Lihat Manusia Itu!

Baru-baru ini saya merasakan bagaimana mengasuh bayi. Oleh karena adik perempuan saya dan suaminya bekerja, maka dalam waktu senggang, saya menolong mereka mengasuh keponakan saya dari lahir sampai saat ini dia berusia satu tahun. Pengalaman ini membuat saya menghayati sakitNya hati Allah Bapa ketika melihat AnakNya disiksa. Membaca Yohanes 19:1-16a, tidak dapat terlepas dari pasal pertama Yohanes yang mengatakan: “Firman itu telah menjadi manusia…” Firman yang pada mulanya bersama dengan Allah dan adalah Allah telah menjadi darah dan daging. Pandanglah kepada Yesus maka kita akan menemukan Allah yang hidup dan penuh kasih, namun bisa terluka dan berdarah. Pilatus membawa Yesus yang penuh luka dan darah ke hadapan imam-imam dan penduduk Yerusalem sambil mengatakan “Lihatlah manusia itu!”

Dalam Firman menjadi daging juga kita dapat melihat kekejaman dosa, yang membuat manusia tidak dapat mengenal Allah dan tidak menghargai sesamanya manusia. Lihatlah bagaimana Yesus disiksa secara fisik dan mental. Tidak lagi ada harga diri di atas kayu salib, seorang manusia telanjang bulat dipertontonan kepada dunia. Dalam narasi penyaliban kita juga semakin mengerti perkataan Yesus dalam Yohanes 3:16 mengenai besarnya kasih Allah Bapa yang merelakan Putera Tunggal-Nya. Pribadi yang menderita dalam penganiayaan Yesus bukan hanya Yesus tapi juga Allah Bapa di sorga. Allah Bapa mungkin adalah yang paling menderita karena Dia melihat AnakNya, buah hatiNya dihabisi dihadapanNya.

Dalam narasi salib, Allah tidak hanya menanggung hukuman atas dosa manusia, Dia seolah ingin memberitahukan kepada dunia bahwa segala kekerasan yang manusia alami, fisik maupun psikis, dirasakan oleh Allah. Segala kekerasan fisik maupun verbal yang dilakukan terhadap sesama manusia, sesungguhnya dilakukan juga kepada Allah, Sang Pencipta dan Pemilik orang yang disakiti. Benar bahwa orang tua yang melahirkan kita dalam dunia ini, namun pemazmur mengatakan bahwa Allah lah yang menenun kita dalam kandungan. Ketika menggores luka pada orang lain, kita menggores tenunan Allah. Oleh karena itu, sebelum kita menyakiti seseorang mari pikirkan hati Allah, dan hati ibu dari orang tersebut yang akan turut merasakan rasa sakit yang kita berikan!

Narasi penyaliban Kristus memanggil para pelaku kekerasan untuk berhenti melukai Allah dan manusia. Termasuk seruan kepada pemerintah dan pejabat agar jangan melakukan kejahatan terhadap rakyatnya. Rintihan dan darah para korban berteriak kepada Allah, dan dalam diamnya Yesus dalam kesengsaraan-Nya, Allah berteriak supaya para pelaku kekerasan segera berhenti. Seperti Allah menghitung semua dosa Israel, begitu juga Allah menghitung semua dosa bangsa Indonesia. Dalam negeri ini ribuan kasus kekerasan dan pelecehan terhadap anak dan perempuan terjadi pertahun, rintihan dan darah mereka berteriak kepada Tuhan. Allah tidak diam, Dia berseru melalui narasi penyaliban Kristus agar semua itu dihentikan, dan memanggil anak-anak-Nya untuk peduli dan membela korban. Mari kita berdoa supaya di Indonesia kelak dihasilkan pemimpin-pemimpin yang lebih baik, agar kekerasan dan kejahatan berkurang, agar rintihan dan darah orang-orang yang tertindas yang berteriak kepada Allah semakin berkurang.

Narasi Yohanes 19:1-16a, memperlihatkan bagaimana para pemuka agama, para imam-imam menolak sabda nabi dalam Perjanjian Lama karena kebencian mereka terhadap Yesus. Mereka tahu bahwa Mesias yang akan datang adalah Raja sesungguhnya, kerajaan-Nya tidak akan berakhir, namun mereka mengatakan kepada Pilatus “Kami tidak mempunyai raja selain dari pada Kaisar!” Imam-imam sangat membenci Yesus karena selain Yesus mengakui bahwa diri-Nya adalah Anak Allah Yang Maha Tinggi, Ia juga mengganggu kenyamanan dan otoritas mereka. Jadi sebenarnya bukan Kaisar Romawi raja mereka, tetapi keamanan dan kenyamanan doktrin serta aktivitas agama mereka. Dalam kehidupan keagamaan dan kehidupan sehari-hari jangan sampai kita justru menyingkirkan Allah demi kenyamanan beribadah dan hawa nafsu duniawi yang menggoda kita. Persekutuan, gereja, dan orang percaya tidak boleh mengatur Tuhan, Tuhan lah yang seharusnya mengatur setiap tindakan dan hidup kita.

Narasi Yohanes 19:1-16a, memperlihatkan sosok Pilatus yang didesak berkompromi untuk menyerahkan Yesus agar dihukum mati, jika ia tidak ingin diadukan tidak setia kepada Kaisar. Pilatus takut jika melepaskan Yesus, nyawanya terancam di hadapan Kaisar yang sering menghukum mati pejabatnya yang tidak setia. Yesus mencoba menyadarkan Pilatus bahwa segala kuasa berasal dari Allah, kataNya: “Engkau tidak mempunyai kuasa apapun terhadap Aku, jikalau kuasa itu tidak diberikan kepadamu dari atas.” Di dunia yang menakut-nakuti kita, kita sering lupa hidup ini bukanlah segala-galanya, ada yang lebih daripada hidup, yakni Sang Pemberi hidup itu sendiri. Allah yang memberi kehidupan di dunia ini, Ia juga memberikan kehidupan setelah kematian tubuh kita. Bukankah Allah berjanji, dengan kuasa Roh yang sama yang membangkitkan Yesus dari kematian, Ia akan membangkitkan tubuh kita dari kematian dengan tubuh kemuliaan, yang tidak dapat mati lagi. Jangan kita mempertahankan hidup dengan cara menyakiti Sang Pemberi hidup!

Negara kita saat ini sangat membutuhkan para pemimpin yang berani mati, melawan ketidakadilan terhadap kaum yang lemah dan minoritas oleh aliran-aliran garis keras. Kita membutuhkan orang-orang yang berani kehilangan nyawanya karena menjaga uang rakyat agar tidak dikorupsi. Kita membutuhkan para pemimpin yang hanya takut kepada Tuhan yang bukan saja dapat mencabut nyawa di dalam dunia ini, tetapi juga dapat memberikan penghukuman kepada orang jahat bahkan setelah kehidupan di dunia ini.

BAGIKAN: