Kematian Bukanlah Sebuah Akhir

Peristiwa yang paling ditakuti oleh setiap orang di sepanjang sejarah adalah kematian. Tidak ada orang yang dapat luput dari namanya kematian. Setiap orang pada waktunya akan menghadap pada pintu gerbang kematian. Mengapa banyak orang begitu takut terhadap kematian? Karena mereka beranggapan kematian adalah sebuah akhir. Kematian menjadi akhir dari seluruh kehidupannya. Orang yang sedang mengejar karir atau cita-citanya harus berhenti karena kematian, istri terpaksa harus ditinggal suaminya karena kematian, anak-anak menjadi terlantar karena harus ditinggalkan orang tuanya akibat kematian, dan seterusnya, sehingga kematian menjadi pengalaman yang sangat pahit bagi banyak orang, khususnya bagi mereka yang ditinggalkan oleh orang yang dikasihinya. Inilah alasan mengapa kematian menjadi suatu hal yang paling ditakuti oleh kebanyakan orang.

Kematian menyebabkan hati banyak orang berduka dan sulit menerima keadaan yang terjadi. Demikian pula halnya dengan murid-murid sewaktu mereka harus menghadapi fakta bahwa Yesus akan mati. Sungguh suatu kejutan besar bagi para murid yang mengharapkan Yesus menjadi Juruselamat mereka dari penjajahan Bangsa Romawi mendapati Sang Penyelamat itu telah mati. Murid-murid di kala itu mengalami putus asa dan kehilangan semangat untuk hidup, seperti halnya kedua murid Yesus yang sedang pergi ke Emaus mengalami kesedihan yang mendalam dan perasaan putus asa (Luk 24:19-21). Matthew Henry berpendapat bahwa mereka sedang kembali pulang ke Emaus, dengan maksud untuk tidak lagi berurusan lebih jauh dengan perkara mengenai Yesus. Meskipun mereka mendengar kabar dari perempuan dan murid yang lain bahwa kubur Yesus telah kosong dan dikabarkan Ia telah bangkit namun mereka menganggap kisah kebangkitan Guru mereka yang telah mereka dengar pagi itu hanyalah omong kosong belaka. Terlihat kedua murid ini mengalami duka yang mendalam sehingga sulit untuk percaya tentang kabar Yesus yang disampaikan oleh murid yang lainnya.

Di perjalanan menuju Emaus, kita melihat bahwa ada seseorang mendekati kedua murid tersebut dan berjalan bersama-sama dengan mereka, orang itu adalah Tuhan Yesus. Meskipun Yesus yang telah bangkit itu menghampiri, mereka tidak mengenali Yesus, seolah-olah ada sesuatu yang menghalangi mata mereka sehingga tidak dapat mengenal Dia. (Luk 24:16). Mungkin ada perubahan pada penampilan fisik Tuhan Yesus di mana Dia mengenakan tubuh kemuliaan sehingga kedua murid itu tidak mengenali-Nya. Tindakan Tuhan Yesus yang menghampiri kedua murid yang putus asa menggambarkan betapa besar kasih-Nya Tuhan, Ia tidak membiarkan mereka terus berada dalam kondisi terpuruk dan kasih Tuhan yang besar tersebut menarik mereka untuk kembali.

Tuhan Yesus secara tegas menegur kebebalan hati kedua murid tersebut dengan mengatakan, “Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu, sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu, yang telah dikatakan para nabi! Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya?” (Luk 24:25-26). Mereka bukannya tidak tahu apa yang dikatakan para nabi tentang Mesias karena tentunya Tuhan Yesus sudah berulang kali mengajarkan hal tersebut dalam pengajarannya bahwa Mesias harus menderita. Di sepanjang perjalanan itu Tuhan Yesus kembali secara perlahan menjelaskan tentang seluruh kesaksian kitab suci yang membawa kepada pengenalan akan diri-Nya. Hati murid-murid yang awalnya putus asa menjadi kembali berkobar-kobar setelah mendengarkan penjelasan Yesus (Luk 24:27, 32).

Respon kedua murid tersebut setelah menyaksikan secara langsung Yesus yang bangkit adalah mereka segera bergegas kembali ke Yerusalem untuk menceritakan kepada murid-murid yang lain tentang kebangkitan Yesus (Luk 24:33-35). Meskipun jarak Emaus ke Yerusalem begitu jauh sekitar 7 mil jauhnya tetapi mereka tetap pergi ke Yerusalem, bahkan dikala hari sudah mulai gelap. Hal ini menunjukkan terjadinya perubahan yang besar kepada para murid dalam cara mereka memandang berita kebangkitan Tuhan Yesus. Tentu kematian membawa suatu duka yang mendalam bagi para murid, namun dukacita berganti menjadi sukacita karena Yesus telah bangkit. Kematian bukanlah menjadi akhir dari seluruh kehidupannya, melainkan menjadi sebuah awal untuk hidup bersama-sama dengan Tuhan. Lalu apa yang Tuhan inginkan untuk para murid kerjakan? Tuhan berkata kepada mereka bahwa “Kamu adalah saksi dari semuanya ini” (Luk 24:48). Para murid diutus untuk mewartakan berita ini kepada seluruh bangsa, karena Allah mengasihi dunia dan Ia mau supaya orang percaya kepada-Nya (Yoh 3:16).

Apakah kita memandang berita kebangkitan Tuhan Yesus sebagai suatu hal yang konyol atau kita melihat hal ini sebagai kabar baik yang perlu didengar oleh setiap orang? Kiranya kita melihat kematian bukanlah sebuah akhir dari kehidupan melainkan melihat kematian sebagai adalah awal dari kehidupan kita sepenuhnya bersama dengan Allah. Kematian jika tanpa kebangkitan maka akan miserable namun karena kebangkitan Tuhan Yesus merupakan sebuah fakta maka hidup kita saat ini assured. Suatu sukacita karena hidup kita terjamin di dalam Kristus.

Sebuah anugerah jika kita saat ini boleh hidup bagi Kristus. Bukan karena kita layak, sebab tidak ada seorang pun yang layak karena setiap manusia sudah jatuh dalam dosa (Roma 3:23), namun Allahlah yang melayakkan kita. Allah mengasihi kita bahkan ketika kita masih berdosa melawan Dia (Roma 5:8). Maka apa yang seharusnya menjadi respon kita setelah menerima anugerah Allah yang besar itu? Mari setiap kita mengikuti teladan Paulus yang berkata bahwa “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan” (Fil 1:21). Sederhananya, seluruh hidup kita, apapun yang kita lakukan berpusat kepada Kristus. Kita dipanggil untuk menjadi berkat untuk sesama kita sehingga setiap orang boleh mengenal Kristus. Mungkin bagi alumni bisa berdampak di pekerjaan yang ditekuninya, bagi mahasiswa dan siswa bisa menjadi teladan di kampus atau sekolah mereka. Namun sekedar tahu saja tidaklah berguna kalau tidak dilakukan juga.

Pertanyaannya maukah kita hidup bagi Allah yang telah begitu mengasihi kita dengan mengutus Anak-Nya yang tunggal supaya kita beroleh selamat? Mari kita menjadi saksi Tuhan yang mewartakan berita kebangkitan Tuhan Yesus kepada orang-orang disekitar kita karena inilah kerinduan hati Tuhan. Inilah yang menjadi keinginan Tuhan untuk umat-Nya yaitu kita semua menjadi saksi kebangkitan-Nya. Tuhan memanggil kita untuk pergi, menjadikan seluruh bangsa Murid Tuhan, mengajar mereka melakukan segala yang Tuhan telah ajarkan dan percaya bahwa Tuhan akan menyertai kita sampai kesudahan zaman (Mat 28:19-20). Inilah yang Tuhan kerjakan sepanjang pelayanannya yaitu selama 3 ½ tahun Tuhan memfokuskan hidupnya untuk melakukan pemuridan. Maka Tuhan merindukan supaya kita juga melakukan pemuridan. Melalui pemuridan kita dapat mengabarkan berita kebangkitan Tuhan supaya setiap kita tidak perlu lagi kuatir akan hari depan, karena hidup kita sudah dijamin di dalam Allah. Maka pemuridan menjadi sangat penting untuk dikerjakan oleh setiap kita. Itulah panggilan mulia yang Tuhan percayakan kepada setiap umat-Nya. Kiranya setiap kita boleh menjalankan panggilan Tuhan yang mulia ini yaitu dengan pergi dan menjadikan sekeliling kita murid Tuhan.

Tidak ada hal yang paling indah selain menjalani hidup sesuai dengan panggilan-Nya.

BAGIKAN: