Legacy of Faith

Pada tahun 2018, Indonesia mendapatkan kehormatan besar sebagai tuan rumah perhelatan Asian Games. Sebelum acara olaharaga terbesar di Asia itu dimulai, para pelari akan membawa obor secara bergantian (torch relay). Mereka yang diberi kehormatan membawanya sering disebut sebagai “guardians of the flame”. Tanggung jawab mereka adalah memastikan obor tetap menyala dan meneruskannya kepada pelari berikutnya yang akan melakukan hal yang sama hingga pelari terakhir akan menggunakan obor itu untuk menyalakan api di stadion. Api akan terus menyala sepanjang Asian Games.

Dalam nuansa yang mirip, kita adalah “penjaga api iman”. Kita dipanggil untuk menjalani pertandingan yang baik ini, menjaga api iman tetap menyala dan meneruskannya kepada generasi berikutnya (Ams. 13:22). Kita harus memastikan bahwa kita sedang atau telah meninggalkan warisan iman yang teguh agar dapat mereka hidupi dan ajarkan kepada generasi selanjutnya (Mzm. 145:4). Namun, pertama-tama kita perlu mencengkeram obor iman tersebut supaya dapat menyerahkannya tepat di tangan pelari berikutnya. Ini berbicara tentang kehidupan spiritualitas yang kuat yang dimulai dengan relasi yang intim dengan Allah. Hal ini menjadi kunci untuk memengaruhi generasi muda. Mereka perlu teladan untuk melihat iman yang hidup dalam seluruh aspek kehidupan dan karya kita. Jikalau kita pernah bertanya mengenai apa yang mereka saksikan, maka jawaban yang paling tepat adalah segalanya! Mereka memerhatikan bagaimana kita berpikir, berbicara dan berbuat. Iman selalu bicara tentang cara hidup, dan cara hidup kita adalah pesan – obor iman – yang perlu diteruskan kepada generasi berikutnya.

Inilah yang menolong mereka bertumbuh makin dewasa, berdiri makin teguh, mendaki lebih tinggi, berlari dengan tekun, dan menolak untuk berhenti. Ingat mereka memerhatikan kita dan mempelajari kita. Legacy apa yang kita berikan kepada mereka? Sebagai pelayan siswa, mahasiswa dan alumni, kita bisa menularkan pemikiran dunia, maupun pemikiran biblikal kepada mereka yang kita layani. Yang satu mendatangkan kutuk dan kematian, yang lain membuahkan berkat dan kehidupan. Bagaimana mengubah generasi di masa depan dengan pemikiran biblikal? Musa dalam Ulangan 11:18-20 mengatakan, “Tetapi kamu harus menaruh perkataanku ini dalam hatimu dan dalam jiwamu; kamu harus mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu. Kamu harus mengajarkannya kepada anak-anakmu dengan membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu dan apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun; engkau harus menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.” Itu berarti sebagai penjaga api iman, kita perlu senantiasa hadir dan membicarakan tentang iman kita kepada generasi berikutnya. Salomo mengatakan: “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.” (Ams. 22:6).

Namun, hal ini bukanlah sesuatu yang mudah dan otomatis dilakukan oleh setiap generasi. Hakim-hakim. 2:6-15 menunjukkan kisah tragis dari generasi muda Israel yang lahir di tanah Kanaan yang tidak mengenal Allah, sehingga mereka melakukan apa yang benar menurut pandangan mereka sendiri. Apa sebabnya? Dipastikan generasi setelah Yosua tidak lagi mewariskan iman sejati kepada anak-anaknya. Alkitab penuh dengan contoh-contoh seperti keluarga imam Eli (1Sam. 2) yang gagal mempersiapkan anak-anak mereka Hofni dan Pinehas, demikian juga dengan Samuel, bahkan Daud serta raja-raja berikutnya dari kalangan Israel maupun Yehuda.

Untuk mewariskan iman, kita perlu menjadi pribadi yang konsisten. Kehidupan Kristen bukanlah “aksesoris” yang kita kenakan di depan umum, lalu kita lepaskan ketika sedang berada di rumah. Allah menghendaki kita terus bertumbuh dalam kedewasaan rohani dan integritas (1Pet. 2:1-2). Jika kita ingin murid-murid rohani kita mengasihi dan menaati Tuhan, kita harus memenuhi hati dan pikiran kita dengan Firman Tuhan. Jika mereka melihat kasih kita kepada Tuhan yang ditunjukkan melalui ketaatan kita terhadap perintah-perintah-Nya, mereka kemungkinan akan mengadopsi sikap dan tindakan kita juga.

Tentu saja generasi muda perlu mendengar kisah-kisah kegagalan iman kita dan pergumulan kita mengatasi natur berdosa kita. Kita tidak perlu malu tentang hal itu. Otentisitas diri, jatuh-bangun, kegagalan dan kemenangan iman kita akan menarik untuk disaksikan oleh mereka, serta memperlihatkan kasih karunia Allah yang melimpah-limpah, sehingga mereka dapat melihat secara langsung bagaimana kuasa Allah pun dapat bekerja dalam hidup mereka.

Kedua, kita perlu berlari dengan tekun dan menyerahkan obor iman tersebut kepada pelari berikutnya. Apakah mereka yang kita muridkan pernah mengungkapkannya atau tidak, mereka sebetulnya sangat menghargai pengajaran dan teladan para pemimpin rohani yang bersedia menanamkan hidupnya. Kita perlu mengambil posisi untuk membimbing, menasehati, memelihara dan melindungi. Tidak hanya menyatakan kesalahan orang, melainkan berusaha menolong mereka tumbuh dan dewasa secara rohani. Pengembangan diri seorang muda melalui pendampingan seorang yang lebih tua sangat penting. Generasi muda membutuhkan orang dewasa yang memiliki hikmat dan pengalaman untuk membimbing dan mengarahkan mereka.

Para penjaga hutan di Afrika pernah kesulitan mengatasi populasi gajah. Sehingga sebagai solusi mereka memutuskan untuk menembaki gajah-gajah jantan yang lebih tua. Dalam beberapa bulan mereka terkejut melihat fakta bahwa mereka telah menciptakan kawanan yang disfungsional. Gajah-gajah muda mengembangkan perilaku radikal. Mereka membunuh badak dan rusa – sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya. Selain itu gajah-gajah muda meracuni diri mereka dengan memakan makanan yang salah, dan mulai mengamuk di kota-kota terdekat sehingga harus ditembaki.

Setelah melihat penurunan jumlah kawanan, para penjaga hutan menyimpulkan bahwa kondisi itu adalah efek negatif dari membunuh “para panutan” yaitu para mentor bagi kawanan itu. Selama ini, gajah-gajah yang lebih tua telah melanjutkan pengalaman mereka kepada generasi yang lebih muda dari kawanan itu. Mereka menunjukkan rute migrasi, mengajari gajah-gajah muda apa yang harus dimakan serta bagaimana menjaga perilaku. Mereka telah menciptakan stabilitas dan memastikan kelangsungan generasi berikutnya.

Demikian juga dalam konteks pelayanan siswa, mahasiswa dan alumni, kita terpanggil untuk melayani generasi muda. Kita adalah contoh hidup bagaimana mengikut Kristus, bagaimana melawan godaan dan pencobaan, bagaimana berdiri teguh dalam menghadapi tantangan zaman. Para pemuda-pemudi mencari kita. Kesaksian hidup yang sesuai dengan iman adalah cara terbaik untuk mewariskan iman tersebut. Ingatlah bahwa dunia dan arus zaman akan membombardir generasi muda dengan tawaran dan pengaruhnya yang memikat. Jika generasi muda tidak dipersiapkan dan dilatih, mereka akan mudah membuka celah bagi pengaruh tersebut. Maka, marilah kita mengambil posisi dan peran kita sebagai pemimpin rohani – menolong generasi muda bangkit dalam iman dan mengikut Kristus. Itulah cara menyerahkan obor iman itu kepada generasi berikutnya.

Your legacy of faith begins now! Keep faith!

BAGIKAN: