Kebangkitan & Kebaruan Umat Tuhan

Kebangunan rohani (revival) atau kebaruan gereja (renewal) adalah topik yang sangat unik untuk dipelajari, direnungkan, dan didoakan secara berkala. Sepanjang sejarah, kebangunan dan kebaruan rohani bisa terjadi baik dalam skala luas (mempengaruhi satu daerah atau negara) maupun dalam skala yang lebih sempit (mengubahkan hanya sebuah jemaat lokal atau bahkan sekelompok kecil umat di dalamnya). Kebangunan rohani bisa terjadi dengan cara yang lembut dan tenang atau dengan cara yang sensational. Tetapi, terlepas dari skala dan bentuknya, pertumbuhan gereja yang dihasilkan dari kebangunan dan kebaruan ini tidak bisa dijelaskan hanya dengan alasan perubahan demografis-sosiologis atau program-program penjangkauan tertentu.

Ada banyak teolog yang berusaha memberikan definisi, deskripsi, dan faktor yang melatarbelakangi kebangunan dan kebaruan gerakan suatu umat. Salah satu pengertian paling sederhana mengenai kebangunan rohani dikemukakan oleh Tim Keller dalam bukunya, Center Church, sebagai berikut: “… seasons in which the ordinary operations of Holy Spirit are intensified manifold” (masa-masa dimana karya biasa Roh Kudus menjadi intensif berkali-kali lipat). Keller menjelaskan lebih lanjut bahwa di dalam masa kebangunan rohani, alat kasih karunia yang umumnya dimiliki umat/gereja (yaitu Firman, doa, dan komunitas) menghasilkan sebuah gelombang besar akan pencari-pencari kebenaran yang terbangungkan (newly awakened inquirers), petobat baru yang mengerti betul tentang imannya (soundly converted sinners), dan jemaat/orang-orang percaya yang dibaharui secara rohani (spiritually renewed believers).

Pemahaman ini menolong kita untuk mengerti bahwa tidak ada “resep tersembunyi” dari sebuah kebangunan dan kebaruan gereja. Meskipun demikian, apakah berarti kita hanya diam dan menunggu dengan pasif begitu saja? Tentu saja tidak! Yesus sendiri yang menyatakan bahwa Ia telah memilih dan menetapkan kita untuk pergi dan menghasilkan buah (bdk. Yoh 15:16). Di dalam percakapan dengan murid-murid-Nya pada malam sebelum penyaliban-Nya, Yesus menyatakan beberapa prinsip yang memampukan mereka untuk terus “berbuah banyak” dan “buahmu itu tetap”.

Pertama, Yesus menegaskan identitas sang Bapa, diri-Nya, dan murid-muridnya. Melalui gambaran pokok anggur, Yesus mendeskripsikan diri-Nya sebagai pokok anggur yang benar dan Bapa adalah pengusahanya (Yoh 15:1). Di dalam perjanjian lama, bangsa Israel sering digambarkan sebagai pokok anggur yang dinantikan namun hanya menghasilkan buah yang buruk (bdk. Yes 5:7, Yer 2:21). Kali ini, Yesus menekankan bahwa diri-Nya adalah sumber buah yang baik dan sejati dan Bapa tidak akan segan untuk membersihkan ranting-ranting, yaitu diri kita, supaya “ia lebih banyak berbuah” (Yoh 15:3). Masa-masa sulit dan tantangan yang dialami di tengah kondisi saat ini adalah salah satu cara Bapa untuk “menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai” (Ibr 12:11). Mari terus mengingat bahwa di tengah situasi sulit sekalipun, Yesus adalah pokok anggur yang benar dan Bapa adalah pengusaha yang baik.

Kedua, Yesus mendesak para murid-Nya untuk tinggal di dalam Dia. Desakan untuk tinggal di dalam Yesus terwujud melalui dua hal: tinggal di dalam firman-Nya (Yoh 15:7) dan tinggal di dalam kasih-Nya (Yoh 15:10). Kedua dimensi sikap inilah yang menghasilkan ciri hidup murid yang berbuah banyak, yaitu ketaatan dengan penuh kasih/sukacita (joyful obedience). Kebangunan dan kebaruan gerakan yang terjadi sepanjang sejarah gereja tidak terlepas dari ketaatan seorang pribadi atau sekelompok jemaat yang terus berakar dalam Firman dan doa. Keputusan-keputusan yang mereka ambil untuk Tuhan sekilas terlihat bodoh oleh dunia, tetapi “yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia” (1 Kor 1:25). Oleh karena itu, di tengah masa-masa sukar, marilah terus taat melakukan apa yang Tuhan telah Firmankan dengan penuh kerelaan dan penyerahan diri.

Terakhir, Yesus memerintahkan murid-murid-Nya untuk saling mengasihi (Yoh 15:12, 17). Kebangunan dan kebaruan umat Tuhan tidak pernah terpisahkan dari penderitaan. Yesus sendiri bahkan telah memperingati murid-murid-Nya (bdk. Yoh 15:18-25). Meskipun demikian, di tengah penderitaan dan tekanan, murid-murid justru dipanggil untuk “memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh 15:13). Bukanlah suatu kebetulan jika seorang bapa Gereja mula-mula, Tertullian, mencatat bahwa orang-orang Roma, yang tidak percaya, mengamati komunitas pengikut Yesus yang berkembang pesat dan berseru, “Lihatlah bagaimana mereka saling mengasihi!” Di tengah waktu yang sangat menguras ini, marilah kita semakin mengasihi “bukan hanya dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran” (1 Yoh 3:18).

Pada akhirnya, kebangunan rohani dan kebaruan gerakan umat Tuhan bukanlah sekedar “keganjilan” dalam sejarah, melainkan sebuah pola konsisten dari pekerjaan Roh Kudus yang mengurapi dan mengubahkan kecenderungan hati dari manusia berdosa. Oleh karena itulah, kebangunan rohani selalu relevan dalam seluruh pelayanan sepanjang masa, termasuk di masa setelah pandemi (post-pandemic) seperti saat ini. Kiranya pelayanan siswa, mahasiswa, dan alumni Perkantas Jakarta senantiasa mengalami kebangunan dan kebaruan rohani di dalam perjalanan ke depannya.

Soli Deo Gloria!

BAGIKAN: