Melatih Otot Rohani

Masyarakat Indonesia mengalami peningkatan kesadaran pentingnya menerapkan gaya hidup sehat sejak pandemi Covid-19. Kesadaran tersebut diwujudkan salah satunya melalui berolahraga secara teratur. Olahraga diyakini mampu menjaga kesehatan tubuh, membentuk otot-otot tubuh, mengurangi resiko terserang berbagai penyakit, meningkatkan dan memperbaiki mood, kualitas tidur, dan kemampuan berpikir. Menyadari banyaknya kegunaan yang diperoleh dari latihan jasmani itulah sebagian orang memilih untuk melatih tubuh mereka secara rutin. Sekalipun latihan badani memberikan banyak kegunaan, latihan rohani berguna dalam segala hal. Seperti dikatakan Paulus “… Latihlah dirimu beribadah. Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung Janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang.” (1 Tim. 4:7-8). Melatih diri beribadah berdasarkan konteks 1 Timotius ini berarti kesalehan hidup yang ditunjukkan dengan ketaatan kepada Injil di dalam seluruh aspek kehidupan. Kesalehan hidup yang demikian adalah kehidupan yang berkenan kepada Allah yaitu hidup yang selaras antara iman dan perbuatan.

Pada kenyataannya, keselarasan iman dan perbuatan merupakan perjalanan panjang dan berliku. Hal itu mengharuskan seorang Kristen serius melatih otot-otot rohaninya sehingga semakin hari semakin kuat. Salah satu tantangan seorang Kristen melatih dan mengembangkan otot-otot rohaninya adalah kurangnya pengenalan pada tipe spiritualitas yang sesuai dengan dirinya.

Gary Thomas dalam bukunya Sacred Pathways menuliskan 9 tipe spiritualitas orang Kristen:

  1. Kaum Naturalis: orang-orang kristiani kaum ini percaya bahwa alam secara jelas mengumandangkan keberadaan Allah. Mereka menikmati persekutuan dengan Allah di alam atau dapat mengalami perjumpaan dengan Allah melalui mengamati atau berinteraksi dengan alam.
  2. Kaum Indrawi: orang-orang kristiani kaum ini terpikat pada ibadah yang liturgis, mulia, dan gung. Ketika mereka beribadah, mereka mengharapkan pemandangan, suara, dan bebauan yang melingkupi mereka. Segala sesuatu yang menyentuh indra dapat menjadi ambang ibadah yang kuat bagi orang Kristiani indrawi.
  3. Kaum Tradisionalis: orang-orang kristiani kaum ini menghidupi spiritualitanya dengan menikmati dimensi historis iman: ritual, simbol, sakramen, dan pengorbanan. Orang kristiani ini cenderung memiliki kehidupan iman yang disiplin, sebagian mungkin dianggap bersikap legalistik, yang mendefinisikan iman terutama menurut perilaku.
  4. Kaum Askese: orang-orang kristiani kaum ini menghidupi spiritualitasnya dengan menginginkan kesendirian dalam doa. Kaum askese pada dasarnya hidup dalam dunia batin. Retret yang kecil dan tenang, doa dan puasa menjadi cara yang mereka pilih agar dapat bersekutu dengan Tuhan.
  5. Kaum Aktivis: orang-orang kristiani kaum ini menghidupi spritualitas kristen dengan melakukan tindakan-tindakan yang menunjukkan Allah sebagai pribadi yang kudus dan adil, seperti melawan kejahatan dan menantang orang berdosa untuk bertobat. Menurut mereka, kebenaran setara dengan konfrontasi sehingga mereka akan terdorong melakukan berbagai tindakan aktif melawan ketidakbenaran.
  6. Kaum Pemerhati: orang-orang kristiani kaum ini menghidupi spiritualitasnya dengan melayani sesama. Mereka seringkali mengaku melihat Yesus dalam diri orang miskin dan berkekurangan, dan iman mereka dikuatkan melalui interaksi dengan orang lain.
  7. Kaum Antusias: orang-orang kristiani kaum ini tergugah oleh ibadah yang penuh dengan sukacita. Mereka bukan hanya ingin mengetahui suatu konsep, melainkan ingin mengalami, merasakan, dan digerakkan oleh hal itu.
  8. Kaum Kontemplatif: orang-orang kristiani kaum ini menyebut Allah sebagai kekasih mereka. Mereka menikmati spiritualitasnya dengan cara berdiam diri, mendengarkan dan merenungkan firman Tuhan, dan lebih menyukai “duduk diam dekat kaki Tuhan” dari pada melakukan berbagai kegiatan pelayanan atau mencetak pencapaian-pencapaian tertentu dalam nama-Nya.
  9. Kaum Intelektual: orang-orang kristiani kaum ini memerlukan sesuatu yang menggugah pikiran merka sebelum hati mereka hidup sepenuhnya. Mereka senang menelaah berbagai doktrin, teks-teks Alkitab yang rumit, dan tradisi gereja. Mereka mungkin merasa paling dekat dengan Allah ketika mereka pertama kali memahami sesuatu yang baru tentang Dia.

Orang Kristiani dewasa seringkali memperlihatkan banyak tipe spiritualitas tersebut. Kita perlu melatih berbagai macam tipe spiritualitas itu sampai menemukan mana yang paling cocok dengan diri kita. Dengan memahami tipe spiritualitas, kita dapat mengembangkan peralatan yang kita perlukan untuk bertumbuh secara rohani. Apapun tipe spiritualitas kita, tujuannya adalah memberi asupan makanan rohani sehingga kita dapat mengenal Allah dengan cara-cara yang baru, mengasihi Dia melalui setiap sel tubuh kita, dan kemudian mengungkapkan kasih itu dengan menjangkau orang lain.

Entah sebagai siswa, mahasiswa, ataupun alumni di dalam persekutuan, mari saling belajar memahami satu sama lain dan mendukung dalam melatih kerohanian kita masing-masing. Kiranya kita dapat semakin mengenal Allah dalam kehidupan kita dan mengenalkan Allah bagi orang-orang di sekitar kita melalui buah-buah kehidupan kita.

BAGIKAN: