To Tell and To Teach

Kenapa saya ada di sini? Sebuah pertanyaan yang terus saya renungkan di awal panggilan saya menjadi fulltimer di Perkantas. Hingga Tuhan meneguhkan kembali panggilan saya lewat saat teduh. Saya masih ingat, saya merobek bahan saat teduh tersebut dan menempelkannya di lemari dalam kamar saya. Setiap kali saya mulai merasa kehilangan arah saya akan membaca kembali perenungan yang diambil dari Mazmur 78:1-8 tersebut.

Kita hidup di antara kisah-kisah dan kita tertarik mendengarnya. Pergilah ke toko buku dan perhatikan genre buku yang dijajakan. Anda akan menemukan banyak buku berisi tentang kisah-kisah yang disajikan dalam bentuk novel, komik, fiksi, ataupun biografi. Saya menyadari bahwa sampai akhir hidup saya, saya tidak akan pernah selesai membaca dan mengetahui semua kisah-kisah itu. Namun, jikalau ada kisah yang perlu saya tahu, kisah yang menginspirasi saya, kisah yang mengoreksi saya, kisah yang berharga untuk diceritakan, kisah yang akan menolong banyak orang menemukan tujuan hidupnya, maka jawabannya ada dalam Alkitab. Dalam ayat ke-1 sampai ke-4, pemazmur mengatakan bahwa ia akan menyampaikan (ESV menggunakan kata ‘tell’) kisah yang hidup sejak masa nenek moyang mereka kepada anak-anak mereka, yaitu kisah tentang perbuatan-perbuatan ajaib yang telah dilakukan Allah. Kisah turun temurun inilah yang perlu saya ketahui, hayati, dan ceritakan kepada kaum muda yang saya layani. Sebab saya yakin sebuah kisah yang terus dikisahkan akan hidup dan orang-orang akan menyadari bahwa Sang Penulis kisah itu hidup bersama kisah-Nya. Lebih dari itu bahwa Sang Penulis pernah hidup di antara manusia dalam Yesus Kristus.

Di dalam kisah-Nya, Allah juga menyampaikan kerinduannya agar manusia terhindar dari bahaya dosa lewat hukum-hukum-Nya. Dalam ayat yang ke-5, pemazmur mengatakan bahwa Allah memerintahkan nenek moyang Israel untuk ‘mengajarkannya’ (ESV menggunakan kata ‘teach’) kepada anak-anak mereka. Ketetapan-ketetapan inilah yang perlu diajarkan beriringan dengan kisah perbuatan ajaib yang telah dilakukan oleh Allah, dan tetap terus dilakukan-Nya agar manusia sadar bahwa Allah yang hidup mengasihi mereka.

Tujuan pemazmur melakukan kedua hal ini adalah agar generasi-generasi muda menaruh kepercayaan, tidak lupa akan perbuatan-perbuatan Allah, serta memegang perintah-Nya (ay. 7-8). Ketika saya merenungkan firman ini dan melihat kondisi Indonesia yang diisi dengan berita radikalisme, pemimpin korup yang rela menukar integritas demi harta dan tahta, serta hoax yang makin banyak beredar, maka saya makin melihat bahwa kedua hal ini menjadi penting dilakukan. Bukanlah tidak mungkin bagi Allah untuk mengubah hati para pemimpin yang korup saat ini, namun mulai saat ini situasi tersebut dapat dicegah jika banyak generasi muda saat ini mencintai Yesus lebih dari uang, menghormati Yesus lebih dari tahta, dan menaruh kepercayaannya pada Yesus.

Prepare the child for the road, not the road for the child. Menyiapkan generasi muda saat ini untuk siap menghadapi tantangan di masa depan jauh lebih baik daripada menghilangkan semua tantangan yang akan mereka hadapi. Oleh karena itulah mereka butuh berakar teguh dalam pengajaran dan hidup dengan kesadaran bahwa Allah menyertai hidup mereka sehingga ketika dewasa nanti, ia tetap mengikut Yesus. Inilah alasan mengapa saya ada dan menjadi staf Perkantas Jakarta.

BAGIKAN: