Memberi di Tengah Keterbatasan

Sedari kecil aku terbiasa untuk menabung, bahkan aku cenderung hitung-hitungan dalam hal keuangan pribadi. Sebisa mungkin melakukan berbagai cara untuk menekan pengeluaran. Pendidikan keluarga membuatku sangat menghargai harta yang aku miliki untuk tidak membelanjakannya pada hal-hal yang tidak perlu.

Seiring berjalannya waktu, aku mengalami Kristus secara nyata saat SMA kelas 11 di ibadah KKR Siswa 2013. Lalu, di SMA pun aku dimuridkan dalam kelompok kecil yang membuatku begitu menikmati Kristus. Perlahan, karakterku mulai diubahkan dan mengalami pertumbuhan di dalam Kristus. Termasuk di dalamnya adalah cara pandangku dalam melihat harta. Sejak saat kelas 12 SMA, aku memutuskan untuk memberikan persembahan kasihku kepada Perkantas. Aku tidak bisa menutupi fakta bahwa PSKJ (Persekutuan Siswa Kristen Jakarta) sangat dipakai Tuhan untuk menolongku melihat dan mengalami secara otentik Allah yang begitu pemurah. Injil yang aku nikmati di tengah busuknya dosa dalamku sebagai pesona anugerah-Nya membuatku sangat bersukacita untuk memberikan diriku kepada Kristus, tak terkecuali dalam hal finansial.

Namun, bukan berarti aku setia setiap bulan memberikan persembahanku kepada Perkantas. Tantangan datang ketika aku mulai kembali hitung-hitungan terhadap harta. Harta menggusur tahta hati yang seharusnya didiami Allah. Dari yang awalnya aku menyisihkan harta kepada Tuhan menjadi harta yang aku sisakan kepada Tuhan. Kelalaian dalam hal menunda-nunda waktu untuk transfer uang pun menjadi tantangan. Aku berkompromi dalam dosa dan tidak memperlakukan Allah sebagai Allah.

Dalam proses pertumbuhan dan pengenalanku kepada Kristus aku disegarkan oleh Firman. Gerejaku cukup baik mengingatkan jemaat untuk memberi persepuluhan bahkan semenjak aku mengikuti katekisasi. Membahas Firman dari Maleakhi 3: 8 mengenai persembahan persepuluhan lebih tepatnya ketika manusia menipu Allah dalam persembahan persepuluhan. Saat mengetahui bahwa kata ‘menipu’ dalam bahasa Ibraninya berarti ‘merampok’ sangat membuatku tertegur. Semakin aku mengenal Allah yang memiliki segala sesuatu di dunia ini termasuk segala aspek hidupku.

Dalam kekurangan, aku pun juga diingatkan melalui buku-buku rohani yang aku baca. Seperti di dalam buku Radical oleh David Platt yang mengungkapkan, “Jika tempat itu berbahaya, Allah pasti tidak ada di sana. Jika tempat itu berisiko, jika tempat itu tidak aman, jika tempat itu berbahaya, berarti itu pasti bukan kehendak Allah. Tapi bagaimana jika semua faktor ini justru adalah kriteria dengan mana kita menentukan bahwa sesuatu adalah kehendak Allah? Bagaimana jika kita mulai melihat rancangan Allah sebagai pilihan yang paling berbahaya bagi kita? Bagaimana jika pusat dari kehendak Allah ternyata adalah tempat yang paling tidak aman bagi kita?”

David Platt pun memberikan teladan dari John Wesley ketika Wesley baru saja membeli beberapa lukisan untuk mendekorasi kamarnya. Saat itu musim dingin dan Wesley melihat salah seorang pelayannya hanya memiliki gaun linen tipis sebagai perlindungan terhadap hawa dingin. Ia meraih sakunya untuk memberi pelayan itu uang demi membeli mantel, ternyata ia hanya punya sedikit uang. Ia terkejut bahwa Tuhan tidak senang dengan caranya membelanjakan uang. Ia bertanya kepada diri sendiri: “Apakah Tuanku akan berkata, ‘Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia’? Kau telah menghias indah tembok kamarmu dengan uang yang bisa digunakan untuk melindungi mahkluk miskin ini dari hawa dingin! Ya ampun! Ya Tuhan! Tidakkah semua lukisan ini adalah darah sengsara dari pelayan yang malang ini?”

Mari mensyukuri setiap pemberian Allah dengan memberi persembahan sedari dini. Jika kamu adalah siswa ataupun mahasiswa yang belum memiliki penghasilan tetap bukan berarti menjadi alasan untuk tidak memberi persembahan. Bukankah Allah alam semesta langit tentunya memperhatikan kita juga dalam hal finansial? God will take care of you.

BAGIKAN: