Bagaimana Menghadapi Krisis?

Saya sangat yakin bahwa judul artikel ini merupakan pertanyaan yang sangat penting dan relevan diajukan saat ini. Alasannya sederhana, karena seluruh dunia sedang dilanda krisis, termasuk Indonesia. Itulah sebabnya, istilah ”Krisis Global” sering muncul melalui berbagai media massa, baik media cetak, maupun elektronik. Akibat dari berbagai krisis tersebut, maka salah satu dampaknya bisa jadi adalah pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran. Kondisi krisis tersebut telah mengakibatkan hal-hal negatif, seperti panik, khawatir, takut, dan sejenisnya. Tentu saja hal seperti di atas tidak boleh terjadi dengan semua alumni yang telah dibina dengan baik. Panik, khawatir, bahkan takut, mungkin saja terjadi dalam diri kita, sebagai bukti adanya dinamika beriman. Bukankah hal itu juga pernah dialami oleh rasul-rasul Kristus sendiri? Hal itulah yang pernah disorot oleh penulis-penulis Injil. Namun demikian, mereka berhasil menghadapi krisis tersebut. Apa rahasianya?

Krisis dan Respons yang benar

Injil Matius mengisahkan bahwa rasul-rasul menghadapi krisis, yaitu ketika mereka sedang berlayar di danau Galilea. Hal itu dilaporkan sampai dua kali. Krisis pertama terjadi ketika mereka berlayar bersama Tuhan Yesus (Mat. 8:23-27). Dengan perkataan lain, Tuhan Yesus ada di dalam perahu tersebut. Namun demikian, krisis tetap terjadi. ”Sekonyong-konyong, mengamuklah angin ribut… sehingga perahu itu ditimbus gelombang” (Mat. 8:24). Menghadapi itu, murid-murid merasa bahwa maut akan segera menjemput mereka. Itulah sebabnya mereka berseru kepada Yesus: ”Tuhan, tolonglah, kita binasa.” (ayat 25). Meresponi doa yang penuh ketakutan tersebut Tuhan Yesus malah balik menegur murid-murid, ”Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?” (ayat 26).

Teguran tersebut sangat penting untuk dihayati, karena sekalipun  sedang menghadapi kondisi krisis, bahkan ketika maut sedang mengancam nyawa, Tuhan tidak memperkenankan ketakutan menguasai hidup. Harus tetap percaya kepada Dia yang sanggup mengalahkan krisis tersebut. Dan memang itulah yang dilakukanNya, ”Dia menghardik dan meneduhkan angin sakal tersebut” (ayat 26).

Krisis yang kedua adalah ketika mereka berlayar sendirian tanpa kehadiran Yesus dalam perahu (Mat. 14:22-33). Hal itu terjadi karena Yesus sedang berdoa, setelah menyelesaikan pelayanan massa kepada puluhan ribu orang yang pasti melelahkanNya. Rasul Matius menulis: ”Perahu murid-muridNya sudah beberapa mil jauhnya dari pantai dan diombang-ambingkan gelombang karena angin sakal.” (ayat 24). Yang menarik adalah bahwa sekalipun Yesus tidak ada dalam perahu tersebut, namun Dia tetap peduli. Dalam kondisi krisis tersebut kita membaca: ”Ketika Ia melihat betapa payahnya mereka mendayung karena angin sakal, maka Yesus datang kepada mereka.” (Mrk. 6:48). Maka benarlah ucapan yang mengatakan bahwa ”Yesus tidak pernah terlambat untuk menolong. Dia datang pada saat yang tepat.”  Namun sayang, kehadiran Tuhan dikira hantu. Itulah membuat mereka semakin takut dan berteriak-teriak (14:26). Kepanikan dan ketakutan, memang dapat membuat kita terhalang untuk melihat tangan Tuhan yang sedang terulur. Syukur di tengah krisis tersebut, Tuhan Yesus menyerukan satu hal yang sangat penting: ”Tenanglah! Aku ini, jangan takut!” (ayat 27). Kembali di sini Yesus mengajarkan dan memerintahkan satu sikap penting dalam menghadapi krisis:  tetap tenang dan tidak takut.

Apa dasarnya bersikap tenang di tengah kondisi sulit, bahkan krisis yang mengancam nyawa? Jawabnya, jelas sekali, bukan diri rasul-rasul yang telah berpengalaman (seperti Petrus) di danau Galilea. Juga bukan dengan mensugesti diri seolah-olah tidak ada sesuatu hal serius sedang terjadi. Dasar untuk tetap tenang adalah diri Yesus sendiri. Dengan sederhana namun berwibawa Tuhan Yesus menunjuk kepada diriNya: ”Aku ini”. Dalam bahasa Yunani, frasa tersebut ditulis dengan sebuah penekanan: ”Ego eimi”. Kata yang sama dikatakan oleh YHWH ketika Musa menanyakan siapa nama Allah (Kel. 3:13-14). Itulah sebabnya, ketika rasul Petrus percaya dan memandang kepada Yesus, dia sanggup berjalan di tengah badai  dan angin sakal tersebut (ayat 29).

Refleksi

Apa yang dapat kita pelajari dari kedua peristiwa krisis tersebut di atas? Dengan jelas kita mengamati bahwa Tuhan menuntut sikap percaya penuh kepadaNya. Maksudnya, kita dituntut untuk percaya bahwa Dia adalah Allah yang mahakuasa yang sanggup menghentikan badai dan angin ribut (Mat. 8). Atau sekiranya, krisis itu tetap ada di sana, Dia sanggup membawa kita berjalan melewati krisis tersebut, sama seperti rasul Petrus dapat berjalan di atas air (Mat. 14).

Kasih dan kuasa Allah yang ajaib itulah yang dialami oleh banyak anak-anak Tuhan di sepanjang segala abad dan tempat. Seorang alumni lain mengisahkan bahwa ketika banyak alumni ketakutan mengalami PHK, dia malah mendapat tempat pekerjaan yang lebih baik dengan honorarium yang jauh lebih baik juga. Lebih dari sebulan yang lalu, seorang alumni lain yang berada di luar kota mengirimkan pesan sebagai berikut, ”Bang, tolong doakan. saya sedang mengalami ujian berat. Kiranya saya naik kelas dalam ujian ini. Setelah mengalami masalah dalam pekerjaan yang sedemikian penuh tantangan, anak saya ditabrak mobil ketika sedang mengendarai motor. Dia sedang dirawat di RS. Doakan juga agar yang menabrak mau menampakkan dirinya dan bertanggung jawab”. 

Saya sungguh tergerak membaca pesan tersebut dan segera memohon kepada Tuhan agar rekan tersebut dimampukan melewati krisis seperti dialami oleh rasul Petrus. Syukur, tidak lama kemudian dia mengirimkan pesan bahwa orang yang menabrak anaknya sudah ditemukan dan ada tanda-tanda yang baik dari orang tersebut. Dia juga berharap anaknya akan segera kuliah sebagaimana mestinya. Dan menurut pengamatan saya, dengan beriman kepada Tuhan, dia telah dimampukan berjalan melewati krisis yang dialaminya. Kiranya hal yang sama kita alami. Karena itu, di tengah-tengah krisis yang sedang melanda Indonesia, marilah kita semakin teguh beriman kepadaNya. Dengan demikian kita dapat menikmati kasih dan kuasaNya yang ajaib di tengah-tengah berbagai krisis yang sedang kita hadapi. Soli Deo gloria.

BAGIKAN: