Be an Indispensable Companion!

TUHAN Allah berfirman: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” (Kejadian 2:18)

Ketika akan memulai Retreat Penggalian dan Perenungan Firman di November tahun lalu, muncul sejumlah pesan yang sangat menarik perhatian dalam WhatsApp Group KTB Pasutri saya, yaitu KTB PASUTRI Depok. Ada pesan dari alumni S, yang bekerja di BPJS dan berkantor di Bogor, menceritakan dan memohon dukungan untuk penempatan tugasnya yang akan diumumkan hari itu. Beberapa waktu kemudian, muncul pesan lagi dari S, ternyata Ia ditempatkan di Nusa Tenggara Timur. Hebohlah WA group kami saat itu—khususnya oleh para isteri—sebab jelas penempatan itu sangatlah berat bagi J, suami dari S yang bekerja di Bank Indonesia. Mereka sudah dikarunia 2 orang anak yang masih kecil-kecil dan sudah bersekolah. Dan mama S yang sedang sakit berat butuh perhatian besar dari mereka berdua.

Sesaat setelah membaca semua seruan mamak-mamak itu, dua hal saya posting menanggapi postingan mereka. Pertama, berat atau tidaknya penempatan tugas itu relatif adanya, tergantung dari bagaimana kita memandang dan menyikapinya sebagai sebuah panggilan dari Tuhan atau bukan. Kedua, sebuah pelajaran dari salah satu perikop kitab Rut yang dipakai dalam Retreat Penggalian dan Perenungan itu. Rut berani dan bisa menjadi seorang perempuan yang membuat keputusan penting di saat penting, sehingga dipakai Allah memainkan peran penting dalam karya keselamatan-Nya bagi dunia. Serta juga harapan saya agar para isteri yang ada dalam KTB kami juga Tuhan mampukan untuk menjadi seorang perempuan yang seperti Rut. Kemudian muncul sebuah postingan yang membuat saya bersyukur dan terharu. S menyatakan bahwa apa yang saya sampaikan tentang panggilan tadi itulah yang menjadi perhatiannya dan suami. Mereka sedang menggumulkannya, serta meminta dukungan doa kami semua.

Beberapa hari kemudian kami mendapat kabar dari S bahwa dia akan menjalankan penempatan tugas di kota Maumere, kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Dia berangkat pertengahan Desember tahun lalu. J sang suami tetap tinggal di Depok mengurusi kedua anak mereka, mengerjakan tugasnya di Bank Indonesia, serta juga memperhatikan mama dari S. Dua minggu sekali, pada hari Jumat, S pulang ke Depok untuk bertemu dan mengurusi mereka semua. Di hari minggu malam, dia terbang kembali ke Maumere untuk kembali menunaikan pekerjaannya di BPJS sana. Dan, itu terus mereka berdua kerjakan hingga saat ini. Mereka saling melengkapi satu sama lain, dalam mengerjakan tugas dan panggilan mereka dengan segala tantangan dan resikonya. Saya melihat apa yang mereka dapatkan, dan lakukan terhadap satu sama lain itu, merupakan anugerah yang Tuhan limpahkan lewat pernikahan mereka.

Hal ini terlihat dalam Kejadian 2:18 yang saya kutip di awal tadi. Tertulis bahwa Tuhan menjadikan bagi manusia itu seorang “penolong…yang sepadan…”. Kata terjemahan “penolong” ini sesungguhnya tidak secara akurat menyampaikan konotasi dari kata Ibrani עֵזֶר (‘ezer), sebab kata “penolong” dapat memberikan konotasi dengan beragam ide. Penggunaan istilah Ibrani itu tidak menyatakan suatu peran yang subordinat, sebagaimana kata “penolong” dalam bahasa Indonesia. Dalam Alkitab, Allah banyak disebutkan sebagai עֵזֶר (‘ezer), seorang “penolong”, yang mengerjakan bagi kita apa yang tidak bisa kita kerjakan bagi diri kita sendiri; dia, dan hanya dia yang sanggup, memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita. Dalam konteks ini, kata tersebut tampaknya mengekspresikan ide akan seorang “Indispensable Companion”, seorang teman hidup yang mutlak diperlukan, esensial, tak bisa tidak dimiliki. Laki-laki itu tidak bisa tidak hidup dengan perempuan itu; demikian pula sebaliknya. Sang perempuan yang Allah jadikan itu akan menyuplai apa yang kurang atau tidak dimiliki sang laki-laki itu dalam desain penciptaan Allah. Meskipun tidak dituliskan dalam ayat itu, secara logis itu juga berarti bahwa sang laki-laki itu akan menyuplai apa yang kurang atau tidak dimiliki sang perempuan itu.

Lalu apa yang disampaikan lewat kata “yang sepadan”? Richard E. Averbeck, Ph.D. dan timnya menyatakan: “The Hebrew expression literally means ‘according to the opposite of him.’ The man’s form and nature are matched by the woman’s as she reflects him and complements him. Together they correspond.”

Sang perempuan itu dijadikan sebagai komplemen bagi sang laki-laki, dan juga sebaliknya. Keduanya cocok satu sama lain, dan saling melengkapi karena pasangannya itu adalah komplemennya, maka ia akan tidak lengkap, memiliki kekurangan, tidak bisa mengerjakan apa yang Tuhan hendak ia dan pasangannya kerjakan bersama. Apa yang Tuhan kehendaki untuk dikerjakan bersama oleh pasangan itu? Kejadian 2:15 menyatakannya, “TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu.” Mengurusi taman yang sebelumnya diciptakan dan diurusi oleh Allah, itu tugas yang mereka harus kerjakan. Itu adalah ibadah dan pelayanan mereka bagi Allah.

Bagi kita pasangan suami-isteri di zaman ini, apa yang Tuhan kehendaki dikerjakan bersama? Jelas, menghadirkan Kerajaan dan kebenaran-Nya di dunia ini adalah tugas yang Tuhan kehendaki untuk kita kerjakan bersama pasangan hidup.Kembali ke kisah S dan J tadi, saya lihat mereka telah menjadi “Indispensable Companion” satu bagi lainnya; menjadi komplementer satu bagi lainnya dalam mengerjakan tugas yang Allah berikan, di pekerjaan, di rumah maupun di keluarga besar mereka. Itu adalah anugerah pernikahan yang telah mereka terima dan responi sebagaimana mestinya.

Saya bersyukur Tuhan juga telah anugerahkan pernikahan, di mana saya mendapatkan pasangan hidup yang juga telah berjuang menjadikan dirinya sungguh sebagai seorang “Indispensable Companion”, dalam menjalankan penggilan sebagai hamba Tuhan penuh waktu di Perkantas Jakarta, mulai dari tahun yang keempat hingga tahun yang ketujuhbelas ini. Baik lewat doa, dana, maupun dirinya yang ikut serta dalam pelayanan. Demikian pula dalam merawat dan membesarkan anak kami, maupun membantu keluarga besar kami masing-masing, Merry Ivana Turnip namanya. Saya pun berusaha juga dengan pertolongan Tuhan untuk menjadi seorang “Indispensable Companion” bagi dia, lewat berbagai hal yang Tuhan karuniakan pada saya. Mendukung dia mengerjakan tugas-tugas profesinya di bidang Kesehatan Masyarakat; mengerjakan tugas-tugas di rumah serta mengurusi anak ketika dia bepergian mengerjakan tugas kantor, ke luar kota maupun ke luar negeri; mengurusi keuangan dan belanja kebutuhan-kebutuhan rumah; juga hal lainnya yang bisa saya kerjakan untuk menjadi komplementer bagi dirinya.

Bagi kalian teman-temanku yang Tuhan sudah anugerahkan pernikahan, apakah kalian sudah sungguh menjadi seorang “Indispensable Companion” bagi suami atau isterimu? Berdoalah dan gunakanlah segala talenta yang Tuhan sudah karuniakan padamu untuk dapat menjadi seorang “Indispensable Companion” bagi pasanganmu. Dan tentunya, jangan lupa untuk selalu memandang dan menerima pasanganmu sebagai seorang “Indispensable Companion” yang Tuhan sediakan bagimu, yang tanpa dia, kamu tidak dapat mengerjakan tugas tanggung jawab yang telah Dia berikan. Janganlah pernah merasa bisa mengerjakannya sendirian saja! Sebab Tuhan membuat dan menetapkan kamu untuk tidak bisa tidak hidup dengan dia dalam mengerjakan tugas panggilan-Nya.

Bagaimana dengan teman-teman yang belum dianugerahi pernikahan? Berdoalah, carilah, dan pastikan, bahwa orang yang akan kamu jadikan isteri atau suamimu nanti adalah orang akan yang sungguh dapat dan mau menjadi seorang “Indispensable Companion” bagimu, dan kamu baginya. Lihat apakah talenta-talenta yang ada pada dirinya dan dirimu memang sangat dibutuhkan oleh kalian masing-masing dalam mengerjakan tugas panggilan yang Tuhan berikan. Latih dan asah talenta-talentamu itu. Dan tentunya, lihat dan pastikan juga bahwa dia dan kamu telah memiliki visi yang sama terkait tugas dan panggilan itu.

Saya ingin menutup dengan apa yang pernah dikatakan seorang filsuf Yunani terkenal, Sokrates: “By all means marry. If you get a good wife, twice blessed you will be. If you get a bad wife, you will become a philosopher.”

Saya berdoa kiranya Tuhan anugerahkan kepadamu dan pasanganmu atau calon pasanganmu, kerinduan dan kemampuan untuk menjadi seorang “Indispensable Companion”. Sehingga kamu dan pasangan atau calon pasanganmu, menjadi seorang yang sungguh merasa terberkati, dan bukannya menjadi seorang filsuf.

BAGIKAN: