Pemuridan yang Tidak Kosong

Memakan kacang kulit dapat dikatakan untung-untungan. Terkadang kita menemukan dua kacang ketika kulit kacang dibuka, terkadang tiga kacang, tetapi juga tidak jarang kita tidak menemukan apa-apa alias kosong. Ketika itu terjadi maka kita merasa sebal. Demikian pula halnya di dalam pemuridan, baik yang dilakukan di dalam persekutuan siswa dan mahasiswa ataupun di gereja. Ada berbagai komunitas Kristen yang memiliki wadah pemuridan berupa kelompok kecil tetapi tidak jarang itu semua hanyalah wadah tanpa isi. Seperti apakah wadah pemuridan yang kosong, atau sebaliknya wadah pemuridan yang tidak kosong?

Dalam 1 Tesalonika 2 ayat 1 – 12, Paulus memulai tulisannya di ayat pertama dengan mengatakan: “Kamu sendiripun memang tahu, saudara-saudara, bahwa kedatangan kami di antaramu tidaklah sia–sia.“ Kata ‘sia–sia’ bisa juga dimengerti sebagai kosong (bahasa asli: ). Dengan demikian dapat dikalimatkan ulang: “… kedatangan kami di antaramu tidaklah kosong.” Seperti apakah kedatangan yang tidak kosong? Seperti apakah pemuridan yang tidak kosong alias pemuridan yang tidak tanpa makna?

Pertama, pemuridan yang tidak kosong adalah pemuridan yang dikerjakan dengan motivasi luhur di hadapan Allah berdasarkan topangan Allah alias tidak hipokritikal (ay. 2 – 6). Paulus dan teman pelayanannya datang ke Tesalonika bukan sekadar melarikan diri dari ancaman yang dialami di Filipi melainkan, meskipun banyak orang yang melawan mereka, dengan berani mereka memberitakan Injil Allah kepada jemaat Tesalonika dengan mengandalkan pertolongan Allah (ay. 2). Penguatan yang diberikan Paulus kepada jemaat Tesalonika tidak lahir dari kesesatan nasihat atau dari nasihat yang benar tetapi motivasi yang jahat (ay. 3). Paulus juga melayani bukan dengan motivasi untuk menyukakan manusia, melainkan untuk menyukakan Allah yang menguji hati karena Allah-lah yang melayakkan mereka untuk memberitakan Injil (ay. 4), tidak bermulut manis (ay. 5), ataupun mencari pujian dari manusia, sekalipun dapat melakukannya sebagai rasul-rasul Kristus (ay. 6). Pelayanan yang dikerjakan Paulus tidak hanya berkaitan dengan tindakan melainkan juga sikap hati.

Kalimat-kalimat tersebut mengindikasikan adanya kemungkinan bahwa Paulus dituduh mencari keuntungan pribadi dalam menjalankan pelayanan, entah dalam hal pengaruh ataupun dalam hal materi dan keuangan. Namun Paulus menegaskan bahwa pelayanan yang dikerjakannya tidak hipokritikal (munafik) di mana Paulus mempersilahkan jemaat untuk menjadi saksi (ay. 1, 2, 5, 11) dan juga Allah untuk menjadi saksi (ay. 5). Ketulusan dalam pemuridan sangat dibutuhkan, sehingga kita tidak melihat jemaat sebagai angka dan target untuk pencapaian keberhasilan kita dalam menjalankan program kerja di persekutuan siswa, mahasiswa, ataupun gereja kita. Cepat atau lambat, tulus atau tidaknya seseorang akan tersingkap dan itu akan mempengaruhi kelanjutan pemuridan yang dilakukan. Ketika target tidak tercapai, jumlah orang yang terjangkau tidak sesuai harapan, orang binaan kita tidak melayani di persekutuan, atau keuntungan materi tidak didapat, masihkah pemuridan dikerjakan?

Kedua, pemuridan yang tidak kosong adalah pemuridan yang dikerjakan secara relasional sebagai orang tua rohani bagi yang dilayani (ay. 7 – 12). Dalam ayat 7 – 10, Paulus menempatkan diri sebagai ibu rohani bagi jemaat, sama halnya ibu jasmani bagi anaknya. Sebagaimana seorang ibu, Paulus juga berlaku ramah terhadap jemaat dengan bersikap lembut , mengasuh dan merawati dengan memberikan kehangatan dan kenyamanan dalam membesarkan anak. Kehangatan inilah yang sejak awal diberikan oleh seorang ibu kepada anaknya, karena pada umumnya ketika seorang anak baru lahir maka ia akan diberikan untuk dipeluk oleh sang ibu. Pelukan yang hangat menjadi wujud keintiman relasi. Inilah gambaran pelayanan pemuridan Paulus yaitu pemuridan yang relasional, begitu intim dan akrab. Ada ikatan personal antara Paulus dengan jemaat. Sering kali pemuridan yang dilakukan menjadi pemuridan yang kosong karena tidak relasional, hanya sebatas program dan membagi pengetahuan Alkitab serta pertemuan yang kaku. Mari bangun relasi yang personal di dalam pelayanan pemuridan kita dengan cara mendoakan mereka, berkomunikasi bukan hanya ketika hendak mengadakan pertemuan melainkan karena ingin bersahabat, hadir di momen-momen krusial mereka, turut masuk ke dalam pengalaman bersama mereka, dan menjadi teladan bagi mereka.

Tidak mudah untuk mengerjakan pemuridan yang relasional karena membutuhkan waktu, pikiran, perasaan, tenaga, bahkan materi dan uang. Karena itu, ikatan relasi personal ini, tidak bisa tidak, hanya bisa dilandasi oleh kasih sayang seperti seorang ibu yang bersedia memberikan jiwanya bagi anak-anaknya. Kata ‘jiwa’ menggambarkan inti dari kehidupan seseorang (bahasa asli: bukan ). Apa rahasianya agar kita bisa memuridkan secara relasional seperti seorang ibu? Kristus-lah jawabannya. Jika seorang wanita hendak menjadi seorang ibu, alias melahirkan anak, ia harus mengambil risiko antara hidup dan mati saat melahirkan. Ada kemungkinan untuk ia hidup dan ada kemungkinan untuk ia mati. Namun demikian, agar kita bisa mengalami kelahiran kembali maka Kristus harus mengalami kematian. Di dalam Kristus-lah kita sanggup mengerjakan pemuridan yang relasional. Itulah mengapa, para pembuat murid tidak bisa didapat melalui open recruitment melainkan melalui penginjilan dan pemuridan di mana orang tersebut telah mengalami kelahiran kembali dan mengalami dimuridkan oleh Kristus.

Ketiga, pemuridan yang tidak kosong bukan hanya relasional melainkan juga punya arah yang jelas alias intensional (ayat 12). Paulus menjalankan pemuridan di Tesalonika sebagai seorang ayah rohani bagi jemaat (ay. 11 – 12). Sama seperti seorang ayah, Paulus menasihati, menguatkan yang sedih dan lemah, serta mendorong dan mendesak. Tiga hal ini sangat penting dan salah satunya tidak boleh tidak ada karena di satu sisi seorang ayah (dan ayah rohani) perlu memberikan nasihat dan ajaran, sekaligus hadir dan menyemangati, serta mendesak untuk maju agar anak-anak bisa dewasa.

Tujuan itu semua adalah agar jemaat yang dilayani Paulus hidup sesuai dengan kehendak Allah (ay. 12). Frase ini menyiratkan makna adanya kelayakan yaitu “…worthy of God…” (dalam berbagai terjemahan bahasa Inggris). Artinya, ada standar yang harus dipenuhi dan dituruti, yaitu Firman Allah. Pemuridan dijalankan bukan hanya memberikan kenyamanan melainkan juga membawa kepada ketaaatan kepada Allah, yang telah memanggil jemaat ke dalam Kerajaan dan kemuliaan-Nya (ay. 12). Setelah seseorang bertobat, ia perlu terus bertumbuh dan berprilaku sebagai warga Kerajaan Allah. Hal ini tidak mudah, tetapi dengan menyadari betapa mulianya hidup sebagai warga Kerajaan Allah maka hal ini akan menyemangati kita dalam memuridkan dan dimuridkan.

Berkaitan dengan ilustrasi tentang ibu dan ayah di dalam pemuridan Paulus, kita memuridkan bukan saja seperti ayah dan ibu, melainkan memuridkan sebagai ayah dan ibu bagi jemaat. Hal ini bukan hanya mengenai cara dalam memuridkan melainkan juga peran dalam pemuridan. Banyak anak muda yang kehilangan figur ayah dan ibu di dalam hidup mereka sehingga mengalami berbagai penyimpangan. Salah satu faktor yang membuat banyak anak muda mengalami kebingungan identitas seksual dan orientasi seksual mereka sehingga kasus-kasus LGBT semakin marak adalah karena mereka tidak mendapatkan sosok laki-laki dan perempuan yang sewajarnya melalui orang tua mereka. Di sisi lain, penginjil dari Amerika Serikat bernama Billy Glass, yang mengkhususkan diri melayani para narapidana, mengatakan bahwa 95% dari narapidana yang berada di bawah ancaman hukuman mati membenci ayah mereka. Ketika ada kekurangan atau kekosongan figur ayah dan ibu di dalam keluarga siswa/mahasiswa binaan kita, kiranya mereka menemukan sosok ayah dan ibu melalui pemuridan yang kita kerjakan.

Seperti apakah sosok ayah yang sejati itu? Ayah sejati adalah sosok yang mencerminkan Allah Bapa. Seperti apakah Allah Bapa itu? Yohanes 1 ayat 18 berkata: “Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya.” Seorang ayah (dan ayah rohani) adalah seorang yang mencerminkan Kristus. Mari kita terus memuridkan sembari kita juga bertumbuh semakin serupa dengan Kristus sehingga orang yang kita muridkan juga bisa mengalami hal yang sama. Amin.

BAGIKAN: