Allah yang Menepati Janji-Nya

Takjub adalah kata pertama yang secara spontan saya ucapkan untuk setiap hal yang dikerjakan oleh-Nya dalam perjalanan kehidupan saya. Terkhusus ketika menggumulkan dan menjawab panggilan Allah untuk menjadi rekan sekerja-Nya di Perkantas Jakarta. Kalau boleh berkata jujur, untuk sekedar memikirkan menjadi staf saja saya tidak berani. Namun kalau Allah sudah berkehendak, sekeras apapun hati manusia akan tetap tunduk.

Ketika diminta mendoakan, saya sulit untuk memutuskan terkait kesediaan diri menjadi staf Perkantas Jakarta. Saya sempat merasa “sinis” dengan diri sendiri. Hal pertama yang paling ditakutkan adalah karena bidang yang akan saya kerjakan adalah hal yang paling saya hindari ketika mencari pekerjaan. Saya tidak terbiasa mengerjakan hal-hal yang bersifat administratif, hal-hal yang berkaitan dengan keuangan serta pekerjaan yang bersifat rutin. Merasa hal-hal tersebut bukanlah keahlian dan “zona nyaman” saya. Selain itu, hal lain yang cukup membuat gentar adalah izin dari kedua orang tua. Tidak dipungkiri seperti kebanyakan orang tua pada umumnya mereka menginginkan saya bekerja di instansi yang memiliki jenjang karir yang pasti. Hal ketiga adalah karena saat itu saya sedang dalam proses ujian CPNS di salah satu instansi pemerintahan dan sudah mendekati tahap akhir. Dari sekitar 150 orang yang mendaftar tersisa tiga orang, salah satu diantaranya adalah saya. Akan ada 1 orang yang dipilih dan akan ditempatkan di Lubuk Linggau, Palembang. Kesempatan saya sebenarnya cukup besar. Namun, ada hal yang menggelisahkan saya untuk melanjutkan ujian. Ada perasaan tidak nyaman dan ragu untuk melangkah.

Akan tetapi di balik semuanya itu, Allah menguatkan dan meneguhkan saya. Salah satu firman yang paling menguatkan saya adalah saat teduh pada hari ulang tahun saya waktu itu melalui Yohanes 4:35-38. Allah mengarahkan hati saya untuk melihat sekeliling bahwa ada “ladang yang sedang menguning” yang harus dikerjakan. Sebulan kemudian–ketika masih bergumul–Allah kembali berbicara melalui firman-Nya melalui Lukas 5:1-11. Ayat 10 yang berkata “Jangan takut…” cukup meneduhkan hati saya yang tadinya takut untuk mengambil keputusan menjadi staf. Pergumulan-pergumulan lain juga Allah jawab satu persatu baik melalui firman, sahabat rohani, pengkhotbah di dalam ibadah bahkan keluarga yang tadinya menjadi salah satu faktor yang saya khawatirkan.

Saya harus jujur mengakui bahwa saya sempat merasa “curiga” dengan Allah. Muncul pertanyaan “Apakah saya layak?”, “Apakah Allah tidak salah memilih saya?” Sekali lagi Allah memberikan peneguhan yang membuat saya semakin yakin, melalui kisah saat Gideon mengirik gandum di tempat pemerasan anggur pada Hakim-hakim 6. Sekalipun merasa lemah dan tidak bisa berbuat apa-apa namun penyertaan Allah menjadi jaminan yang pasti.

Bulan ini saya genap 1 tahun menjadi staf fundraising Perkantas Jakarta. Banyak hal yang saya saksikan dari pekerjaan tangan Allah. Penggenapan demi penggenapan sebagai bukti dari apa yang dijanjikanNya telah saya rasakan. Dialah ALLAH! IA nyata dan menepati janji-Nya! Terpujilah Allah!

BAGIKAN: