Hidup Beriman dan Bertekun dalam Panggilan

Berbagai peristiwa sudah kita lalui di masa lalu. Peristiwa menyenangkan, membahagiakan, membawa sukacita serta pengharapan ataupun peristiwa tragis yang mungkin menyebabkan hati kita terluka, marah, kecewa kepada sesama dan Tuhan. Dari berbagai peristiwa hidup inilah kita bisa merenungkan dan meyakini kembali bahwa perjalanan kita di tengah dunia ini tidak terjadi secara kebetulan. Sekalipun peristiwa-peristiwa hidup tersebut terjadi di luar kehendak dan sulit dipahami oleh nalar pikir kita. Sehingga ada banyak hal yang ingin Tuhan ajarkan kepada kita baik secara pribadi maupun komunal agar kita bisa menyadari adanya pengharapan anak-anak Allah seperti yang tertulis dalam surat Paulus kepada jemaat di Roma, “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikkan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah” (8:28).

Ketika memasuki masa yang baru, kita cenderung sudah memikirkan, merefleksikan –dari peristiwa yang terjadi di masa lalu–, dan merencanakan hal apa yang dapat kita kerjakan dan capai dalam menekuni perjalanan hidup ini, dengan tidak terlepas dari panggilan kita dalam bidang masing-masing yang sudah Tuhan percayakan. Sebagai pribadi yang sudah ditebus oleh Kristus melalui kematian-Nya, tentu kita diajarkan untuk tetap berserah kepada Tuhan atas setiap rencana kita bukan? Sehingga kita tidak berjalan sesuai kehendak pribadi dan tidak melupakan Tuhan dalam perencanaan (Yakobus 4:13-17). Oleh karena itu, kita perlu bergantung kepada Allah yang Maha Kreatif karena Dialah yang menetapkan langkah-langkah perjalanan iman seseorang. Kita tidak hidup sembarangan dan serampangan, apatis, dan sekedar pasrah karena keadaan tertentu melainkan memiliki hidup yang berserah total kepada Tuhan dengan segala perencanaan, harapan, fokus, ambisi yang kita miliki, serta terbebas dari belenggu masa lalu yang mengikat sehingga kehidupan yang berbuah dapat terus nyata melalui setiap aspek hidup kita.

Hidup Beriman: Berharap dan bergantung kepada kedaulatan dan kuasa Allah.

Tidak sedikit dari kita yang merasa sulit menjalani hidup dengan keyakinan dan hidup yang beriman kepada Tuhan karena berbagai peristiwa yang menimbulkan trauma dan kekecewaan di masa lalu. Namun tidak jarang dari kita yang sangat meyakini perubahan yang penuh berkat bagi hidup kita akan terjadi. Hal yang perlu kita ingat adalah ketika memasuki masa depan yang tidak pasti, kita perlu tetap beriman kepada Allah, menyadari bahwa Allah berdaulat dan memiliki kuasa dalam situasi dan kondisi apapun yang terjadi dalam perjalanan hidup kita seturut dan sesuai gambar besar Allah. Sehingga hidup beriman tidak bisa disamakan dengan nekad dan juga bukan sekedar sugesti dalam pikiran kita.

Ada banyak kisah dalam Alkitab mengenai iman seseorang dimana sangat jelas bahwa mereka mengakui adanya kuasa kedaulatan dan kedaulatan Allah. Salah satunya mengenai kisah seorang yang memiliki sakit kusta dalam Matius 8:1-4. Ditulis pada bagian tersebut “Jika Tuan mau” menjadi salah satu contoh kita bisa belajar untuk meyakini kedaulatan Allah, didalamnya terkandung makna berharap, bergantung sepenuhnya agar Tuhan bertindak sesuai kemauan atau kehendak Tuhan sendiri. Namun jika tidak pun, bukan lantas membuat kita kecewa atau marah kepada Tuhan, sebab kedaulatan Allah itu mutlak. Keyakinan akan kuasa Allah pun dapat kita terlihat pada kalimat “Tuan dapat mentahirkan aku”. Tidak ada kata nekad ataupun sugesti dari tindakan iman disini. Melainkan fokus kepada Allah yang berdaulat dan berkuasa ketika kita hidup beriman kepada sang Pencipta.

Mari kita melanjutkan hidup dengan tetap beriman penuh kepada Tuhan. Kita masing-masing memiliki cerita yang unik untuk bisa bertumbuh dalam iman yang sejati. Sekalipun kita tidak tahu peristiwa apa yang akan kita hadapi ke depan namun harapan dan hidup yang bergantung kepada Tuhan dapat kita jalani oleh karena anugerah-Nya. Karena ada banyak hal yang tidak bisa kita prediksi atau perhitungkan dalam perencanaan kita (hanya Allah yang tahu) seperti kematian, sakit penyakit, dan akhir zaman. Sebuah lirik lagu menyatakan: In our end is our beginning; in our time, infinity; in our doubt there is believing; in our life, eternity, in our death, a resurrection; at the last, a victory, Unrevealed until its season, Something God alone can see. Kiranya ini menjadi keyakinan kita bersama bahwa didalam kasih-Nya, Allah bebas melakukan segala sesuatu menurut kehendak-Nya. Tidak ada seorangpun yang bisa memaksakan kehendak dan keinginannya kepada Allah, betapapun besar tingkat kerohanian dan kesalehannya. Sebaliknya, jika Dia menghendaki, Dia tidak akan menunda-nunda untuk melakukannya.

Bertekun dalam Panggilan: Melihat masa lalu untuk fokus melangkah maju ke masa depan.

Hal yang seringkali menghambat kita untuk bertekun dalam panggilan Tuhan dalam memasukin masa yang tidak pasti adalah kondisi atau situasi masa lalu yang pernah mengecewakan dan melukai batin kita. Lalu bagaimana kita bisa melihat masa lalu dengan tidak terikat didalamnya? Mungkin sebagian besar dari kita cenderung memilih lebih baik dihilangkan dan dihancurkan agar tidak mengganggu kita di masa depan.

Mari kita ambil waktu sejenak, melihat dari sudut pandang yang berbeda bahwa ketika kita melihat masa lalu, kita bisa melihat perbuatan baik Tuhan dan itu menjadi alasan untuk kita melangkah maju bersama Tuhan ke masa depan yang Dia sediakan bagi setiap kita. Spiritualitas Kristen tanpa diintegrasikan dengan emosi yang sehat itu bisa mematikan, baik bagi diri kita sendiri, dalam hubungan kita dengan Tuhan dan hubungan dengan orang-orang di sekitar kita (Emotionally Healthy Spirituality – Peter Scazzero – bab 5).

Salah satu kisah di Alkitab yang mengalami masa lalu penuh kepahitan bahkan mengecewakan tetapi tetap dapat bertekun dalam panggilan adalah seorang yang bernama Yusuf. Seperti kita ketahui bersama, Alkitab mencatat bahwa pola asuh / pola didik dalam keluarga dimana Yusuf dibesarkan adalah pola yang tidak sehat dan membuat Yusuf mengalami banyak aniaya dan penderitaan bahkan sampai dijual oleh kakak-kakaknya sendiri. Dari perkataannya dalam Kejadian 45:8 kita bisa mengetahui bahwa Yusuf tidak pernah melupakan masa lalunya yang penuh penderitaan, tetapi ia melihat dari sudut pandang kebesaran Tuhan di mana ia bisa melihat bahwa ada kebaikan Tuhan di tengah-tengah penderitaannya. Yusuf memahami bahwa Tuhan bekerja dalam segala sesuatu, melawan, melalui dan bersama segala usaha manusia agar kehendak-Nya digenapi.

Dalam ayat lain dituliskan bahwa Yusuf berkali-kali juga menangis (Kej. 45:2). Yusuf tidak meminimalkan atau merasionalisasikan tahun-tahun penderitaannya, ia secara jujur mengakui rasa sakit dan kesedihannya. Tetapi melalui proses penderitaan yang ia lewati, kejujuran dan keterbukaannya atas rasa sakit dan kesedihannya membuat Yusuf bisa mengampuni secara penuh dan memberkati saudara-saudaranya yang telah mengkhianati dia. Dan Yusuf mengambil kepemimpinan keluarganya sampai kematiannya; menyediakan kecukupan bagi kehidupan keluarga besarnya.

Dari kisah Alkitab ini kita bisa sama-sama belajar bahwa masa lalu Tuhan hadirkan dalam hidup kita bukan untuk menghambat kita perjalanan kehidupan kita, melainkan kita sedang mengalami proses bergerak maju untuk menghadapi situasi-situasi dalam hidup kita yang akan membuat kita semakin dewasa dan bisa fokus melangkah ke masa depan meskipun hidup kita penuh dengan luka masa lalu. Yusuf adalah contoh yang nyata betapa ketekunannya dalam panggilan yang Tuhan berikan, akhirnya membuatnya mencapai puncak prestasi sebagai Perdana menteri di Mesir. Yusuf memang mengingat setiap peristiwa masa lalunya, namun bukan berarti dia terjebak didalamnya. Dia berhasil lepas dan menghancurkan kendali masa lalu itu, dan memilih bertekun dalam panggilan Tuhan untuk menggenapi visi Tuhan melalui hidupnya sebagai seorang perdana menteri, menjadi berkat bagi bangsa-bangsa.

Mari rekan-rekan semua, semangat menjalani setiap momen di masa depan dengan menikmati setiap pembentukan yang Allah berikan bagi kita. Sekalipun banyak hal sulit untuk dilalui dan dijalani, kiranya segala rintangan tersebut tidak menghalangi kita untuk bertekun dalam panggilan sampai Tuhan memanggil dan mendapati kita sebagai hamba yang setia. Karena Allah akan selalu menyertai dan memberikan damai sejahtera bagi kita dalam kondisi apapun. Diperlukan anugerah dan pimpinan Tuhan untuk bisa fokus kepada apa yang ada didepan saat ini. Yusuf mau mengalami dan menjalaninya. Maukah kita juga menikmati hal demikian?

Selamat hidup beriman dan bertekun dalam panggilan demi kemuliaan Tuhan. Kiranya hanya Tuhan yang kita andalkan dalam menjalani hidup ke depan dan seterusnya. Soli Deo Gloria. Terpujilah Tuhan!

BAGIKAN: