FOMO: Apa sih yang kamu kejar?

Di suatu pagi, saat terbangun dari tidur, saya bergegas mencari handphone saya. Ternyata handphone itu tertimpa oleh bantal yang saya pakai. Setelah bangun itu saya tidak langsung untuk berdoa ataupun membaca Alkitab, melainkan memeriksa pesan apa saja yang ada di WhatsApp dan Instagram. Pikir saya mungkin ada sesuatu pesan yang penting untuk saya. Ada perasaan takut kalau ketinggalan sesuatu informasi yang penting. Rencananya hanya sebentar membuka media sosial, namun selang beberapa waktu tak terasa setengah jam telah berlalu. Kalau bukan karena harus berangkat kerja mungkin akan terus berlanjut. Apa yang membuat saya bisa bermain medsos begitu lama? Rasanya seperti ada keingintahuan untuk melihatnya lagi dan lagi, rasa penasaran seperti video reels apa lagi setelah yang satu ini, seolah-olah shorts videos terus-menerus menawarkan saya untuk melihat video-video menarik yang menjadi kesukaan saya dan mendorong saya untuk menontonnya lagi dan lagi. Ada pula perasaan takut ketinggalan informasi sehingga merasa perlu mengetahui perkembangan terkini yang ada di media sosial. Begitu pula ketika saya menonton sebuah film serial, ketika menonton 1 episode rasanya belum cukup dan ada keinginan untuk melihat apa yang akan terjadi setelahnya di episode berikutnya. Film serial mendorong rasa keingintahuan saya sehingga tak terasa saya bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk menonton film. Apalagi ketika banyak orang lain yang bilang kalau film ini bagus, rasanya ada keinginan untuk menontonnya juga, sehingga berpikir jangan sampai ketinggalan untuk menonton film tersebut. Masih banyak hal lain yang ditawarkan oleh dunia ini, yang dapat membuat banyak orang terhisap olehnya. Penasaran dengan ini dan itu sangat mewarnai pikiran saya. Perasaan iri juga tatkala menghampiri saya ketika melihat orang lain mempunyai kehidupan yang lebih enak atau lebih baik dari saya. Karena saya terlalu banyak menghabiskan waktu melihat media sosial, tak jarang akibatnya banyak pekerjaan menjadi tertunda, atau kerohanian menjadi terasa sangat kering. Waktunya lebih banyak dihabiskan untuk bermain media sosial, menonton, mencari apa yang sedang tren dibandingkan menghabiskan waktu untuk berdoa dan membaca Alkitab. Apakah pengalaman ini familiar dengan Anda? Atau mungkin Anda juga sedang mengalami hal serupa?

FOMO (Fear of Missing Out). Inilah yang sedang melanda banyak orang di zaman ini. Orang tua, pemuda, dan anak-anak pun tak terluput dari hal ini, ibarat virus yang menginfeksi semua orang tanpa pandang bulu, begitu pula perasaan FOMO ini menjangkiti semua orang. Hal ini tidak mengherankan karena anak-anak sejak kecil sudah terpapar dengan berbagai macam teknologi dan tontonan. Kita semua pun juga mengalami hal serupa, sehingga tantangan terbesar bagi sebagian besar dari kita adalah perasaan ‘takut tertinggal’. Banyak orang, terutama anak muda, takut dianggap ‘kudet’ atau kurang update. Misalnya saja mereka berusaha mengikuti tren yang ada, baik dari segi fashion, teknologi, gaya hidup, dan hiburan. Mereka ingin selalu mengetahui apa yang sedang populer dan berusaha memiliki atau melakukannya. media sosial ibarat sebuah stimulus yang dapat mendorong seseorang untuk mengikuti suatu tren dan jika kita tidak hati-hati dalam menggunakan media sosial, maka hidup kita akan kacau balau. Yang paling berbahaya adalah ketika keputusan kita didorong oleh suatu tren, alih-alih mencari kebenaran, kita malah mencari apa yang sedang tren. Hal ini dapat mempengaruhi sikap dan cara hidup kita, kita tidak lagi mempertimbangkan segala sesuatunya dengan matang, tidak merencanakan dengan baik dan hanya mengikuti tren atau apa yang dilakukan orang lain. Seolah-olah itulah yang menjadi tujuan hidup kita. Tidakkah kita melihat bahayanya FOMO tersebut? Ternyata dampak FOMO sangat berbahaya hingga bisa mempengaruhi cara pandang atau gaya hidup seseorang. Lantas bagaimana cara kita mengatasi FOMO yang sudah menjangkiti semua orang, termasuk kita?

Hal pertama untuk mengatasi masalah FOMO ini adalah dengan memiliki kesadaran akan apa yang paling berharga. Ketika seseorang mempunyai sesuatu yang dianggapnya paling berharga, maka ia akan menjaganya dengan hati-hati, tidak ingin kehilangan sesuatu yang dianggapnya paling berharga itu. Misalnya saja jika seseorang menganggap hal paling berharga dalam hidupnya adalah handphone terbarunya, maka tentunya ia akan menjaganya dengan baik, jangan sampai handphone tersebut rusak atau hilang. Jika keluarga adalah hal yang paling berharga baginya maka ia rela bekerja keras, membanting tulang untuk membahagiakan keluarganya. Jika uang adalah hal yang paling berharga maka seluruh fokus hidupnya adalah untuk mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya. Luangkan waktu dan coba pikirkan baik-baik, jangan terburu-buru dan coba renungkan pertanyaan berikut ini, apa yang paling berharga dalam hidupmu saat ini? Adakah hal berharga lain yang saat ini lebih kita prioritaskan selain membangun relasi dengan Tuhan? Tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang lebih berharga daripada Kerajaan Allah. Perhatikanlah apa yang Yesus kerjakan selama Ia hidup di dunia? Ia datang dengan maksud memberitakan Injil Kerajaan Allah. Kata-Nya: “Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!” (Markus 1:15). Yesus menginvestasikan waktunya bepergian dari kota ke kota, desa ke desa hanya untuk memberitakan Injil Kerajaan Allah. Inilah kabar baik bagi kita masing-masing, bahwa ada panggilan bagi kita untuk bertobat. Panggilan ini kini diberitakan kepada semua orang agar mereka yang percaya kepada Yesus memperoleh keselamatan. Sebuah seruan agar seluruh cara hidup kita yang lama boleh ditinggalkan dan mengikuti jalan hidup yang dikehendaki-Nya. Bukankah kita seharusnya memiliki FOMO tentang hal ini? Karena inilah hal yang sesungguhnya dibutuhkan setiap orang, mereka tidak boleh ketinggalan informasi berharga ini. Berita Injil keselamatan ini jauh lebih berharga dibandingkan berita-berita trending terkini yang tersebar di media sosial. Jika kita menganggap ini berharga, bukankah seharusnya kita lebih menghabiskan waktu, pikiran dan tenaga kita untuk hal tersebut? Jadi sadarilah bahwa hal yang paling berharga bukanlah sesuatu yang bernilai sementara, tetapi kejarlah sesuatu yang kekal dan tidak akan binasa sehingga ngengat dan karat tidak akan dapat merusaknya (Matius 6:19).

Kedua, kita memerlukan anugerah Tuhan semata untuk bisa lepas dari perasaan FOMO yang selama ini mendera kita. Bagian firman berikut ini sangat sering diucapkan sebelum memulai kebaktian namun sayangnya kebanyakan orang tidak benar-benar menghayatinya, ayat ini hanya sebagian dari liturgi yang kehilangan kuasanya atau diucapkan tanpa makna. Biasanya sebelum mulai ibadah kita memproklamasikan bahwa “Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi (Mazmur 121:2). Sayang sekali kata-kata indah ini hanya menjadi omong kosong belaka yang keluar dari mulut kebanyakan orang. Renungkanlah baik-baik, benarkah kita telah menyerahkan seluruh hidup kita kepada Tuhan yang berkuasa atas seluruh ciptaan? Apakah kita benar-benar mengakui bahwa pertolongan kita hanya berasal dari Tuhan dan bukan dari hal lain? Tidak mudah untuk melepaskan diri dari perasaan FOMO hanya dengan mengandalkan diri sendiri atau kekuatan Anda sendiri, karena daya tarik dosa begitu kuat dan terus berusaha menarik kita untuk mengikutinya. Dalam Kejadian 3, kita mengetahui bahwa Hawa sempat FOMO ketika digoda oleh ular untuk memakan buah pengetahuan yang baik dan jahat. Hawa melihat bahwa buah dari pohon yang Tuhan larang itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, padahal ia belum pernah memakannya, bagaimana mungkin bisa berkata bahwa buah itu baik? Hawa pun tergoda dan tertipu oleh kebohongan yang diberikan ular. Hawa akhirnya mengambil buah itu dan memakannya. Jika kita melihat hal ini, tidak mungkin kita bisa berjuang sendirian dengan kekuatan kita sendiri. Melawan perasaan FOMO ibarat melawan godaan terbesar yang Iblis tawarkan kepada kita. Dia begitu cerdik dan akan terus menipu kita agar kita mengambil dan memakan setiap tawaran demi tawarannya. Oleh karena itu, andalkanlah Tuhan dalam seluruh hidupmu! Hanya Dia yang bisa menolong diri Anda lepas dari FOMO ini. Yesus mengajarkan murid-murid-Nya untuk berjaga-jaga dan berdoa karena Dia tahu bahwa tanpa hal ini para murid tidak akan mampu menahan segala godaan yang menghadang mereka (Matius 26:41). Akankah kita kini mengambil kesempatan untuk berdoa dan memohon kekuatan kepada-Nya untuk melawan setiap dosa yang menjangkiti hidup kita, khususnya perasaan FOMO ini? Sekali lagi, perlu kita sadari bahwa tanpa pertolongan Tuhan melalui anugerah-Nya yang melimpah, kita tidak bisa berbuat apa-apa.

Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu. Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak, takutlah akan TUHAN dan jauhilah kejahatan (Amsal 3:6-7).

Semoga kita masing-masing bisa terbebas dari perasaan FOMO yang salah ini dan belajar mengakui Tuhan dalam setiap hidup kita. Jangan biarkan diri Anda dikendalikan oleh FOMO tetapi serahkan diri Anda untuk dikendalikan oleh Roh Kudus. Hidup bukan lagi dalam Fear of Missing Out, but Fear of God. Tuhan memberkati kita semua, Soli Deo Gloria.

BAGIKAN: