Dipanggil Kepada Terang-Nya yang Ajaib

Pernahkah kamu bertanya-tanya mengapa sebenarnya kita menjalani pelayanan? Baik itu siswa di dalam Rohkris, mahasiswa di dalam PMK, maupun alumni di ladangnya masing-masing. Apa sebenarnya makna dari kehadiran Perkantas (atau dengan kata lain, KITA semua) melalui perspektif Petrus di dalam suratnya (1 Petrus 2)?

Petrus menyatakan identitas orang percaya adalah nabi, imam, dan raja. Petrus mengatakan kepada seluruh orang percaya: kamu adalah imamat yang rajani (kerajaan imam, bdk. Kel 19:6) –bersama-sama sebagai imam di hadapan Sang Raja dan berbagi kekuasaan atau otoritas dengan Sang Raja di dalam Kerajaan-Nya; kamu juga adalah pemberita perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia (1Pet. 2:9). Petrus tidak mengatakan bahwa kamu memiliki imamat yang rajani, atau kamu mempunyai pemberita-pemberita. Pada zaman kuno, seluruh kebudayaan memahami bahwa ada manusia, ada tuhan atau dewa atau ilah, dan ada kesenjangan atau keterpisahan di antara manusia dan tuhannya, yang harus dijembatani oleh elit-elit spiritual, supaya manusia dapat bertemu tuhannya. Elit-elit spiritual ini dianggap lebih berhikmat, lebih kudus, dan mampu memediasi manusia dengan tuhan (Bangsa Israel juga memiliki elit-elit spiritual: nabi, imam, dan raja). Namun, Petrus menyatakan, seluruh orang percaya di dalam Kristus sekarang adalah nabi, imam, dan raja. Ini adalah pesan yang radikal.

Nabi adalah seseorang yang memiliki keberanian dan hikmat untuk memberitakan kabar baik kepada orang-orang. Imam adalah seseorang yang memiliki simpati, kasih, dan hati hamba untuk mengajak orang-orang menghidupi kabar baik dalam hidup mereka. Raja adalah seseorang yang mengorganisir, mengatur, dan mencari tahu bagaimana agar penyataan kabar baik ini dapat dikerjakan dengan tuntas. Dalam bagian-bagian Alkitab lainnya (misalnya Efesus, Roma, dan Korintus), kita tahu bahwa setiap orang percaya di dalam Kristus menerima bermacam-macam karunia rohani; sebagian memiliki lebih banyak karunia ke-nabi-an, sebagian lagi karunia ke-imam-an, ataupun karunia ke-raja-an. Tetapi secara mendasar, kita semua sekarang adalah pelayan Tuhan; kita semua adalah hamba Tuhan. Tidak ada lagi elit-elit spiritual di dalam Kristus. Apa arti identitas tersebut bagi Perkantas dan kita saat ini? Setidaknya, ada dua hal yang bisa kita refleksikan.

Pertama, kita semua masuk di dalam gerakan dinamis Tuhan. Kita bukan sekadar institusi atau perkumpulan manusia yang diatur atau dikontrol oleh manusia maupun kondisi. Tuhan sedang bekerja melalui panggilan pelayanan dan karunia rohani seluruh umat-Nya. Kita mungkin tidak tahu kapan dan bagaimana pekerjaan Tuhan berbuah dengan berlimpah dan dapat kita nikmati. Namun, kita dapat menanti dengan tekun dan berpengharapan karena menyadari Tuhan bergerak dengan dinamis di dalam dan melalui umat-Nya. Perjalanan pelayanan Perkantas selama 46 tahun telah membuktikan hal ini berulang-ulang kali.

Kedua, kita hadir untuk dunia. Perkantas dan setiap kita hadir untuk orang-orang yang “bukan anggota” (non-members). Kita adalah suatu rumah rohani di tengah dunia dimana Tuhan hadir di dalamnya dan dunia dapat berjumpa dengan-Nya (1Pet. 2:5). Petrus mengingatkan panggilan orang percaya untuk mendeklarasikan perbuatan besar Tuhan –Karya keselamatan Yesus (1Pet. 2:9) dan mempertunjukkan cara hidup yang baik –agar orang-orang yang belum percaya dapat melihat hidup yang ditransformasi dalam Kristus, mendengar pesan yang transformasional, dan memuliakan Tuhan (1Pet. 2:12-17), di tengah penderitaan sekalipun: difitnah, ditekan, menderita secara tidak adil (1 Pet 2:18-25). Secara khusus, ketika kita melihat apa yang terjadi beberapa bulan terakhir di negara Indonesia, berkaitan tentang radikalisme, terorisme, persekusi, maupun oknum politik yang hanya memikirkan kepentingan diri dan golongan, kita dipanggil untuk bangun dan berdiri sebagai nabi, imam, dan raja yang membawa bangsa Indonesia berjumpa dengan Tuhan melalui pemberitaan Injil Yesus Kristus (kesaksian) dan demonstrasi cara hidup yang baik dalam segala hal (perbuatan, cara pandang, etos kerja, dialog, sikap dalam relasi, dan lainnya).

Sayangnya, kita menyadari ada masalah besar yang terjadi. Alkitab, dan bahkan sejarah, benar mencatat adanya kuasa yang besar, suci, dan supranatural di dalam umat Tuhan, yang mampu mentransformasi sekitarnya, bahkan mengubah sebuah negara. Namun, mengapa saat ini kebanyakan persekutuan umat Tuhan lebih menyerupai sebuah klub ataupun sebuah institusi yang terikat? Apa yang terjadi? Jawabannya adalah sesuatu harus menyalakan dan mengobarkan apa yang ada di dalam umat Tuhan. Apakah itu? Petrus menjelaskannya di dalam suratnya: kita perlu merengkuh kedalaman pemahaman dan pengalaman kasih karunia Tuhan di dalam Injil. Ketika seseorang dapat mengalami kedalaman kasih karunia Tuhan, hidupnya digambarkan masuk ke dalam ketakjuban dan keindahan dari terang-Nya yang ajaib (into His wonderful light). Hanya ketika kasih karunia Tuhan telah merenggut kita sedemikian rupa, kita akan mengalami kobaran dan gairah menyatakan dan mengerjakan identitas kita.

Bagaimana kita dapat memenuhi hidup kita dengan ketakjuban kasih karunia Tuhan? Petrus memberikan beberapa hal yang dapat kita renungkan bersama. Pertama, kita adalah bangsa yang terpilih (chosen people), bukan bangsa pilihan (choice people). Kita menjadi umat Tuhan bukan karena kebaikan yang ada dalam diri kita, melainkan karena kebaikan yang ada pada Tuhan; kita dipilih bukan karena kita lebih baik dari orang lain, tetapi semata-mata karena kasih karunia Tuhan. Kedua, kita adalah umat kepunyaan Allah sendiri (God’s special/treasured possesion). Umat-Nya adalah milik-Nya yang paling berharga. Seluruh galaksi, alam semesta, bumi, lautan, dan gunung yang megah, adalah milik Tuhan, tetapi itu tidak ada bandingnya dengan cinta-Nya kepada kita. Ketiga, Petrus mengutip penggalan dari cerita Hosea di dalam suratnya (1Pet. 2:10). Sebagaimana Tuhan meminta Hosea untuk menebus dan mencintai istrinya, Gomer, yang tidak setia, Petrus percaya dan tahu betul bahwa di dalam Yesus Kristus, Tuhan datang ke dalam dunia untuk menebus dan mencintai manusia yang sering mengkhianati-Nya, bukan dengan uang, tetapi dengan darah-Nya, untuk menjadikan kita milik-Nya.

Jonathan Edwards menyimpulkan, “Until you know you’re that treasured and loved, everything you do will be basically for yourselves, even the good things that you do.” Hanya ketika ketakjuban dan keindahan kasih karunia Tuhan memenuhi hidup kita, kita dapat memahami dengan tepat identitas dan panggilan kita sebagai orang percaya. Hanya ketika kita terpana oleh terang-Nya yang ajaib, kita dapat berhenti selalu melihat diri sendiri dengan egois (selfishly) dan mulai melihat orang-orang di sekitar kita dengan penuh pengorbanan (selflessly).

Kiranya Tuhan menyertai perjalanan pelayanan Perkantas dan kita semua hingga kesudahannya. Kemuliaan hanya bagi Tuhan.

BAGIKAN: