Hidup Seorang Pelayan Tuhan

Sangat mudah bagi seorang pelayan Tuhan untuk hanya terfokus pada aktifitas pelayanan yang sedang dia jalani. Ketika aktifitas demi aktifitas menjadi fokus utama kita, maka kita akan makin sulit menghayati esensi panggilan kita sebagai seorang pelayan Tuhan yang bertanggung jawab kepada orang-orang yang kita layani (bukan kepada program). Di sisi lain, kita harus tetap peka terhadap pimpinan Tuhan dalam hidup pelayanan kita. Dalam Kisah 20:17-38 ini, kita bertemu dengan hidup Rasul Paulus sebagai pelayan Tuhan pada masa akhir tiga tahun pelayanannya di Jemaat Efesus. Melalui teladan rasul Paulus, kita akan belajar prinsip-prinsip bagaimana kita seharusnya hidup sebagai seorang pelayan Tuhan, khususnya dalam peran sebagai gembala kepada orang yang dilayani dan juga dalam hal kepekaan terhadap pimpinan Tuhan. Semoga melalui artikel ini, kita dapat terus melayani dan menyenangkan Tuhan yang telah memanggil kita sebagai pelayan-pelayanNya.

Jemaat Efesus adalah jemaat yang sangat beruntung karena tiga tahun lamanya Paulus tinggal disana (ay.31). Sekarang sudah tiba waktunya bagi Paulus untuk meninggalkan kota Efesus menuju Yerusalem untuk menghadiri Pentakosta. Tentunya, ini adalah perpisahan yang sangat mengharukan antara sang Rasul dengan jemaat Efesus yang diwakili oleh para penatua Jemaat (ay.17). Perpisahan ini terasa begitu mengharukan, selain karena hubungan yang sangat erat terjalin selama bertahun-tahun, juga dikarenakan sang Rasul mengatakan bahwa mereka tidak akan melihat muka Paulus lagi (ay.38). Betapa mengharukan dan kejadian itu dan dukacita Ilahi memenuhi mereka. Rindukah saudara mengalami relasi yang sedemikian mendalam dengan jemaat yang saudara layani? Ada beberapa hal yang menjadi kunci dari pelayanan Rasul Paulus yang perlu kita teladani.

Pertama, pelayanan yang berorientasi jiwa atau Man Oriented (ay. 18-21, 26, 27). Hal pertama yang menjadi rahasia pelayanan dari sang rasul adalah pelayanan yang berorientasi dan mencintai setiap jiwa yang dipercayakan Allah. Terkait dengan hal ini Paulus mengatakan, “Kamu tahu bagaimana aku hidup di antara kamu sejak aku pertama tiba di Asia ini” (ay.18b). Pernyataan tersebut baru bisa benar apabila orang yang melayani bergaul akrab dengan orang yang dilayani. Keterbukaan model seperti ini hanya bisa terjadi bila orang yang melayani mempunyai orientasi kepada jiwa (man oriented), bukan sekedar berorientasi menjalankan program (program oriented), yang penting programnya berjalan, beres.

Orientasi kepada jiwa bisa dilakukan bila kita melayani jemaat Allah dengan segala kerendahan hati (ay.19a). Saudara, siapakah Paulus? Dia orang yang luar biasa terpandang dari segi martabat dan dari segi intelektual, tapi ia melupakan semua itu demi orang yang dilayaninya. Bahkan, demi orang-orang yang dilayani ini, Paulus rela bekerja dengan tiada henti menasihati mereka. Dan, seringkali dalam menghadapi mereka, tanpa terasa air matanya berjatuhan (ay.31). Air mata sang rasul adalah tanda dari ungkapan hati yang terdalam akan jemaat (meskipun bukan satu-satunya tanda). Air mata tersebut kadang adalah air mata sukacita karena melihat jemaat yang bertobat. Kadangkala juga merupakan air mata kesedihan melihat jemaat yang hidupnya tetap cemar walaupun mengaku jemaat Allah. Entah jenis air mata apalagi yang tercurah dari dalam hati sang rasul, tapi yang pasti air mata tersebut menandakan cintanya yang besar akan orang-orang yang sedang dilayaninya. Tidak hanya sekedar memberitakan injil dengan sepenuh hati, sang rasul juga mengabaikan haknya untuk dipelihara oleh jemaat. Ia rela bekerja keras demi tidak memberatkan jemaat yang dilayani tersebut (ay.34). Betapa mengharukan kecintaan sang rasul kepada jemaat tersebut, walaupun nyawanya terancam oleh orang-orang yang mau mengusir bahkan mau membunuh dirinya (ay.19b).

Dalam tantangan yang ada, Paulus tetap bertahan melayani jemaat tersebut karena ia sangat menghargai setiap jiwa yang percayakan Allah kepadanya. Oleh karena itu, Paulus tidak melalaikan (I have not hesitated) apa yang berguna bagi jemaat, yaitu seluruh maksud Allah kepada jemaat (ay.20a & 27). Agar setiap orang dapat mendengar injil Allah, berbagai cara dilakukan oleh Paulus (ay.20b). Baik melalui pelayanan publik (khotbah ditempat umum atau rumah ibadat), juga dalam pelayanan pribadi (NIV: from house to house). Pelayanannya juga tidak memandang status atau kedudukan orang yang dilayani. Setiap orang yang bisa dilayani, akan dilayani. Hal ini terangkum dalam ayat 21, baik orang Yahudi maupun orang Yunani diinjili supaya mereka berbalik kepada Allah dengan pertobatan dan beriman kepada Tuhan Yesus. Pendeknya, segala cara dilakukan untuk menjangkau segala macam orang oleh Paulus. Sehingga pada akhir pelayanannya di Efesus, ia bisa menghadapinya tanpa penyesalan (ay.26, 27).

Kedua, pelayanan yang berpusat pada Allah atau God Centered (ay.22-25). Betapa pun kita mencintai suatu jemaat atau pelayanan yang telah Tuhan percayakan, bagian kita tetaplah pelayan. Arti sederhana dari pelayan adalah siap ketika sang tuan memberi perintah dan melakukan tugas yang baru. Bahkan walaupun demi melakukan tugas tersebut, kenyamanan atau pun jiwa kita dipertaruhkan. Inilah rahasia kedua dari pelayanan sang Rasul. Hidupnya adalah untuk menuruti kehendak Allah dan nyawanya tidak dihiraukan sedikit pun demi menyenangkan sang Tuan, “Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan” itulah ucapan yang pernah sang rasul keluarkan dalam suratnya kepada jemaat Filipi. Inilah juga teladan yang telah dengan sempurna diperagakan oleh sang Allah sendiri dalam rupa Yesus Kristus “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya” (Yoh.4:34).

Walaupun Paulus sangat mencintai jemaat Efesus, ada waktunya ia harus siap melakukan tugas baru yang dipercayakan Allah kepadanya. Setelah tiga tahun melayani di Efesus, selesailah tugasnya (ay.25) dan tibalah saatnya Allah mengutus Paulus kepada pelayanan di tempat lain. Inilah tugas baru yang diberikan Allah kepada sang rasul. Bagi Paulus, arti hidupnya adalah melakukan kehendak Allah sehingga keinginannya adalah menyenangkan Allah. Walaupun ia punya kehendak bebas, ia mengatakan dirinya adalah ‘tawanan Roh’ (ay.22). Dengan step-by-step, Paulus berusaha taat kepada Allah, dia hanya tahu bahwa penjara dan sengsara menunggunya (ay.23). Apakah Paulus manusia super? Otot kawat, tulang besi? Tidak! Dia manusia biasa, tetapi yang berbeda dengan kita adalah ketaatan Paulus kepada Allah dan keyakinannya akan penyertaan Allah dalam kehidupan-Nya mau pun kematiannya (ay.24). Luar biasa!

Bisikan Roh tentang nasib Paulus juga sampai kepada murid-murid lain (perhatikan 21:4, 10-12). Walaupun sudah diperingatkan oleh para murid yang lain, mengapa Paulus tetap mencari bahaya dengan pergi ke Yerusalem? Bukankah Roh yang sama yang sebelumnya telah memberitahu Paulus, sekarang memperingatkan Paulus melalui murid-murid dan nabi Agabus? Bahwa Paulus akan mengalami sengsara, diikat oleh orang Yahudi dan diserahkan ke tangan bangsa-bangsa lain. Lalu mengapa sang rasul tetap nekat pergi ke Yerusalem? Jawabannya terletak pada pasal 21:13 “…sebab aku ini rela, bukan saja untuk diikat, tetapi juga untuk mati di Yerusalem oleh karena nama Tuhan Yesus”. Paulus bisa melihat justru inilah yang Allah inginkan untuk hidupnya, sementara murid-murid hanya bisa melihat sebatas diri Paulus yang akan mengalami celaka dan sengsara. Paulus bisa melihat melampaui penderitaan dirinya dan bahwa itulah kehendak Allah yang terbaik bagi dirinya.

Saya percaya panggilan mula-mula dari Paulus turut menguatkan dia, bahkan meneguhkan bahwa penjara dan sengsara ini adalah kehendak Allah untuk dirinya (Kis.9:15-16). Sungguh mengharukan, inilah teladan hamba Allah yang sejati. Rela pergi kemana pun Allah memimpin, rela serahkan kenyamanan pribadi, bahkan rela serahkan nyawa demi menyelesaikan tugas yang diberikan Sang Tuan, yaitu Allah sendiri. Inilah contoh nyata bahwa kehendak Allah kadang melampaui kenyamanan pribadi, berkat pemeliharaan fisik dan materi seperti yang sering diteriakan dengan lantang oleh beberapa orang yang mengaku dirinya hamba Tuhan: “Ikut Tuhan pasti Tuhan pelihara, ikut Tuhan pasti bebas dari sengsara, ikut Tuhan hidup pasti berlimpah materi.” Saudaraku, itulah contoh pelayanan yang berpusat pada diri, bukan kepada Tuhan. Ikut Tuhan penuh dengan resiko dan ketidakpastian. Siap ketika Tuhan menyuruh pergi ke tempat yang baru, bertemu dengan orang-orang baru, ladang yang baru, dan seterusnya. Pemeliharaan Tuhan melampaui berkat materi, fisik dan kenyamanan pribadi. Bukankah Yesus merupakan contoh sempurna orang yang melakukan kehendak Allah dengan sempurna? Yaitu mati di kayu salib. Di mata manusia, Yesus orang yang paling malang, tetapi Alkitab justru menyaksikan bahwa Allah sangat memuliakan Dia (Fil.2:5-11). Bagaimana dengan saudara? Siapkah ketika Allah utus kedalam ladang pelayanan yang baru? Beranikah saudara merelakan kesenangan pribadi demi menjalani kehendak Allah?

Ketiga, kesadaran bahwa pelayanan adalah milik Allah atau God’s Ministry (ay.28-32). Paulus sangat menyadari bahwa setelah ia pergi akan muncul serigala-serigala ganas yang akan mengacaukan jemaat, yaitu pengajar-pengajar palsu yang akan menarik orang dari ajaran yang benar (ay.29, 30). Lalu mengapa Paulus tetap memutuskan untuk pergi? Selain poin 2 diatas, Paulus juga menyadari bahwa pelayanan adalah milik Allah. Allah yang akan memelihara jemaat-Nya. Allah yang akan terus memanggil generasi-generasi baru untuk melayani dia. Bahkan untuk kota Efesus, Allah telah memanggil dan meneguhkan para penatua menjadi gembala yang baru untuk pelayanan di Efesus (ay.28). Allah melalui Roh Kudus menetapkan penilik untuk menjaga kawanan domba-Nya. Luar biasa, ketika Allah memberi tugas pelayanan baru kepada Paulus, Allah tidak melalaikan jemaat-Nya. Ia menyediakan gembala-gembala baru untuk jemaat-Nya. Allah lah pemilik pelayanan, Allah lah yang lebih mencintai jemaat-Nya dibandingkan dengan siapa pun. Nilai jemaat di mata Allah adalah luar biasa berharga. Nilai jemaat adalah nilai darah Kristus, karena jemaat diperoleh dengan mencurahkan darah Kristus (ay.28). Bagian kita adalah mengerjakan pelayanan Allah sebaik-baiknya bila dipercayakan suatu jemaat, menjaga mereka dari serigala-serigala jahat, dan memberi mereka Firman agar terus bertumbuh (ay.31). Tugas mulia yang dahulu dipercayakan kepada Paulus, pada saatnya akan diregenerasikan kepada orang lain yang telah Allah panggil. Pada akhirnya kita harus menyadari bahwa pelayanan bukanlah milik kita, Allah lah sang pemilik pelayanan (ay.32). Sudahkah kita sadar bahwa kita tidak akan selamanya melayani suatu jemaat? Sudahkah kita mengerjakan dengan baik bagian kita selama masih dipercayakan? Sudahkah kita mempersiapkan pengganti-pengganti bagi pelayanan ke depan.

Keempat, kesadaran bahwa pelayanan adalah kesatuan tubuh Kristus atau One Body of Christ (ay.33-36). Hal terakhir dalam bagian ini yang dapat kita pelajari dari hidup rasul Paulus adalah usaha untuk menyadarkan jemaat tentang kesatuan antar orang percaya sebagai satu tubuh Kristus. Inilah hal yang sangat diperjuangkan Paulus dengan sepenuh hati. Jemaat di Yerusalem pada waktu itu adalah jemaat yang miskin secara ekonomi. Dalam perjalanan misinya, Paulus sering mendorong jemaat untuk mengumpulkan dana demi jemaat di Yerusalem (1Kor. 16:1, 2Kor. 9:1, Rm. 15:25-26). Jemaat Efesus pun dimotivasi untuk ikut merasakan penderitaan sesama tubuh Kristus dan membantu mereka. Dan, agar jemaat tidak salah paham, Paulus menegaskan motivasi hatinya. Dia tidak pernah menginginkan perak, emas, ataupun pakaian dari siapa pun demi kepentingan pribadinya (ay.33). Motivasinya tersebut terwujud dalam kehidupannya. Seharusnya sebagai hamba Allah, ia berhak dipelihara oleh jemaat, tetapi tidak mengambil haknya. Ia bekerja memenuhi kebutuhan dirinya dan juga teman-teman perjalanannya (ay.34). Itulah contoh nyata yang diperagakan sang rasul yang berasal dari pengajaran Yesus sendiri (ay.35). Kesatuan Gereja sebagai satu tubuh begitu diperjuangkan oleh Paulus. Mengenai kesatuan ini, John Calvin mengatakan, “Melampaui tembok-tembok gereja, berdirilah gereja yang sebenarnya, gereja yang kudus dan am.” Oleh karena itu, kesulitan dan penderitaan suatu jemaat di tempat lain adalah juga kesulitan dan penderitaan kita sebagai sesama orang percaya. Dan, kesatuan ini bukan sekedar menjadi niat di hati atau pun ucapan bibir, melainkan harus terwujud dalam tindakan. Sudahkah kita membantu saudara-saudara kita di sekolah, kampus, atau gereja lain?

Biarlah melalui teladan rasul Paulus, kita bisa berkaca dan memperbaiki hidup kita dalam mengerjakan pelayanan yang sedang Tuhan percayakan. Semoga hidup kita makin menjadi pelayan Tuhan yang sejati: Seorang pelayan yang berorientasi jiwa (Man Oriented), pelayan yang berpusat pada Allah (God Centered), pelayan yang memiliki kesadaran bahwa pelayanan adalah milik Allah (God’s Ministry), pelayan yang menjiwai kesatuan tubuh Kristus (One Body of Christ). Semoga kita dapat terus melayani dan menyenangkan Tuhan yang telah memanggil kita sebagai pelayan-pelayan-Nya. Soli Deo Gloria.

BAGIKAN: