Perjalanan ke Emaus: Antara Harapan dengan Perjumpaan

“Adakah Engkau satu-satunya orang asing di Yerusalem, yang tidak tahu apa yang terjadi di situ pada hari-hari belakangan ini?” (Luk. 24: 18), jawab Kleopas kepada seorang asing yang bergabung dalam perjalanannya bersama seorang murid lain ke Emaus. Lukas 24: 13-35 mencatat peristiwa dua murid Yesus yang melakukan perjalanan ke Emaus, sebuah kampung dengan jarak 11 kilometer dari Yerusalem. Perjalanan ini dilakukan pada hari kebangkitan Yesus yang ketika pagi harinya beberapa perempuan, Petrus, dan Yohanes melihat bahwa kubur Yesus telah kosong (Luk. 24: 1-12; Yoh. 20: 1-10).

Kisah perjalanan dua murid ke Emaus merupakan salah satu hal yang menarik dari beberapa kali kesempatan Yesus menjumpai murid-murid setelah kebangkitan-Nya. Setelah Kleopas mempertanyakan “betapa tertinggalnya”-nya orang asing yang berjalan bersama mereka ini, dua murid kemudian menjelaskan kepadanya dengan lebih lanjut hal-hal yang sebelumnya mereka percakapkan. Mereka menjelaskan siapa Yesus, pengenalan yang mereka miliki tentang Yesus, peristiwa-peristiwa yang terjadi beberapa hari ke belakang berkenaan dengan kematian Yesus, dan peristiwa kubur Yesus yang kosong pagi itu (ay. 19-20; 22-24). Dalam rangkaian penjelasan itu terselip kalimat tentang siapa Yesus yang mereka harapkan dan hal apa yang mereka harap Yesus lakukan bagi Israel (ay. 21). Namun, kini harapan mereka pudar ketika melihat bahwa Yesus mereka telah mati. Mereka gagal memaknai rencana penebusan Allah bagi dunia dalam rangkaian peristiwa penyaliban, kematian, dan kebangkitan Yesus; serta memilih untuk tidak percaya karena tidak ada bukti meyakinkan mengenai kebangkitan Yesus.

Kedua murid ini membangun harapan-harapan tertentu yang terlihat baik, tetapi harapan-harapan itu menghalangi mereka untuk menyerahkan keputusan final kepada Allah yang berdaulat. Mereka gagal menghayati peristiwa-peristiwa hidup dalam konteks cerita besar Allah, mereka gagal menghayati apa yang menjadi tujuan Tuhan melalui peristiwa-peristiwa itu. Mari mewaspadai diri agar kita tidak gagal melihat pertumbuhan yang Tuhan rindu kita alami melalui peristiwa-peristiwa hidup agar kita tidak salah mengenal siapa Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat dalam perjalanan hidup kita.

Melihat dua murid yang belum memahami apa yang sedang terjadi, orang asing yang ikut dalam perjalanan itu –yaitu Yesus sendiri- merespon dengan keras, “Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu” (ay. 25). Yesus kemudian mengingatkan kembali tentang perkataan-Nya bahwa Ia harus menderita (ay. 26; 9: 22). Ia juga menjelaskan (interpreted to them; 24: 27 ESV) apa yang tertulis tentang diri-Nya dalam seluruh Kitab Suci.

Sahabat, mari perhatikan pentingnya poin yang Yesus sampaikan. Sebagai orang percaya, betapa perlunya kita memahami seluruh bagian Alkitab dalam terang pekerjaan Allah melalui kematian dan kebangkitan Yesus. Betapa perlunya kita membangun pengenalan akan Allah melalui firman Tuhan. Betapa perlunya kita untuk tidak menjadi bodoh dan lamban sehingga gagal mempercayai siapa Tuhan yang hadir di masa-masa kini dalam perjalanan hidup kita.

Ketika mereka hampir sampai di Emaus, Yesus berbuat seolah-olah hendak meneruskan perjalanan-Nya (ay. 28), dua murid itu ternyata sangat mendesak Yesus (ay. 29) agar tetap tinggal bersama mereka. Apa yang terjadi berikutnya adalah peristiwa luar biasa. Mereka makan bersama, lalu Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya, dan memberikannya kepada dua murid itu. Pada saat itu juga dua murid mengenali bahwa orang asing ini adalah Yesus, guru mereka!

Kedua murid ini dalam sekejap berubah menjadi ingin memiliki kerinduan untuk mengenal Yesus lebih dalam. Perjumpaan secara pribadi dengan Yesus memanglah anugerah semata, tetapi itu tidak seharusnya meniadakan kerinduan hati kita untuk mengalaminya. Kedua murid tersebut juga bersedia berbagi kabar baik tentang Yesus yang benar-benar bangkit kepada murid-murid lain yang masih kebingungan dan belum percaya. Mereka mendapati bahwa perjumpaan secara pribadi dengan Yesuslah yang dapat membuat hati berkobar-kobar, bukan pemenuhan akan harapan-harapan mereka.

Pertanyaannya sekarang bagi kita adalah adakah harapan-harapan tertentu yang selama ini kita rindukan terjadi melebihi kehendak Allah? Apakah harapan-harapan dalam hidup sudah terlalu kita rindukan, sehingga melebihi kerinduan kita untuk berjumpa dengan Kristus? Adakah miskonsepsi tertentu yang kita miliki tentang Allah sehingga hal itu selama ini sudah menghambat kita untuk mengenal pribadi-Nya yang tak terbatas? Adakah dosa-dosa tertentu yang perlu kita akui kepada Tuhan dan mohon ampun kepada-Nya? Memasuki masa Paskah tahun ini, mari membuka mata dan hati kita untuk menghayati sekali lagi apa artinya Yesus yang mati dan bangkit itu telah menyelamatkan hidup kita dan apa artinya menjalani hidup yang telah diselamatkan demi Yesus yang mati dan bangkit itu.

BAGIKAN: