rasul Petrus gaungkan melalui suratnya. Mengajak jemaat untuk tetap bersyukur. Umat Tuhan juga diingatkan bahwa mereka telah memiliki hidup baru di dalam Kristus. Ini memberikan harapan yang kokoh, sebab itulah kekuatan dalam menjalani penderitaan.

Setiap era atau zaman pasti memiliki krisisnya masing-masing. Namun, Tuhan senantiasa memampukan umat-Nya melaluinya. Di dalam kondisi yang tidak mudah, jemaat Tuhan dapat tetap bertumbuh. Sampai kapankah atau berapa lamakah orang percaya harus mengalami penderitaan? Ini merupakan pertanyaan yang sering diajukan oleh orang yang sedang mengalami penderitaan. Tidak menutup kemungkinan juga bahwa penerima surat 1 Petrus ini mempertanyakan pertanyaan yang sama. Jawaban dari Petrus adalah bahwa penderitaan orang Kristen berlangsung hanya sementara. Penderitaan ini hanya merupakan bagian kecil dari hidup orang Kristen jika dibandingkan dengan apa yang akan Allah berikan kelak kepada orang percaya. 1 Petrus 5:10-11 merupakan kesimpulan penutup Petrus dalam seluruh berita suratnya yang pertama ini. Bagian ini menjelaskan mengenai kebutuhan orang percaya akan perlindungan Allah ketika sedang mengalami penderitaan.

Penting untuk dipahami bahwa penderitaan orang percaya merupakan kehendak Allah dan bertujuan untuk membuktikan kemurnian iman di dalam Yesus Kristus. Petrus menegaskan dalam suratnya bahwa karena Kristus telah menderita penderitaan badani, hendaknya juga orang percaya memperlengkapi pikiran dengan sikap yang demikian (1Pet. 4:1). Dalam menghadapi penderitaan badani, orang percaya diingatkan Petrus untuk menyerahkan kehidupan mereka pada kesetiaan Allah sebagai Pencipta (4:19).

Menjalani kehidupan di tengah pandemi ini kita semua memiliki kesulitan dan “penderitaannya” masing-masing. Penganiayaan dan penderitaan yang kita alami saat ini mungkin tidak sebanding dengan umat Kristen pada abad pertama tadi. Memang tidak bisa dibandingkan. Namun prinsip sebagai umat percaya tetaplah sama. Kita semua adalah orang-orang yang telah dikuduskan dan memperoleh anugerah keselamatan kekal serta memiliki pengharapan yang kokoh. Saya pribadi pun mengalami banyak sekali kekecewaan serta kegagalan dalam pelayanan pada masa-masa ini karena sulitnya pertemuan tatap muka dan membangun relasi yang dalam dengan orang-orang yang dilayani. Semua rencana yang dibuat seakan sia-sia karena kepastian kapan berakhir tidak nampak. Meskipun kondisi pandemi sekarang semakin pulih tetapi masih sulit diprediksi dan sakan banyak hal yang perlu diatur kembali untuk dapat optimal dalam melayani Tuhan.

Selama kita hidup di dunia ini, kemungkinan perasaan kecewa dan gagal akan terus ada. Mungkin sebelum masa pandemi pun juga sudah kita alami. Saya kembali teringat akan peristiwa lain sebelum masa pandemi yang begitu mengecewakan. Ketika tahun 2014 ayah saya meninggal secara mendadak. Peristiwa itu sulit saya terima dan muncul pertanyaan kepada Tuhan, dimanakah Dia karena seakan-akan Dia tidak hadir dalam masa-masa menyulitkan di tengah keluarga. Bahkan ketika harus diperhadapkan kembali dengan kondisi kesehatan fisik yang tidak fit dan menjalani operasi yang juga membuat saya kembali kecewa dan mempertanyakan apakah Tuhan hadir dan mengapa kehidupan tidak pernah berjalan mulus? Serta banyak peristiwa lain yang yang membuat hancur hati. Tetapi akhirnya saya kembali diingatkan dan ditolong oleh Tuhan bahwa pengharapan di dalam Tuhan selalu ada. Kehidupan bukan seperti yang saya mau melainkan yang Tuhan mau. Masalah-masalah atau penderitaan dalam kehidupan mungkin tidak langsung hilang / selesai, bahkan selalu ada. Tetapi yang mau Tuhan ubah adalah saya, dimana saya belajar untuk kembali berdoa menyerahkan setiap pergumulan dalam hidup.

Timothy Keller dalam bukunya Walking with God Through Pain and Suffering menuliskan bahwa tema besar Alkitab itu sendiri adalah bagaimana Allah mendatangkan sukacita penuh bukan tanpa tapi melalui penderitaan, sama seperti Yesus telah menyelamatkan kita bukan tanpa penderitaan tapi karena Dia telah menanggung penderitaan di atas kayu salib. Ada sukacita yang unik yang kita rasakan di dalam penderitaan. Mungkin saat ini pun kita sedang mengalami hal yang tidak enak, tidak nyaman dalam hidup baik penderitaan fisik ataupun batin yang disebabkan oleh pandemi atau hal-hal lainnya. Namun kiranya kita semua tetap meyakini dan terus melihat kepada pengharapan kekal yang sudah Allah anugerahkan kepada kita. Sesuatu yang telah rusak atau hancur seperti relasi keluarga, relasi pertemanan, pelayanan, bisnis, berpisah dengan orang yang kita kasihi, tubuh dengan berbagai sakit penyakit, dan lain sebagainya dapat diperbaiki dan dipulihkan seberapapun menyedihkan kondisinya. Bagi beberapa orang mungkin penderitaan membuat Allah “sepertinya tidak hadir”. Itu mungkin saja benar, namun mari kembali mengingat nasehat rasul Petrus kepada jemaat Kristen abad pertama, bahwa Allah yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan, untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu. Penegasan kehadiran Allah dalam penderitaan dan masa sulit juga dituliskan oleh Daud yang mengalami bahwa meski Allah terasa tidak hadir, itu tidak berarti Dia benar-benar tidak hadir. Melihat waktu yang lalu ketika hidupnya berada dalam bahaya besar dan semua sepertinya hilang, Daud menyimpulkan, “TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya” (Mazmur 34:19).

Kiranya dalam masa Prapaskah ini kita semakin menghayati penderitaan yang sudah Kristus tanggung itu melebihi segala penderitaan yang kita alami saat ini sebagai orang percaya. Sehingga seberapapun rapuh dan hancurnya hati kita mengalami penderitaan dalam kehidupan ini, kita bisa fokus kepada pribadi Kristus yang telah mati bahkan bangkit untuk kita semua. Dia adalah tetap Allah yang setia dan menepati janji-Nya karena Allah adalah Allah. Kesetiaan Allah merupakan jaminan bagi orang percaya dalam menghadapi penderitaan.

Bagimu dib’ri anugrah, ‘tuk hidup mend’rita,
Ikut jalan salib-Nya, ‘nuju hidup bahagia
Bersyukurlah pada Allah akan kebangkitan-Nya,
Pend’ritaan kita tiada artinya;
Hanya hendaklah hidupmu sesuai dengan Injil-Nya
S’panjang hidupmu di dunia Roh-Nya pimpin kita.

BAGIKAN: